*Punten teu disundakeun
*
*Ka baraya anu ngarti ekonomi, kumaha tanggapana. bener teu analisa mang
sufyan al Jawi teh ?
*
*
*
**
**
**Depok, 03 Agustus 2009**
Apa Arti Peredaran Uang Rp 2000?
Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
Bank Indonesia meluncurkan uang baru.
http://www.wakalanusantara.com/detilurl/Apa.Arti.Peredaran.Uang.Rp.2000?./123
Dewasa ini, bila anda berkendaraan melalui jalan tol, anda akan jarang
menerima uang kembalian berupa lembaran Rp 1.000,-. Kasir pintu tol
justru mengembalikan sisa tol dengan koin Rp 500,- aluminium. Memang
sejak Maret 2007, Bank Indonesia berencana menerbitkan uang kertas (UK)
baru, pecahan Rp 2000,- dan Rp 20.000,- lalu menarik uang kertas Rp
1000,- bergambar Pattimura untuk digantikan dengan koin baru Rp 1.000,-
yang bahan metalnya lebih murah dari koin Rp 1.000,- seri Kelapa Sawit
(1993 - 2000). Lalu apa arti perubahan ini?
Ya, tentu saja, dengan terbitnya pecahan Rp 2000, berarti pemangkasan
harta atau aset kita dalam mata uang rupiah, menjadi separuh dari daya
belinya semula, yang disebut inflasi rupiah! Anda yang tadinya cukup
nyaman dengan penghasilan, katakanlah Rp 2 juta/bulan, kini dengan
adanya pemangkasan tadi, anda harus menambah penghasilan dua kali
lipatnya! Artinya selepas Idul Fitri 1430 H nanti, penghasilan anda
harus naik menjadi Rp 4 juta atau sekurangnya Rp 3 juta / bulan bila
ingin tetap nyaman seperti hari ini (Juli 2009).
Lalu bagaimana dengan rakyat kebanyakan yang penghasilannya kurang dari
Rp 1 juta sebulan ? Ya, semakin /*/blangsak/*/
Berdasarkan sejarah, ketika era Soeharto dulu, uang kertas tertinggi
sejak tahun 1968-1991 adalah Rp 10.000,-. Lalu dengan alasan defisit
APBN, diedarkanlah uang lembaran Rp 20.000,- seri Cengkeh/Cenderawasih,
tahun 1992. Karena nominal "aneh" ini sukses beredar, maka tak lama
kemudian muncul nominal lebih tinggi lagi yaitu Rp 50.000,- bergambar
Pak Harto (1993). Dan tidaklah mustahil, bila uang kertas Rp 2.000,-
baru ini sukses beredar, maka Bank Indonesia akan menerbitkan uang
kertas dengan nominal baru lainnya, misalnya: Rp 200.000,-; Rp
500.000,-, bahkan Rp 1 juta!
Sebab hal itu memang lazim dilakukan oleh Bank Sentral di negara
berkembang. Karena ciri khas mata uang negara maju, nominal angkanya
hanya tiga digit saja, seperti USA $100, Arab Saudi 200 riyal, Eropa 500
euro, Inggris 100 poundsterling; kecuali Jepang dan Korea Selatan dengan
10.000 yen dan 10.000 won, sebagai sisa sebuah trauma ekonomi pasca
Perang Dunia II.
Dengan ditariknya pecahan Rp 1.000,- maka otomatis uang receh terkecil
adalah Rp 500,-. Sedangkan koin pecahan Rp 100,- dan Rp 200,- akan
lenyap dengan sendirinya, rusak atau dicuekin. Hal ini lazim terjadi
pasca terbitnya uang baru, ketika pecahan Rp 1,- dan Rp 2,- lenyap pada
tahun 1975, sepuluh tahun kemudian Rp 5,- dan Rp 10,- lenyap di tahun
1985, lalu Rp 25,- dan Rp 50,- lenyap di tahun 1995. Kini pada 2009 ini
pecahan Rp 100,- dan Rp 200,- sudah kehilangan daya belinya. Rakyat
dieksploitasi untuk memacu kegiatan ekonominya, dan dipaksa merelakan
hilangnya sebagian jerih payah mereka.
Perhatikan akibatnya. Bila tadinya sebutir telur ayam negeri seharga Rp
10,-/butir di tahun 1975, lalu naik menjadi Rp 100,-/butir di tahun
1985, maka pemegang uang rupiah telah kehilangan asetnya 1 digit dari Rp
10,- ke Rp 100,-. Artinya si pemegang uang kertas harus mencari sepuluh
kali lipat lebih banyak lagi lembaran rupiah agar bisa membeli telur
yang sama. Bisa jadi suatu hari nanti harga sebutir telur ayam negeri
harus dibayar dengan lembaran Rp 10.000,-/butir, tinggal menunggu waktu
saja.
Untuk mengakali inflasi ini, Bank Indonesia cukup menambah angka nol
pada uang kertas baru. Inilah riba/*/ Zero Sum Game!/*/ Sampai kapan
permainan riba ini akan berakhir? Rakyat yang kalah gesit dalam
mengimbangi permainan ini pasti semakin terpuruk kondisinya.>