Tah gening......
Leres. Kuring Panuju. Masalah Ahmadiyah mah saestuna internal
muslimin. Bukan masalah negara / kebebasan beragama. Da ari masalah
kebebasan beragama tos eces pan "lakum dinnukum waliyadin".
Ieu mah kan masalah akidah anu beda.





--- In urangsunda@yahoogroups.com, adi sugara <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Altenatif terbaik bagi Ahmadiyah adalah; keluar dari Islam atau
mengakui Nabi Mummad sebagai Nabi terakhir. Jika tidak, akan terus
timbul reaksi
> 
> Oleh: M. Syamsi Ali
> 
> Hari Senin, 7 Januari kemarin, saya menerima kunjungan rombongan
pengurus Ahmadiyah USA yang tergabung dalam sebuah organisasi
Ahmadiyah Movement in Islam, Inc. Saya menerima mereka dalam kapasitas
saya mendampingi staf PTRI New York, mewakili pemerintah, untuk
mendengarkan keluhan dan uneg-uneg mereka.
> 
> Pada intinya kunjungan mereka tidak membawa sesuatu yang istimewa.
Semuanya adalah menyampaikan apa yang sudah pernah dimuat oleh
berbagai media massa tentang (isu) kekerasan-kekerasan yang dialami
oleh warga Ahmadiyah di beberapa daerah di Indonesia seperti Parung,
Bogor , Padang , dll. Pada intinya, mereka mengutuk
peristiwa-persitiwa tersebut dan mendesak pemerintah RI untuk membawa
pelakunya ke meja hijau.
> 
> Rupanya beberapa anggota pengurus Ahmadiyah, tanpa saya sadari,
sudah mengenal saya. Mereka mengenal saya dari acara Pre- Ramadan
Conference di kepolisian New York setiap menjelang Ramadan. Saya
kebetulan memang seringkali menjadi salah seorang pembicara pada acara
tersebut, yang juga dihadiri oleh perwakilan Ahmadiyah yang juga
dianggap Muslim oleh kepolisian New York 
> 
> Setelah basa basi ala diplomat, pembicaraan menjurus kemudian kepada
(isu) kekerasan-kekerasan yang dialami oleh warga Ahmadiyah di
Pakistan. Perlu diketahui, Ahmadiyah adalah pergerakan yang secara
institusi terlarang di Pakistan dan pengikutnya tidak dianggap bagian
dari masyarakat Muslim. Tegasnya, mereka dengan keyakinannya yang
keluar dari Al-Quran dan As Sunnah dianggap keluar dari agama Islam
dan karenanya dianggap non Muslim minoritas.
> 
> Penetapan warga Ahmadiyah di Pakistan sebagai non Muslim justeru
dilakukan oleh pemerintahan yang tidak berafiliasi ke Islam ketika
itu, yaitu pemerintahan Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto, ayah
mendiang Benazir Bhutto, pada tahun 1974. Keputusan tegas dan besar
ini terjadi hanya setahun setelah Zulfikar Ali Bhutto menduduki
jabatannya sebagai PM Pakistan. Sejak itu pula Ahmadiyah di Pakistan
merupakan organisasi terlarang, tapi pengikutnya tetap bebas
menjalankan keyakinannya secara pribadi-pribadi.
> 
> Sebenarnya, sejak awal mendengarkan mereka, hati saya sudah hampir
memberontak. Pasalnya, sejak semula mereka secara tidak langsung
menuduh ulama-ulama Indonesia sebagai radikal (dengan istilah mullah)
dan melanggar HAM. Lebih dari itu, dengan membandingkan antara
kejadian-kejadian di Pakistan dan Indonesia, mereka seolah menuduh
bahwa pemerintah Indonesia mengabaikan HAM dan bahkan ikut mendukung
kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh apa yang disebutnya sebagai
anggota radikal dari komunitas Muslim Indonesia.
> 
> Puncaknya ketika mereka menuduh ulama-ulama Pakistan, termasuk Abu
A'la Maududi, sebagai ulama-ulama pembunuh dan menganjurkan
pengikutnya untuk membunuh orang-orang Islam lainnya yang tidak
sejalan dengan idiologi mereka. Ternyata mereka sudah memiliki
cuplikan-cuplikan yang diambil dari berbagai sumber mengenai mereka.
Setelah saya perhatikan seraya beradu argumentasi, saya temukan bahwa
cuplikan-cuplikan yang mereka pegangi untuk menyerang para ulama sunni
itu diambil sepotong-sepotong dan ditafsirkan secara salah untuk
membenarkan argumentasi mereka.
> 
> Pada akhirnya, pertemuan itu tidak lagi bercirikan diplomasi tapi
cukup memanas dengan argumentasi keagamaan dan rasionalitas. Dari
semua argumentasi yang mereka berikan, hanya satu hal dapat diterima.
Yaitu bukankah semua manusia memiliki hak untuk mengikuti keyakinan
masing-masing? Dengan kata lain, kata kunci "religious freedom"
menjadi satu-satunya alasan yang dipakai untuk membela eksistensi mereka.
> 
> Isu kebebasan beragama
> 
> Akhir-akhir ini memang cukup banyak tokoh Muslim yang tiba-tiba
tampil menjadi "champion of religious freedom". Mungkin mereka ikhlas
membela apa yang dipersepsikan oleh umum, khususnya barat, sebagai
masyarakat lemah (marginalized) , atau boleh jadi juga karena membela
masyarakat yang dipersepsikan termarjinalkan itu memang "rewarding".
Tentu maksud saya adalah cepat mendapatkan apresiasi, dukungan oleh
yang kuat, dan yang lebih khusus cepat menemukan pahala duniawinya
(beasiswa, dukungan dana, media suppot, dll).
> 
> Kebebasan beragama bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Jauh
sebelum dunia barat berkoar untuk jaminan kebebasan beragama, Islam
sejak 15 abad silam sudah menjamin dengan ayat Al Quran, hadits maupun
praktek-praktek Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Sehingga pemberian
kebebasan beragama dalam tatanan masyarakat Muslim adalah "religiously
is obligatory" (secara agama adalah wajib). Bahkan Rasulullah
mengancam untuk menjadi musuh bagi mereka yang menyakiti "dzimmi" (non
Muslim minoritas dalam tatanan masyarakat Muslim.
> 
> Dan Indonesia, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia
telah membuktikan ini. Tidak ada negara di dunia ini yang memberikan
posisi terpenting kepada warga "non majority" kecuali Indonesia .
Bahkan ada masa-masa di mana kaum minoritas jauh lebih "teranak
maniskan" ketimbang kaum mayoritas. Berapa jumlah menteri non Muslim
di Indonesia ? Berapa sekjen/dirjen (eselon I) di berbagai departemen
pemerintahan dan swasta di negara kita? Silahkan jumlah dubes/diplomat
tingkat tinggi non Muslim di kementrian luar negeri Indonesia .
> 
> Semua ini menunjukkan bahwa secara negara (state) dan pemerintahan
(governance) Indonesia tidak membeda-bedakan warganya. Semua memiliki
hak dan kesempatan yang sama serta memiliki hak pembelaan berdasarkan
konstitusi negara Indonesia yang disetujui bersama. Maka, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, Islam dan Kong Hu chu, dan bahkan agama-agama
lainnya yang secara formal tidak terakui, bebas menjalankan keyakinan
dan ibadahnya masing-masing dan dijamin secara konstitusi. 
>  
> Isu Ahmadiyah
> 
> Ahmadiyah oleh pengikutnya diyakini sebagai agama Islam dan bukan
agama baru. Tapi pada saat yang sama, Islam yang mereka sampaikan
adalah Islam yang secara prinsip menyimpang dari dasar-dasar ajaran
Islam yang baku . Dan karena perbedaan mendasar yang diakui oleh
mereka inilah, warga Ahmadiyah tidak mungkin mau menjadi makmum di
belakang Imam Muslim selain Ahmadiyah. Pada prinsipnya, mereka
menganggap Muslim yang tidak satu kepercayaan/ iman dengan mereka
sebagai kafir.
> 
> Ada beberapa hal yang paling prinsipil dari kesesatan Ahmadiyah adalah:
> 
> Pertama, bahwa meyakini bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah Nabi atau
rasul yang menerima wahyu. Oleh karenanya, Muhammad S.A.W. bukanlah
nabi dan rasul Allah yang terakhir (khaatam an anbiyyin).
> 
> Kedua, bahwa kitab suci terakhir bukan Al Quran tapi al Kitab yang
diterima oleh Mirza Gulam Ahmad dengan nama Tadzkirah. Kitab ini
memuat ayat-ayat Al Quran yang diputar balik dan dicampur dengan
berbagai seruan-seruan Mirza Gulam Ahmad.
> 
> Ketiga, bahwa melaksanakan ibadah haji ke Mekah tanpa melakukannya
ke kota suci mereka, yaitu Rabwah dan Qadiyan di India adalah haji
yang kering dan tidak diterima. Kenyataannya, Mirza Gulam Ahmad juga
tidak pernah menjalankan ibadah haji selama hidupnya.
> 
> Keempat, bahwa bangkit melawan penjajah (Inggris) ketika itu bukan
jihad tapi pemberontakan. Mirza Gulam juga menuliskan buku panduan
jihad yang pada intinya mengutuk para pejuang India yang melakukan
perlawanan terhadap penjajahan Inggris ketika itu.
> 
> Kelima, Orang Ahmadiyah mempunyai perhitungan tanggal, bulan dan
tahun sendiri. Nama bulan Ahmadiyah adalah: 1. Suluh 2. Tabligh 3.
Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10.
Ikha' 11. Nubuwah 12. Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsi yang
biasa mereka singkat dengan H.S.
> 
> Dari lima perbedaan prinsipil di atas, jelas orang-orang Ahmadiyah
memiliki keyakinan dan sistim yang berbeda dengan kaum Muslimin. Maka,
ketika mereka mengkafirkan orang Islam (dalam pandangan mereka) adalah
sangat wajar. Sebab memang, orang-orang Islam sejati tidak
mengimani/meyakini ajaran mereka, sehingga wajar kalau mereka memang
kafir kepada ajaran Ahmadiyah Qadiyaniah.
> 
> Inti permasalahan
> 
> Maka, isu Ahmadiyah bukan pada "religious freedom" atau isu
kebebasan beragama. Melainkan isu "penodaan" agama Islam yang dianut
secara luas oleh masyarakat setempat. Kalaulah seandainya Ahmadiyah
diakui sebagai agama, sekte, keyakinan baru yang sama sekali tidak
dikaitkan dengan ajaran Islam yang murni, tentu tidak akan menimbulkan
permasalahan. Kejawen dan praktek-praktek keyakinan lokal juga kan
tidak pernah selama ini dipermasalahkan. 
> 
> Maka, ketika Majelis Ulama Indonesia menfatwakan bahwa Ahmadiyah
sesat dan melaporkan ke Kejaksaan Agung sebagai bukan ajaran Islam,
mereka telah melakukan fungsinya sebagai pembenteng akidah umat. Yang
aneh adalah jika ada pemutar balikan yang terjadi dalam ajaran Islam,
lantas ulama diam atau malah mendukung. Bagi saya, ini adalah ulama
yang memiliki pemikiran terjungkir.
> 
> Namun demikian, dengan segala hak umat Islam membela akidah dan
kemurnian ajaran agamanya, adalah tidak sama sekali dibenarkan untuk
melakukan kekerasan-kekerasan dan pengrusakan. Prilaku kekerasan dan
pengrusakan adalah prilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam dan
tauladan Rasulullah SAW. Sebaliknya, justeru akan menampakkan Islam
pada posisi yang semakin tidak menguntungkan.
> 
> Akhirnya, sebagaimana saya sampaikan kepada delegasi Ahmadiyah
Amerika, ada dua alternatif bagi mereka:
> 
> Pertama, deklarasikan sendiri bahwa Ahmadiyah adalah agama baru dan
bukan Islam, atau kedua, tetap mengaku Muslim dengan
kesesatan-kesesatan tapi dipandang sebagai "pengacau" dan "penoda"
agama orang lain.
> 
> Jika alternatif kedua yang dipilih, akan sangat wajar jika nantinya
timbul berbagai reaksi dari masyarakat yang merasa dirugikan
(victimized) . Kalau tetap ingin tegar menghadapi reaksi-reaksi
tersebut, silahkan maju tak gentar. Hadapi reaksi umat Islam melalui
prosedur hukum dan politik yang ada. Toh pada akhirnya dalam dunia
(what so called) demokratik saat ini, semua ditentukan oleh kekuatan
dan kelihaian argumentasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak. 
>  
> Yang pasti, umat Islam yang sadar akan tetap melihat "kesesatan"
(baca kekufuran) itu selama mereka masih bertahan dengan keyakinan
mereka. Semoga saja keputusan pemerintah melihat secara jelas
permasalahan ini, sehingga tidak terjadi opresi kepada mayoritas atas
nama membela minoritas. Lebih tragis lagi jika pembelaan itu hanya
karena sebuah tekanan dari orang lain atas nama "kebebasan beragama",
yang dalam konteks Ahmadiyah di Indonesia adalah out of
context![www.hidayatullah.com]
> 
> New York, 8 Januari 2008
> 
> * Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York.
Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com
>


Kirim email ke