Penggantian Bahasa Sunda tidak Bisa Dipaksakan Kadisdik, "Bukan Penghapusan Bahasa Sunda"
BANDUNG, (PR).- Sekjen Paguyuban Pasundan yang juga Rektor Universitas Pasundan Prof. Didi Turmudzi mengatakan, Jawa Barat sebenarnya memiliki tiga subkultur dengan tiga bahasa daerahnya. Dengan begitu, sejumlah daerah seperti Bekasi dan Depok yang memiliki subkultur Betawi-Melayu, memang tidak bisa dipaksakan untuk mempelajari bahasa Sunda, yang merupakan subkultur Priangan seperti halnya Cirebon dengan bahasa Cirebonannya. Pernyataan Didi ini terkait niat Gubernur Jawa Barat, yang akan mengganti pelajaran bahasa Sunda di beberapa daerah seperti Bekasi, Tangerang, dan Depok dengan pelajaran bahasa Melayu Betawi di sekolah-sekolah. "Akan tetapi, sebelum kebijakan ini diberlakukan, harus ada pembicaraan dulu dengan semua komponen masyarakat, termasuk juga dengan gubernur. Dengan begitu bisa diambil langkah yang terbaik, karena menghapus pelajaran bahasa Sunda juga kurang baik. Sebab, hal itu berarti satu pengecilan wilayah kebudayaan," kata Didi, yang ditemui di sela-sela Sosialisasi dan Simulasi Asean Charter di Gedung Merdeka, Jln. Asia Afrika Bandung, Senin (9/2). Didi menjelaskan, kebhinekaan di Jawa Barat harus tetap diakui. "Akan berat, kalau dipaksakan sama semua dengan bahasa Sunda. Walaupun bahasa Sunda ini, sebenarnya bisa menjadi nilai tambah bagi masyarakat di sana, tetapi jangan menjadi beban siswa," katanya. Bukan dihapus Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Wahyudin Zarkasyi mengatakan, berdasarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 tentang Bahasa Daerah dan Perda No. 6 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Kesenian, terdapat tiga bahasa daerah di Jawa Barat, yakni bahasa Sunda, bahasa Cirebonan, dan bahasa Melayu-Betawi. "Jadi, memang sudah diatur di perda dan yang sekarang sudah berjalan baru bahasa Sunda dan Cirebon. Untuk bahasa Melayu-Betawi memang belum selesai dan kemarin masyarakat di sana menagih tentang bahasa Melayu- Betawi ini. Jadi, sebenarnya bukan penghapusan bahasa Sunda," katanya. Menurut Wahyudin, penerapan kurikulum bahasa daerah di sekolah, tergantung dari permintaan sekolah yang bersangkutan. Bukan berdasarkan wilayah tempat sekolah tersebut berada. "Sekolah di Depok atau Bekasi misalnya, kalau dia menginginkan bahasa Sunda ya kita kasih bahasa Sunda, tetapi kalau dia merasa lebih mudah dengan bahasa Melayu-Betawi, silakan saja. Saat ini pun Disdik sedang mengkaji dan mempersiapkan semuanya termasuk kurikulum, buku, dan lain-lain, sehingga kalau ada sekolah meminta bahasa Melayu-Betawi, kita siap," ujarnya. (A-157)*** Cite: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=58210