Korban Elpiji Berjatuhan, Tak Dibuktikan KOMPAS/AGUS SUSANTO<http://www1.kompas.com/printnews/xml/2010/06/22/2019287/Korban.Elpiji.Berjatuhan..Tak.Dibuktikan#>
Petugas pemadam kebakaran mematikan sumber api dan mencari korban ledakan tabung elpiji di Jalan 26, RT 008, RW 05, Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (13/11). Ruko bertingkat yang dijadikan gudang penyimpanan tabung gas itu roboh dan terbakar karena ledakan tabung elpiji. Dua orang tewas dalam peristiwa itu. Selasa, 22 Juni 2010 | 20:19 WIB *JAKARTA, KOMPAS.com *- Pemerintah dinilai tidak tanggap dalam mengantisipasi maraknya insiden elpiji 3 kilogram di berbagai daerah. Hal ini ditandai oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai penggunaan elpiji yang aman dan beredarnya tabung elpiji 3 kg dan asesorisnya yang tidak memenuhi ketentuan di pasaran. "Sebagian tabung elpiji 3 kg, kompor dan asesoris lain tidak layak pakai. Artinya, produk yang diterima konsumen tidak sesuai standar atau produk cacat. Meski dibagikan secara gratis, produk ini seharusnya ditarik dan segera diganti pemerintah," kata Tulus Abadi, pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dalam diskusi "Akuntabilitas Keamanan Penggunaan Elpiji Kemasan 3 Kilogram", Selasa (22/6), di Jakarta. Berdasarkan pantauan YLKI, sejauh ini ada sedikitnya 88 kasus kecelakaan akibat penggunaan elpiji 3 kg di seluruh Indonesia. Namun pihak kepolisian tidak pernah memprosesnya ke pengadilan. "Seharusnya, ada pembuktian apakah kesalahan konsumen, pembuat tabung atau Pertamina. Padahal korban jiwa terus bertambah akibat insiden-insiden tersebut," ujarnya menegaskan. Tulus menilai, program konversi minyak tanah ke elpiji merupakan kebijakan yang instan karena tidak ada riset kebijakan terlebih dulu sebelum program itu diluncurkan. "Kesalahan juga dipicu perilaku konsumen yang tidak optimal. Misalnya, ketika ada selang bocor, konsumen menambalnya. Ini jelas salah, bisa karena dia tidak tahu atau secara finansial dia tidak mempunyai uang untuk menggantinya. Padahal karakteristik antara gas dan minyak tanah jelas berbeda," kata dia. "Orang miskin dikorbankan akibat tidak ada pengawasan dari ide kebijakan yang benar. Hal ini bisa menjadi kampanye buruk bagi konversi mitan ke elpiji," ujar Tulus menambahkan. Pihaknya juga mensinyalir, banyak perusahaan yang memproduksi tabung dan asesoris elpiji melebihi dari permintaan PT Pertamina. Jadi produk yang tidak terserap oleh Pertamina lalu dilempar ke pasaran. Hal ini praktis termasuk produk cacat karena tidak ada registrasi dari yang berkompeten. *KOMPAS Evy Rachmawati* *Dapatkan artikel ini di URL:* http://www.kompas.com/read/xml/2010/06/22/2019287/Korban.Elpiji.Berjatuhan..Tak.Dibuktikan 2010/6/23 mh <khs...@gmail.com> > Balad uing ngadongeng, yen manehna keur kuriak, kulantaran kitu sementara > dapur rek dijadikeun > keur rohangan kulawarga. Nu jadi masalah di dapur aya tabung gas elpiji, > mangkaning ampir unggal > poe dina TV sok wae aya beja tabung gas ngabeledug. > > Beu, lamun ngurus tabung gas wae urang teh teu bisa, kumaha rek ngurus > nuklir atuh? > > ========= > Tak Usah Malu Akui Gagal Soal Elpiji > > Korban ledakan gas elpiji, Muhammad Jidan Gibran (4) menjalani perawatan > intensif di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, Jakarta Pusat, > Sabtu (17/4/2010). Ledakan yang terjadi di pemukiman padat penduduk Jalan > Sukamulya II, RT 02 RW 01, Kelurahan Harapan Mulya membawa korban luka bakar > sebanyak 10 orang dan satu orang luka ringan. > Selasa, 22 Juni 2010 | 20:30 WIB > >