Aya surat pembaca dina Korantempo nu nanyakeun naon maksudna jeung manfaatna walikota Depok masang baliho nu eusina rahayat kudu dahar make leungeun katuhu? Heuheuheu, ay-aya wae, Walikota Depok siga almarhum kolot kuring baheula, anak-anakna kudu barang dahar make leungeun katuhu teu meunang make leungeun kenca. Sabalikna lamun asup ka WC kudu suku kenca heula nu ngalengkah, oge bebersih kudu make leungeun kenca. Tapi pas kaluar ti WC ngalengkah kudu suku katuhu ......
Nyanggakeun Surat Pembacana: Baliho Wali Kota Depok http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/28/Opini/krn.20090128.155042.\id.html Semalam, ketika saya melintas di Jalan Margonda, Depok (pertigaan menuju Sawangan), saya melihat baliho berukuran besar "mengiklankan" satu kampanye Wali Kota Depok yang saya betul-betul tidak mengerti apa maksud dan tujuannya. Gambar baliho itu berupa foto sang Wali Kota dengan latar belakang foto para bapak-bapak yang sedang makan memakai sendok-garpu, dengan tulisan besar yang intinya "kembalikan jati diri bangsa, mari budayakan makan dan minum dengan tangan kanan". Saya hanya orang biasa yang tidak sengaja lewat dan membaca tulisan di baliho tersebut. Tapi apakah tidak ada hal lain yang lebih penting untuk dikampanyekan daripada sekadar menyuruh rakyat makan dan minum dengan tangan kanan (yang notabene rakyat Indonesia pun kecuali yang kidal sudah melakukannya)? Ajakan untuk membuang sampah di tempat sampah, tertib berlalu-lintas, menjaga kebersihan, atau ajakan untuk tertib antre lebih berarti untuk terus didengungkan. Mahal untuk beriklan sebesar itu, di tempat yang sestrategis itu, sehingga seharusnya hal yang dikampanyekan pun merupakan hal-hal yang sifatnya penting. Ini hanya pendapat saya. Tapi kalau saya boleh menyarankan, jangan buang- buang uang "if it's not worth the money". Rakyat masih banyak yang hidup kekurangan, dan pemerintah malah mengurusi apakah rakyatnya makan dan minum dengan tangan kanan. Tolonglah untuk lebih punya sensitivitas terhadap apa yang benar-benar dibutuhkan rakyat. Dewi Depok