Eleh narik kitu Islam Myanmar ku Islam Palestina...?
On 1/10/09, waluya2006 <waluya2...@yahoo.co.id> wrote: > > Saliwatan kuring nempo dina TV, yen di Sabang Aceh aya nelayan > Myanmar (Birma) "terdampar". Nempo beja eta, ah biasa we, da > pamayang (nelayan) terdampar mah hal nu lumrah. Ngan nu rada aneh na > loba-loba teuing eta nelayan nu terdampar teh, da biasana mah nu > ngala lauk make parahu tradisional, nelayanna paling loba oge 10 > urang. Eta oge lamun kapal gede, lain parahu nu make mesin ukur 10 > PK. > > Ari singhoreng maranehna teh lain pamayang, tapi pangungsi ti > Myanmar, nu kabur ti nagarana. Maranehna minoritas Muslim nu asalna > ti tapel wates Myanmar jeung Bangla Desh. Saperti dibejakeun dina > Kompas dihandap ieu. Anehna beja "pangungsi" ieu teu dibejakeun ku > warta TV, ukur disebut nelayan Birma kasasab .... > > Kumaha atuh? Ieu mah malah di nagara urang sorangan. Meureun ari > keur pamarentah mah "heurin ku letah", maklum Myanmar anggota > ASEAN. Keur media, lain beja nu "menarik", atuh keur organisasi > massa ...ah ieu mah lain KOMODITI keur narik massa ...ha33x > > Nyanggakeun wartosna: > > JALAN PANJANG MENUJU KESELAMATAN > (Sumber: Kompas, 9 Januari 2009) > > Imam Husen (34) mengatupkan kedua telapak tangannya dan meletakkan di > dada. Mulutnya melafalkan Surat Yasin dengan perlahan dan suara > lirih. Dari kedua sudut matanya menetes air mata. > > Imam Husen adalah salah seorang dari 193 warga Myanmar yang selamat > sampai perairan Indonesia. Berkat dua nelayan Desa Ie Meulee - > Sukajaya, Sabang, Ujang dan Nurdin, perahu layar yang digunakan para > pelarian asal Myanmar bisa bersandar dengan selamat di Dermaga > Pangkalan TNI Angkatan Laut, Sabang, Rabu (7/1) siang. > > Ujang (37) menuturkan, semula ia takut melihat para penumpang kapal > tersebut. Ia mengira mereka perompak. "Tapi setelah mereka > menggunakan bahasa isyarat yang menyatakan kehausan dan kelaparan, > saya berani mendekat. Seluruh perbekalan saya berikan pada mereka," > katanya. > > Keduanya lantas menarik perahu yang berisi ratusan orang asal Myanmar > dan Bangladesh menuju Kota Sabang. > > Kekerasan > > Imam Huen dengan bahasa inggris patah - patah menjelaskan, dirinya > bersama ratusan orang asal wilayah Mondu, Myanmar, melarikan diri > karena tidak tahan kekerasan yang dilakukan junta militer. Selain > itu, kaum Muslim yang merupakan minoritas dalam struktur masyarakat > Myanmar dianiaya oleh junta militer dan masyarakat mayoritas. > > Husen menuturkan, wilayah tempat tinggal mereka dekat dengan > perbatasan Myanmar dan Bangladesh. Bahasa sehari - hari yang mereka > gunakan bahasa Urdu yang berbeda dengan bahasa mayoritas rakyat > Myanmar. > > Husen menuturkan, ratusan pelarian asal Myanmar meninggalkan negara > itu awal Desember. Ada empat kapal layar, satu diantaranya berisi > anak - anak dan kaum perempuan, berlayar menuju Malaysia dan negara - > negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. > > "Pakistan, Afganistan, Saudi Arabia, Indonesia, Malaysia. Muslim. > Yes", katanya lirih. > > Dalam perjalanan, mereka sempat singgah dan masuk e perairan > Thailand. Namun, mereka diusir oleh Armada Angkatan Laut > Thailand. "Kami dipukuli, bahkan ada yang ditusuk senjata tajam," > katanya. > > Husen menunjuk teman sekapalnya, Qadir, yang dianiaya tentara > Thailand. Luka tusukan benda tajam masih terlihat jelas. > > Menurut dr. Togu Siburian, anggota tim medis RSUD Kota Sabang, para > pengungsi banyak mengalami trauma karena kekerasan benda tumpul. > > Ajijullah, salah seorang pelarian juga menuturkan hal yang > sama. "perahu kami diusir dan kami dipukuli oleh anggota Angkatan > Laut Thailand saat mengisi bahan bakar dan tambahan logistik," > katanya. > > Kapal berukuran panjang sekitar 10 meter dengan lebar empat meter > yang mereka tumpangi hanya bermesin dengan kapasitas 16 PK. Dua > layar yang mereka gunakan sudah banyak berlubang. > > Para pengungsi yang ditempatkan di lapangan Pangkalan Angkata Laut > Sabang sebenarnya ingin bercerita banyak tentang penderitaan selama > tinggal di Myanmar dan perjalanan panjang mereka. Namun, aparat > keamanan di Sabang melarang mereka melakukan kontak fisik dan kontak > suara dengan para wartawan. > > Padahal, mereka hanya ingin bebas dari penyiksaan dan tinggal di > wilayah yang mampu menjamin keselamatan kecil mereka. > > >