Wilujeng sonten..punten  iseng iseng ka you tube mendakan nu kieu..

http://www.youtube.com/watch?v=Yp1K7IBdNdk kumaha tah..

On 6/4/08, adi sugara <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Altenatif terbaik bagi Ahmadiyah adalah; keluar dari Islam atau mengakui
> Nabi Mummad sebagai Nabi terakhir. Jika tidak, akan terus timbul reaksi
>
> Oleh: M. Syamsi Ali
>
> Hari Senin, 7 Januari kemarin, saya menerima kunjungan rombongan pengurus
> Ahmadiyah USA yang tergabung dalam sebuah organisasi Ahmadiyah Movement in
> Islam, Inc. Saya menerima mereka dalam kapasitas saya mendampingi staf PTRI
> New York, mewakili pemerintah, untuk mendengarkan keluhan dan uneg-uneg
> mereka.
>
> Pada intinya kunjungan mereka tidak membawa sesuatu yang istimewa. Semuanya
> adalah menyampaikan apa yang sudah pernah dimuat oleh berbagai media massa
> tentang (isu) kekerasan-kekerasan yang dialami oleh warga Ahmadiyah di
> beberapa daerah di Indonesia seperti Parung, Bogor , Padang , dll. Pada
> intinya, mereka mengutuk peristiwa-persitiwa tersebut dan mendesak
> pemerintah RI untuk membawa pelakunya ke meja hijau.
>
> Rupanya beberapa anggota pengurus Ahmadiyah, tanpa saya sadari, sudah
> mengenal saya. Mereka mengenal saya dari acara Pre- Ramadan Conference di
> kepolisian New York setiap menjelang Ramadan. Saya kebetulan memang
> seringkali menjadi salah seorang pembicara pada acara tersebut, yang juga
> dihadiri oleh perwakilan Ahmadiyah yang juga dianggap Muslim oleh kepolisian
> New York
>
> Setelah basa basi ala diplomat, pembicaraan menjurus kemudian kepada (isu)
> kekerasan-kekerasan yang dialami oleh warga Ahmadiyah di Pakistan. Perlu
> diketahui, Ahmadiyah adalah pergerakan yang secara institusi terlarang di
> Pakistan dan pengikutnya tidak dianggap bagian dari masyarakat Muslim.
> Tegasnya, mereka dengan keyakinannya yang keluar dari Al-Quran dan As Sunnah
> dianggap keluar dari agama Islam dan karenanya dianggap non Muslim
> minoritas.
>
> Penetapan warga Ahmadiyah di Pakistan sebagai non Muslim justeru dilakukan
> oleh pemerintahan yang tidak berafiliasi ke Islam ketika itu, yaitu
> pemerintahan Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto, ayah mendiang Benazir
> Bhutto, pada tahun 1974. Keputusan tegas dan besar ini terjadi hanya setahun
> setelah Zulfikar Ali Bhutto menduduki jabatannya sebagai PM Pakistan. Sejak
> itu pula Ahmadiyah di Pakistan merupakan organisasi terlarang, tapi
> pengikutnya tetap bebas menjalankan keyakinannya secara pribadi-pribadi.
>
> Sebenarnya, sejak awal mendengarkan mereka, hati saya sudah hampir
> memberontak. Pasalnya, sejak semula mereka secara tidak langsung menuduh
> ulama-ulama Indonesia sebagai radikal (dengan istilah mullah) dan melanggar
> HAM. Lebih dari itu, dengan membandingkan antara kejadian-kejadian di
> Pakistan dan Indonesia, mereka seolah menuduh bahwa pemerintah Indonesia
> mengabaikan HAM dan bahkan ikut mendukung kekerasan-kekerasan yang dilakukan
> oleh apa yang disebutnya sebagai anggota radikal dari komunitas Muslim
> Indonesia.
>
> Puncaknya ketika mereka menuduh ulama-ulama Pakistan, termasuk Abu A'la
> Maududi, sebagai ulama-ulama pembunuh dan menganjurkan pengikutnya untuk
> membunuh orang-orang Islam lainnya yang tidak sejalan dengan idiologi
> mereka. Ternyata mereka sudah memiliki cuplikan-cuplikan yang diambil dari
> berbagai sumber mengenai mereka. Setelah saya perhatikan seraya beradu
> argumentasi, saya temukan bahwa cuplikan-cuplikan yang mereka pegangi untuk
> menyerang para ulama sunni itu diambil sepotong-sepotong dan ditafsirkan
> secara salah untuk membenarkan argumentasi mereka.
>
> Pada akhirnya, pertemuan itu tidak lagi bercirikan diplomasi tapi cukup
> memanas dengan argumentasi keagamaan dan rasionalitas. Dari semua
> argumentasi yang mereka berikan, hanya satu hal dapat diterima. Yaitu
> bukankah semua manusia memiliki hak untuk mengikuti keyakinan masing-masing?
> Dengan kata lain, kata kunci "religious freedom" menjadi satu-satunya alasan
> yang dipakai untuk membela eksistensi mereka.
>
> Isu kebebasan beragama
>
> Akhir-akhir ini memang cukup banyak tokoh Muslim yang tiba-tiba tampil
> menjadi "champion of religious freedom". Mungkin mereka ikhlas membela apa
> yang dipersepsikan oleh umum, khususnya barat, sebagai masyarakat lemah
> (marginalized) , atau boleh jadi juga karena membela masyarakat yang
> dipersepsikan termarjinalkan itu memang "rewarding". Tentu maksud saya
> adalah cepat mendapatkan apresiasi, dukungan oleh yang kuat, dan yang lebih
> khusus cepat menemukan pahala duniawinya (beasiswa, dukungan dana, media
> suppot, dll).
>
> Kebebasan beragama bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Jauh sebelum
> dunia barat berkoar untuk jaminan kebebasan beragama, Islam sejak 15 abad
> silam sudah menjamin dengan ayat Al Quran, hadits maupun praktek-praktek
> Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Sehingga pemberian kebebasan beragama
> dalam tatanan masyarakat Muslim adalah "religiously is obligatory" (secara
> agama adalah wajib). Bahkan Rasulullah mengancam untuk menjadi musuh bagi
> mereka yang menyakiti "dzimmi" (non Muslim minoritas dalam tatanan
> masyarakat Muslim.
>
> Dan Indonesia, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia telah
> membuktikan ini. Tidak ada negara di dunia ini yang memberikan posisi
> terpenting kepada warga "non majority" kecuali Indonesia . Bahkan ada
> masa-masa di mana kaum minoritas jauh lebih "teranak maniskan" ketimbang
> kaum mayoritas. Berapa jumlah menteri non Muslim di Indonesia ? Berapa
> sekjen/dirjen (eselon I) di berbagai departemen pemerintahan dan swasta di
> negara kita? Silahkan jumlah dubes/diplomat tingkat tinggi non Muslim di
> kementrian luar negeri Indonesia .
>
> Semua ini menunjukkan bahwa secara negara (state) dan pemerintahan
> (governance) Indonesia tidak membeda-bedakan warganya. Semua memiliki hak
> dan kesempatan yang sama serta memiliki hak pembelaan berdasarkan konstitusi
> negara Indonesia yang disetujui bersama. Maka, Kristen, Katolik, Hindu,
> Budha, Islam dan Kong Hu chu, dan bahkan agama-agama lainnya yang secara
> formal tidak terakui, bebas menjalankan keyakinan dan ibadahnya
> masing-masing dan dijamin secara konstitusi.
>
> Isu Ahmadiyah
>
> Ahmadiyah oleh pengikutnya diyakini sebagai agama Islam dan bukan agama
> baru. Tapi pada saat yang sama, Islam yang mereka sampaikan adalah Islam
> yang secara prinsip menyimpang dari dasar-dasar ajaran Islam yang baku . Dan
> karena perbedaan mendasar yang diakui oleh mereka inilah, warga Ahmadiyah
> tidak mungkin mau menjadi makmum di belakang Imam Muslim selain Ahmadiyah.
> Pada prinsipnya, mereka menganggap Muslim yang tidak satu kepercayaan/ iman
> dengan mereka sebagai kafir.
>
> Ada beberapa hal yang paling prinsipil dari kesesatan Ahmadiyah adalah:
>
> Pertama, bahwa meyakini bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah Nabi atau rasul yang
> menerima wahyu. Oleh karenanya, Muhammad S.A.W. bukanlah nabi dan rasul
> Allah yang terakhir (khaatam an anbiyyin).
>
> Kedua, bahwa kitab suci terakhir bukan Al Quran tapi al Kitab yang diterima
> oleh Mirza Gulam Ahmad dengan nama Tadzkirah. Kitab ini memuat ayat-ayat Al
> Quran yang diputar balik dan dicampur dengan berbagai seruan-seruan Mirza
> Gulam Ahmad.
>
> Ketiga, bahwa melaksanakan ibadah haji ke Mekah tanpa melakukannya ke kota
> suci mereka, yaitu Rabwah dan Qadiyan di India adalah haji yang kering dan
> tidak diterima. Kenyataannya, Mirza Gulam Ahmad juga tidak pernah
> menjalankan ibadah haji selama hidupnya.
>
> Keempat, bahwa bangkit melawan penjajah (Inggris) ketika itu bukan jihad
> tapi pemberontakan. Mirza Gulam juga menuliskan buku panduan jihad yang pada
> intinya mengutuk para pejuang India yang melakukan perlawanan terhadap
> penjajahan Inggris ketika itu.
>
> Kelima, Orang Ahmadiyah mempunyai perhitungan tanggal, bulan dan tahun
> sendiri. Nama bulan Ahmadiyah adalah: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4.
> Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10. Ikha' 11. Nubuwah
> 12. Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsi yang biasa mereka singkat
> dengan H.S.
>
> Dari lima perbedaan prinsipil di atas, jelas orang-orang Ahmadiyah memiliki
> keyakinan dan sistim yang berbeda dengan kaum Muslimin. Maka, ketika mereka
> mengkafirkan orang Islam (dalam pandangan mereka) adalah sangat wajar. Sebab
> memang, orang-orang Islam sejati tidak mengimani/meyakini ajaran mereka,
> sehingga wajar kalau mereka memang kafir kepada ajaran Ahmadiyah Qadiyaniah.
>
> Inti permasalahan
>
> Maka, isu Ahmadiyah bukan pada "religious freedom" atau isu kebebasan
> beragama. Melainkan isu "penodaan" agama Islam yang dianut secara luas oleh
> masyarakat setempat. Kalaulah seandainya Ahmadiyah diakui sebagai agama,
> sekte, keyakinan baru yang sama sekali tidak dikaitkan dengan ajaran Islam
> yang murni, tentu tidak akan menimbulkan permasalahan. Kejawen dan
> praktek-praktek keyakinan lokal juga kan tidak pernah selama ini
> dipermasalahkan.
>
> Maka, ketika Majelis Ulama Indonesia menfatwakan bahwa Ahmadiyah sesat dan
> melaporkan ke Kejaksaan Agung sebagai bukan ajaran Islam, mereka telah
> melakukan fungsinya sebagai pembenteng akidah umat. Yang aneh adalah jika
> ada pemutar balikan yang terjadi dalam ajaran Islam, lantas ulama diam atau
> malah mendukung. Bagi saya, ini adalah ulama yang memiliki pemikiran
> terjungkir.
>
> Namun demikian, dengan segala hak umat Islam membela akidah dan kemurnian
> ajaran agamanya, adalah tidak sama sekali dibenarkan untuk melakukan
> kekerasan-kekerasan dan pengrusakan. Prilaku kekerasan dan pengrusakan
> adalah prilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam dan tauladan Rasulullah
> SAW. Sebaliknya, justeru akan menampakkan Islam pada posisi yang semakin
> tidak menguntungkan.
>
> Akhirnya, sebagaimana saya sampaikan kepada delegasi Ahmadiyah Amerika, ada
> dua alternatif bagi mereka:
>
> Pertama, deklarasikan sendiri bahwa Ahmadiyah adalah agama baru dan bukan
> Islam, atau kedua, tetap mengaku Muslim dengan kesesatan-kesesatan tapi
> dipandang sebagai "pengacau" dan "penoda" agama orang lain.
>
> Jika alternatif kedua yang dipilih, akan sangat wajar jika nantinya timbul
> berbagai reaksi dari masyarakat yang merasa dirugikan (victimized) . Kalau
> tetap ingin tegar menghadapi reaksi-reaksi tersebut, silahkan maju tak
> gentar. Hadapi reaksi umat Islam melalui prosedur hukum dan politik yang
> ada. Toh pada akhirnya dalam dunia (what so called) demokratik saat ini,
> semua ditentukan oleh kekuatan dan kelihaian argumentasi yang dimiliki oleh
> masing-masing pihak.
>
> Yang pasti, umat Islam yang sadar akan tetap melihat "kesesatan" (baca
> kekufuran) itu selama mereka masih bertahan dengan keyakinan mereka. Semoga
> saja keputusan pemerintah melihat secara jelas permasalahan ini, sehingga
> tidak terjadi opresi kepada mayoritas atas nama membela minoritas. Lebih
> tragis lagi jika pembelaan itu hanya karena sebuah tekanan dari orang lain
> atas nama "kebebasan beragama", yang dalam konteks Ahmadiyah di Indonesia
> adalah out of context![www.hidayatullah.com]
>
> New York, 8 Januari 2008
>
> * Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi
> adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com
>
>
>  
>

Reply via email to