saha tea ua haji nu janten petualang sagala bidang teh ?



________________________________
From: H Surtiwa <surt...@gmail.com>
To: urangsunda@yahoogroups.com
Sent: Friday, January 9, 2009 1:05:23 PM
Subject: Re: [Urang Sunda] Gubernur Jabar Ngalarang Aparatur Daerah Rapat di 
Hotel


Slogan "hirup teh perjalaan" sae pisan, kanggo pribadi2 dinamis.  Tapi kumaha 
mun gaduh Capres bener2 Petualang disagala bidang ? naha nasib rakyat rek 
dikorbankeun demi petualangan ?


On 1/9/09, tantan hermansah <sariak.layung@ gmail.com> wrote: 
Dari pada mendukung capres yang slogan kampanyenya: HIDUP ADALAH PERBUALAN", 
Mending dukung Agus dengan slogannya: Hidup adalah Perjalanan.

Salam
tantan



Agustinus Wibowo 
Agus: Karena Hidup Ini Adalah Perjalanan.. .

"HIDUP ini adalah sebuah perjalanan. Kita tidak tahu kapan perjalanan hidup 
kita akan selesai. Begitu pula saya tidak tahu kapan petualangan saya ini akan 
berakhir. Yang saya tahu, saya masih ingin terus melanjutkan petualangan saya. 
Masih ada banyak tempat yang ingin saya kunjungi," ujar Agustinus Wibowo dalam 
sebuah perbincangan. 
Ketika tulisan ini dibuat, Agus, begitu biasa ia disapa, sedang menetap 
sementara di Afghanistan. Ia telah hampir tiga tahun melakukan perjalanan tanpa 
jeda melalu jalur darat melintasi Asia Selatan dan Tengah. Ia sedang melakukan 
"misi pribadinya" keliling Asia, bagian dari cita-citanya keliling dunia. 
Perjalanannya dimulai dari Stasiun Kereta ApiBeijing, China pada tanggal 31 
Juli 2005. Dari negeri tirai bambu itu ia naik ke atap duniaTibet, menyeberang 
ke Nepal, turun ke India, kemudian menembus ke barat, masuk ke Pakistan, 
Afghanistan, Iran, berputar lagi ke Asia Tengah, diawali Tajikistan, kemudian 
Kyrgyzstan, Kazakhstan, hingga Uzbekistan dan Turkmenistan. Ribuan kilometer 
yang dilaluinya ia tempuh dengan berbaga macam alat transportasi seperti kereta 
api, bus, truk, hingga kuda, keledai dan tak ketinggalan jalan kaki.

"Saya menghindari perjalanan dengan pesawat. Perjalanan udara menghalangi saya 
menyerap saripati tempat-tempat yang saya kunjungi. Menyatu dengan budaya 
setempat, menjalin persahabatan dengan banyak orang di tiap tempat, merasakan 
kehidupan masyarakat di suatu tempat adalah hal-hal yang tidak mungkin saya 
dapatkan jika saya menggunakan pesawat terbang. Selain itu, uang saya tidak 
cukup untuk tiap kali naik pesawat..hehehe. .." terangnya.
Agus adalah seorang petualang, pengembara, musafir, seorang backpaker sejati. 
Bagi banyak orang, aktivitas travelling murah sebagai seorang bakckpaker adalah 
hobi. Bagi Agus menjadi backpaker adalah hidupnya, napasnya setiap hari. 
Ia memulai perjalanannya dengan bekal 2.000 dolar AS hasil tabungannya selama 
kuliah di Universitas Tshinghua, Beijing, Cina. Ketika duitnya habis ia akan 
menetap sementara di suatu tempat, bekerja serabutan guna mengumpulkan duit 
lagi dan kembali melanjutkan perjalanan. 
"Kebetulan saya suka fotografi. Saya menjual foto-foto saya dan menulis tentang 
tempat-tempat yang saya kunjungi untuk saya jual ke beberapa media di China, 
Singapura dan Indonesia. Selain itu saya bekerja serabutan sebagai apa saja 
untuk bertahan hidup," tuturnya.
***
Agustinus Wibowo lahir di Lumajang, Jawa Timur, tahun 1981 sebagaiputra pertama 
pasangan Chandra Wibowo dan Widyawati. Lulus dari SMU 2 Lumajang ia melanjutkan 
kuliah di Jurusan Informatika Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya 
(ITS). Hanya satu semester ia di ITS, sebelum memutuskan pindah kuliah ke 
Fakultas Komputer Universitas Tshinghua, Beijing, universitas paling ternama di 
daratan Tiongkok. 
Sejak kecil ia sudah menyimpan harapan untuk berkelana ke negeri-negeri jauh. 
Waktu SD gurunya pernah bertanya tentang cita-citanya. Dengan polos dia 
menjawab ingin jadituris. Gurunya bilang kalau turis itu bukan pekerjaan, bukan 
cita-cita. Tapi, Agus terus menyimpan mimpi masa kecilnya itu.
Di Lumajang ia tumbuh sebagai anak rumahan, lebih senang menghabiskan waktunya 
di kamar membaca buku. Jika harus keluar rumah ia memanggil becak. "Dulu saya 
ini malas banget jalan siang-siang, panas. Bahkan, untuk pergi 400 meter saja 
saya pasti naik becak," aku dia.
Semua itu telah berubah. Ia telah mewujudkan mimpinya menjadi seorang "turis". 
Anak manis yang malas bertemu panas matahari telah menjadi anak kehidupan yang 
tidur berselimut debu jalanan. "Saya berubah dari seorang kutu buku tidak 
berguna menjadi seorang musafir yang tahan banting. Perjalanan mengajarkan saya 
tentang warna-wani hidup, ragam budaya dan manusia. Perjalanan ini juga 
memaparkan pada saya bahwa dunia tidak seindah yang kita impikan. Hidup ini 
cantik sekaligus buruk rupa, bahagia sekaligus muram, berwarna sekaligus 
kelabu. Saya belajar untuk tidak mengeluh dan belajar untuk selalu bersyukur 
atas segala hal yang saya terima setiap hari," ujarnya.
Semua perubahan itu dimulai pada tahun 2002. Saat itu, seorang temannya di 
Tsinghua menantangnya untuk "backpack" ke Mongolia. Kebetulan pada saat yang 
sama ia terinspirasi oleh seorang teman lainnya, cewek Jepang, yang pernah 
keliling Asia Tenggara sendirian selama enam bulan. Ia begitu terkagum-kagum 
ketika si cewek Jepang-nya itu bercerita bahwa selama perjalanan ia bertahan 
hidup dan berkomunikasi menggunakan "bahasa tarzan" karena sama sekali tidak 
bisa bahasa Inggris, apalagi bahasa negara-negara ASEAN. 
"Waktu itu saya begitu terpesona oleh cerita petualangan teman Jepang saya ini. 
Petualangan yang wah, berani, dan penuh tantangan. Saya jadi bertanya sendiri, 
kapan saya bisa begitu? Maka ketika ada teman yang mengajak saya pergi ke 
Mongolia saya langsung mengiyakan," tuturnya.
Ternyata, Agus tidak pernah bisa menghentikan langkahnya sejak saat itu. 
"Semakin sering saya travelling sebagai backpaker, semakin dalam keingintahuan 
saya tentang hal-hal baru di dunia ini. Tidak hanya sebagai penonton, tapi 
terlibat sepenuhnya dengan seluruh pengalaman perjumpaan dengan masyarakat dan 
kebudayaannya. Dunia ini tidak seluas daun kelor. Ada banyak kehidupan lain di 
luar sana dan ada banyak kebajikan yang kita tidak pernah tahu sebelumnya," 
jelas Agus yang karena perjalanannya telah menguasai bahasa Hindi, Urdu, Farsi, 
Rusia, Tajik, Kirghiz, Uzbek, Turki, dan sekarang dalam proses menguasai bahasa 
Arab, Armenia, dan Georgia. Selain itu, ia fasih bahasa Inggris, Mandarin, 
Indonesia dan tentu saja bahasa Jawa.
Kemampuannya menguasai berbagai bahasa ini pernah membuatnya hampir cilaka. 
Suatu waktu di Afghanistan polisi setempat mencurigai dirinya sebagai seorang 
teroris dari Pakistan. Tiba-tiba, tanpa sebab dan alasan, sekelompok polisi 
memukulinya dengan garang. Spontan ia berteriak dan memaki. Namun sial, yang 
keluar dari mulutnya adalah bahasa Urdu. "Seharusnya saya ngomong dalam bahasa 
Inggris, tapi waktu itu spontan yang keluar bahasa Urdu," cerita dia. Urdu, tak 
lain dan tak bukan, adalah bahasa nasional Pakistan.
Tidak cuma sekali dua kali Agus mengalami kejadian-kejadian naas seperti itu. 
Seorang pengelana mau tidak mau harus berteman dengan marabahaya. Anak mami 
yang bertahun-tahun hidup dalam kehangatan keluarga itu telah berulangkali 
ditangkap polisi, ditahan agen rahasia, dipukul preman, diserang perampok, dan 
bersahabat dengan rasa lapar. Ia pernah putus asa karena kameranya rusak total 
dan uang bekalnya dicuri orang. Yang paling buruk, karena sembarangan menginap 
di rumah orang ia pernah salah mampir di rumah pelaku kriminal. 
Apakah orang tuamu tidak khawatir Gus? O, tentu saja sangat khawatir. Ia ingat 
betul pada perjalanan pertamanya ke Mongolia tahun 2002. Setelah tiga minggu di 
Mongolia ia menelepon ke rumah dan ibunya menjerit begitu medengar suaranya. 
Tahun 2003 ia terobsesi mengunjungi Afghanistan. Mendengar nama negara itu saja 
orang sudah bergidik ngeri karena bayang-bayang kekerasan perang yang tiada 
henti di sana. Agus pun pergi diam-diam tanpa memberitahu orangtuanya, menuju 
negeri yang identik dengan darah, Taliban, dan perang. Tapi, toh mereka tahu 
juga tentang "perjalanan gelapnya" ini. Sekembalinya dari Afghanistan, ia 
dimarahi habis-habisan oleh ibunya. 

"Tapi itu dulu, sekarang mereka sudah mulai mengerti. Ayah saya akhirnya malah 
bangga memiliki putra seorang pengembara. Tapi, saya tahu di lubuk hati yang 
paling dalam mereka berharap suatu saat nanti saya kembali ke Indonesia, 
menetap dan hidup normal di sana. Mmmm.....bagian itu, saya belum bisa 
menjawabnya saat ini," katanya. 
***
Bagi Agus, pada batas tertentu, travelling tidak lagi sekadar menikmati 
keindahan pantai, kesejukan udara pengunungan atau kemewahan spa di hotel 
berbintang. Bagian terbaik dari travelling adalah ketika kita menemukan apa 
yang disebutnya sebagai 'seni mengembara'. 

"Itu adalah ketika kita tidak lagi menjadi diri kita sendiri, ketika kita 
kehilangan identitas kita, masa lalu kita, ikatan norma masyarakat yang selama 
ini mengikat kita, dan pada akhirnya lepas dari jerat-jerat yang selama ini 
memasung jiwa kita. Kita menjadi terbuka pada kehidupan dan menerima apa yang 
diajarkan oleh kehidupan pada kita. Ketikasampai pada titik ini, kita akan 
melihat dunia dengan mata hati yang baru," tuturnya bijak. 

"Bahkan di negeri-negeri terpencil dan terbelakang seperti lekukan gunung 
Afghanistan dan padang pasir Pakistan, ada kebijaksanaan maha tinggi yang bisa 
dikisahkan orang-orang dari pedalaman yang terlupakan dunia," tambah dia lagi.
Masih di jalanan dia sekarang, entah sampai kapan. "Cita-cita saya mencapai 
Afrika Selatan dengan menempuh perjalanan darat, kalau memungkinkan seratus 
persen, melintasi Kaukasus, Eropa Timur, Timur Tengah, dan Afrika Barat," 
ucapnya. 

Di pelosok bumi sana, ada negeri-negeri yang hampir tak pernah kita dengar. 
Abkhazia, Transdniestr, Ossetia, Nagorno Karabakh. Negara-negara itulah yang 
menjadi obsesi Agus. Sampai kapan perjalanan ini akan terus berlangsung? "Tidak 
tahu. Saya tidak memberi batas waktu, dan biarlah perjalanan ini mengalir 
begitu saja," ungkapnya.
Di Kolom Petualang di Rubrik Travel kompas.com ini Agus menyajikan secuplik 
kisah perjalanannya melintasi Asia Tengah, yaitu negara-negara yang semuanya 
berakhiran 'stan', mulai dari Tajikistan, Kyrgyzstan, Kazakhstan, Uzbekistan, 
hingga Turkmenistan. Kita mungkin merasa asing membaca kisah tentang 
tempat-tempat terpencil yang tertutup gunung dan tidak pernah disebut-sebut 
dalam peta dunia. Di sana Agus telah menginjakkan kakinya. Nantikan kisah 
petualangannya. .... 
 


      

Kirim email ke