Di urang, loba nu nyangka nu jadi relawan dina kapal Mavi Marmara teh ukur 
urang Islam, padahal nu agama sejen oge aya, malah urang Yahudi oge aya nu rek 
ngiluan, ngan teu jadi da geus kolot teuing, saperti dibejakeun ku Antara 
dihandap ieu:


http://www.antaranews.com/berita/1275363653/siapa-sajakah-penumpang-mavi-marmara

Siapa Sajakah Penumpang Mavi Marmara?
Selasa, 1 Juni 2010 10:40 WIB | Artikel | Pumpunan |

Mavi Marmara (mer-c.org)

Jakarta (ANTARA News) - Kampanye kemanusiaan terbesar menembus blokade Israel ke
Palestina di Gaza, "Flotilla Perdamaian Gaza", dilancarkan sekitar 600 aktivis
pro Palestina seluruh dunia, yang 27 diantaranya adalah orang-orang terkemuka
dari Inggris.

Beberapa diantaranya adalah nama terkenal di dunia. Mereka itu sastrawan,
sutradara film, politisi, dan wartawan dari Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat
dan Kanada.

Di antara yang paling beken adalah Henning Mankell, pengarang serial novel
kriminal laris, Wallander.

Mankell berencana berbicara pada Festival Hay, Sabtu malam lalu, dan akan
disiarkan langsung, tetapi tidak jadi karena koneksi satelit tiba-tiba hilang.

Orang terkenal lainnya yang turut dalam flotilla itu adalah Huwaida Arraf, warga
AS beribu Palestina dan berbapak Arab Israel.

Arraf adalah pendiri International Solidarity Movement pada 2001, yang
mengampanyekan penentangan terhadap aksi Israel di Tepi Barat dan Gaza. Dia ada
di kapal flotilla perdamaian lainnya, "Challenger."

Orang kesohor lainnya yang serta dalam kampanye perdamaian itu adalah peraih
Hadiah Nobel Perdamaian bidang sastra Maired Corrigan-Maguire.

Maired adalah pendiri LSM Peace People di Irlandia Utara dan veteran dari
kampanye-kampanye flotilla ke Gaza sebelumnya.

Tahun lalu dia dipenjarakan oleh Israel setelah sebuah flotilla (armada damai)
dihentikan dan diseret Israel.

Wartawan asal Glasgow, Skotlandia, yang juga pembuat film dokumenter Hassan
Ghani (24), ikut menumpangi Mavi Marmara, kapal laut Turki yang diserang tentara
Israel itu.

Dialah yang menyiarkan penyerangan pasukan komando Israel ke kapal itu, untuk
PressTV.

Dalam satu cuplikan tayangan video di YouTube, Ghani melaporkan:

"Ini MC Marmara, Hassan Ghani melaporkan untuk PressTV. Di depan kami sejumlah
orang terluka, salah seorang diantaranya kritis. Dia terluka di kepalanya dan
kami perkirakan dia bakal meninggal jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan.
Korban lain di depan saya berdiri ini terluka parah. Kami dilempari gas air mata
dan granat kejut. Kami dikelilingi kapal-kapal perang (Israel). Kami diserang
dari segala penjuru. Ini (tempat kami berada) perairan internasional, bukan
perairan Israel, tidak masuk zona terlarang 68 mil. Kami telah diserang dengan
amat ilegal di perairan internasional."

Ayahnya, Haq Ghani, adalah pengusaha yang menjalankan bisnis jasa informasi yang
islami bernama Noah's Ark (Bahtera Nuh)

Kepada BBC, dia mengaku telah menanyai Departemen Luar Negeri Inggris mengenai
nasib anaknya, tapi Deplu Inggris itu tidak menjawab sepatah pun kata.

Sandra Law, ibu dari Alex Harrison, perempuan Inggris berusia 31 tahun yang
menumpang Challenger, mengatakan bahwa Departemen Luar Negeri Inggris telah
menolak mentah-mentah untuk memberikan informasi atau bantuan untuk anaknya itu.

"Mereka mempersulit kami. Kami menelepon mereka malam lalu untuk mengatakan
bahwa flotilla telah diancam oleh Angkatan Laut Israel. Mereka benar-benar
menolak membantu kami. Saya sungguh mencemaskan nasib Alex. Kami tidak tahu apa
yang telah menimpanya. Namun Alex memang pembela hak asasi manusia berpengalaman
dan sangat tepa salira."

Orang-orang Inggris lainnya yang diyakini ikut Marmara adalah wartawan Jamal
Elshayyal, produser televisi berusia 25 tahun dari Al-Jazeera seksi Bahasa
Inggris.

Dengan berani dia menyiarkan momen dramatis saat kapal perang Israel mengepung
Marmara.

Selain itu ada Kevin Ovenden, anggota Yayasan Viva Palestina yang juga menumpang
Mavi Marmara.

Kemudian Denis Healey, yang menakhodai armada-armada flotila sebelumnya, lalu
Theresa McDermot dari Edinburgh dan Sarah Colborne, Direktur Kampanye pada
"Palestine Solidarity Campaign."

International Solidarity London mengirimkan Fatima Mohammed. Dia juga menumpang
Mavi Marmara. Masih ada lagi Alexander Evangelou, Hasan Nowarah, dan Gehad
Sukker - manajer restoran cepat saji pizza dari Altrincham di Cheshire yang asli
orang Gaza.

Kemudian masih ada Peter Venner dari Ryde di Pulau Wight, yang melaut bersama
kekasihnya, Rachel Bridgeland.

Juru bicara Deplu Inggris menolak mengonfirmasi keberadaan mereka, bahkan untuk
sekedar memastikan berapa warga Inggris yang ikut flottila perdamaian ke Gaza
itu.

Caoimhe Butterly, aktivis perdamaian dari Irlandia yang pernah tertembak dan
terluka di Tepi Barat pada 2002 setelah nekad menghalangi laju tank-tank Israel,
juga menaiki Marmara.

Dari Jerman, tiga orang pemimpin parlemen, masing-masing Annette Groth, kepala
kebijakan HAM, Inge Höger yang adalah anggota komisi pertahanan dan kesehatan,
dan Norman Paech yang juga profesor hukum pidana di Hamburg, juga ada di Mavi
Marmara.

Mereka kabarnya, menumpang kapal itu bersama dua anggota parlemen Israel Knesset
dari Arab Israel, yang salah satunya adalah Haneen Zoubi, warga negara Israel.

Laman Free Gaza Movement mengeluarkan daftar para aktivis yang ikut flotilla.
Mereka berasal dari Belanda, Belgia, AS, Irlandia, Inggris, Yunani, Polandia,
Palestina dan Jerman.

Sebagian besar mereka berada di kapal Turki Mavi Marmara, termasuk aktivis Raed
Salah yang dibebaskan bulan ini setelah dinyatakan terlibat dalam kerusuhan
Yerusalem pada 2007.

Penumpang tertua di armada damai itu adalah David Schermerhorn (80), produser
film dari Amerika yang karyanya diantaranya adalah "City of Ghosts."

Korban selamat Genosida Yahudi pada Perang Dunia Kedua, yang kini berusia 85
tahun, Hedy Epstein, di saat-saat terakhir memutuskan tidak turut dalam
pelayaran kemanusiaan itu.

Epstein, yang kini tinggal di AS setelah meninggalkan negara kelahirannya Jerman
pada 1939, sebelum kemudian orangtua dan keluarganya meninggal di kamp
konsentrasi Nazi di Auschwitz, aktif membela Palestina.

Dia kini berkantor di Siprus, di salah satu markas Free Gaza Movement. Dia
berusaha mencari tahu apa yang telah menimpa para penumpang flotilla yang
diserang Israel itu.

Penumpang kapal perdamaian lainnya adalah Giorgos Klontzas, pelaut profesional
asal Yunani, dan aktivis Palestina Lubna Masarwa.

Ewa Jasiewicz, aktivis Polandia dan wartawan lepas, yang tahun lalu ikut
menyumbang koran The Guardian untuk testimoni grafikal mengenai pengalamannya di
Gaza saat dibombardemen Israel, juga ada di Marmara.

Media asing lainnya yang turut dalam kapal itu adalah termasuk wartawan 
terkenal Pakistan, Syed Talat Hussain dari Televisi Aaj, yang pergi bersama 
wartawan Pakistan lainnya, Raza Mahmood Agha.

Indonesia sendiri ikut dalam kampanye damai yang dituduh Israel hendak
mendelegitimasi sanksi terhadap Gaza itu. Mereka adalah para aktivis 
kemanusiaan dari MER-C dan sejumlah wartawan.

Dengan latar belakang penumpang kapal seperti itu, masuk akal tidak mereka 
menyerang pasukan khusus Israel? Sangat wajar kan dunia marah besar pada negara 
yang paling sering membuat ulah itu?
(*)

Guardian/Jafar Sidik


Kirim email ke