Aksara Daerah Perlu Dihidupkan Lagi
Kamis, 07 Agustus 2008 , 00:07:00

BANDUNG, (PRLM).- Hasil kajian filolog terhadap naskah kuno Nusantara
harus didukung disiplin ilmu lain. Hal itu penting karena isi teks
naskah sebagai hasil pola pikir masyarakat masa lalu sesungguhnya
mengandung banyak hal kontekstual yang dapat dimanfaatkan masyarakat
masa kini.


Contohnya, hasil kajian naskah kuno yang berisi tentang fitoterapi
harus didukung disiplin ilmu kedokteran. Sehingga, khazanah
obat-obatan tradisional masa lalu yang disampaikan dalam naskah kuno
dapat digunakan dunia kedokteran dan obat-obatan masa kini. Itulah
salah satu hasil rekomendasi Simposium Internasional Pernaskahan
Nusantara (SIPN) XII di Saung Angklung Udjo yang ditutup Rabu (6/8)
malam.


Dalam rekomendasinya, para filolog juga sepakat untuk menghidupkan
kembali aksara daerah. Mengingat bahasa daerah merupakan bahasa yang
digunakan dalam naskah kuno Nusantara. Bahasa daerah ini meliputi
bahasa Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Melayu, dan lainnya.


Rekomendasi berikutnya adalah membuka laman (website) Masyarakat
Pernaskahan Nusantara (Manassa). Laman ini bertujuan untuk
menyosialisasikan naskah kuno kepada masyarakat global. Selain itu,
juga sebagai upaya inventarisasi dan pendokumentasian hasil-hasil
kajian anggota Manassa.


"Diharapkan, dengan adanya dukungan disiplin ilmu lain, kemudian
disebarluaskan di dunia maya, kekayaan isi naskah kuno hasil kajian
para filolog yang selama ini cenderung dianggap masa lalu, dapat
bermanfaat bagi kehidupan masa kini," ujar Dr. Omman Faturahman. Ia
adalah Ketua Manassa periode 2008-2011 yang terpilih pada Munas
Manassa yang diselenggarakan semalam sebelumnya.


Munas Manassa merupakan bagian dari kegiatan SIPN XII. Munas ini
diikuti para filolog dari berbagai perguruan tinggi se-Nusantara.
Termasuk filolog dari Malaysia, Brunei Darussalam, Belanda, dll.

Menanggapi bergulirnya kasus penjualan naskah kuno kepada pihak asing,
Omman mengatakan, hal itu sangat memprihatinkan. Bukan hanya terjadi
di Cirebon, tetapi juga Madura, Aceh, dan banyak tempat lainnya.


Di Aceh, kata dia, pemilik naskah berusaha menjual naskah tersebut
kepada pemerintah setempat melalui museum, tetapi ditolak dengan
alasan tidak ada anggaran. Hal sama terjadi di Cirebon.


"Makanya, pemerintah jangan merasa kebakaran jenggot kalau tiba-tiba
ada naskah yang dijual ke luar negeri. Karena, di kita tidak ada
anggaran yang jelas untuk itu," ujarnya.
Bahkan, dia mengatakan, kadang ada positifnya naskah kuno Indonesia
berada di luar negeri dibandingkan dengan di dalam negeri. Karena, di
dalam negeri belum ada dana untuk perawatan sehingga terancam rusak.


Omman juga mengatakan, naskah kuno yang sudah berada di luar negeri
sangat sulit kembali ke Indonesia. Manassa dengan Dr. Fansen di Jerman
membuat suatu kegiatan agar naskah dari luar negeri bisa kembali ke
Indonesia walaupun bukan berbentuk naskah asli tetapi dalam bentuk
digital file.


"Kita harus bersyukur karena naskah yang berada di negeri lain dapat
di rawat dengan baik," kata dia. Pemerintah, kata Omman, harusnya
belajar dari negeri lain seperti Malaysia, Inggris, dan Jerman untuk
menyediakan bujet yang jelas dalam pemeliharaan naskah.
(A-148/A-147)***

Citation: http://pikiran-rakyat.com/index.php?mib=news.detail&id=26653

Reply via email to