REPUBLIKA
Jumat, 15 Juli 2005

Menyikapi Hukum Cambuk di NAD 
Fauzan Al-Anshari
Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia


Pelaksanaan hukuman cambuk bagi sejumlah pelaku tindak kriminal perjudian di 
Masjid Agung Bireun, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), telah menggetarkan dunia 
hukum Indonesia. Pro kontra menyeruak di tengah simpang siur opini yang sering 
menyesatkan publik.

Misalnya apa yang ditulis dalam sebuah editorial: ''Hukuman fisik itu (cambuk, 
pen) rasanya tidak sesuai dengan kepatutan dan rasa keadilan di zaman ini. 
Hukum cambuk jelas merupakan penyiksaan fisik dan merendahkan martabat manusia. 
Tidak perlu mempertontonkan kekejaman baru dalam masyarakat dengan dalih 
syariat Islam.'' Mengingat pentingnya pelaksanaan hukuman cambuk tersebut, maka 
saya perlu menyampaikan beberapa catatan. Secara umum, tujuan disyariatkannya 
(maqashidusy-syari'ah) hukuman hudud dan qisos ada lima, yaitu: Pertama, untuk 
menjaga eksistensi agama Islam. Kedua, untuk menjaga keselamatan jiwa. 

Ketiga, untuk memelihara kesehatan akal. Keempat, untuk memelihara kebersihan 
keturunan. Kelima, untuk menjaga keamanan harta-benda. Kelima hal ini menjadi 
hak manusia paling azasi. Maka penerapan Hudud (pidana Islam) di NAD menjadi 
sebuah keniscayaan demi tercapainya rahmatan lil'alamin di seluruh wilayah 
tersebut.

Kasus Sumanto
Hudud adalah tindak pidana yang jenis sanksinya sudah ditetapkan oleh Allah swt 
dan Rasul-Nya, sehingga tinggal dilaksanakan. Sedangkan ta'zir adalah tindak 
pidana yang jenis sanksinya tergantung keputusan hakim Mahkamah Syariah. 
Dengan demikian, hukum Islam akan selalu up to date menghadapi problematika 
kontemporer dan tidak mengenal kekosongan dalam hukum (vacum of law) karena 
tidak ada pasal yang mengaturnya. Seperti terjadi pada KUHP warisan Belanda 
yang tidak mampu menghukum kasus Sumanto makan mayat misalnya. Bahkan setiap 
hakim syariah dituntut mampu berijtihad menghadapi kejahatan terkini.

Hudud hanya meliputi tujuh tindak pidana yang merupakan biangnya kejahatan 
manusia, yaitu: Pertama, tindakan pengingkaran terhadap ajaran Islam (riddah) 
akan dihukum mati (QS. Al-Baqarah:217) dan hadits Nabi saw,''Barang siapa 
menukar agamanya (murtad), maka bunuhlah dia!'' (HR. Ibnu Abbas). Kedua, 
berzina. Bagi pezina ghairu muhshan dicambuk dan diasingkan selama satu tahun 
(QS.An-Nur/24:2-3), sedangkan pezina muhshan dihukum rajam sampai mati, 
sebagaimana sunnah Rasulullah saw. Ketiga, menuduh zina tanpa mendatangkan 
empat orang saksi (qadzaf) dihukum cambuk 80 kali (QS.An-Nur/24:4-9). 
Keempat, mencuri (sariqah) dipotong tangannya (QS.Al-Maidah/5:38-39). Kelima, 
mengganggu ketenteraman umum (hirabah) dihukum mati atau disalib atau dipotong 
tangan dan kaki secara silang atau diasingkan (QS.Al-Maidah/5:33). Keenam, 
merusak akal dengan minum khamr (syurb) dicambuk 40 kali seperti dilakukan 
Rasulullah saw atau 80 kali seperti dilakukan Umar ra. Ketujuh, membunuh atau 
melukai tubuh akan dihukum qishash (balasan setimpal) atau membayar denda 
(diyat) atau dimaafkan. (QS. Asy-Syura/42:40).

Sanksi ta'zir
Pelaksanaan hukuman cambuk bagi penjudi sesuai dengan keputusan Mahkamah 
Syariah di NAD merupakan salah satu bagian sanksi ta'zir yang sesuai dengan 
syariat Islam. Menurut bahasa, ta'zir berarti mencegah atau menolong. Dalam 
perkembangannya kemudian makna ta'zir lebih dikenal dengan 'menghina' karena 
pelanggaran terhadap hukum; atau 'mendidik' karena mencegah pelaku kejahatan 
dari melakukan dosa terus-menerus.

Sedangkan ta'zir menurut istilah syar'i ialah hukum yang disyariatkan atas 
tindakan maksiat atau tindak kejahatan lainnya yang tidak ada ketentuan 
hudud-nya atau kifaratnya, baik tindakan itu berkenaan dengan hak Allah, 
seperti berbuka puasa di siang hari pada bulan Ramadan tanpa alasan yang 
diterima syara'; meninggalkan shalat wajib lima waktu; memakan riba; atau 
tindakan kejahatan yang berkenaan dengan hak adami. 
Tindakan kejahatan yang berkenaan dengan hak adami misalnya berpacaran; mencuri 
yang nilainya kurang dari satu nisab; suap menyuap; mengkhianati amanat atau 
menuduh orang muslim yang saleh dengan tuduhan selain tuduhan zina, atau 
menyakiti dan mengganggunya dengan memukulnya atau ucapannya. Misalnya 
seseorang mengatakan kepadanya: ''Yaa kafir, yaa fasik, hai si peminum khamr, 
wahai pencuri, hai pemakan riba, dan lain-lain.

Sebagian kejahatan yang mengharuskan hukuman ta'zir ialah semua tindakan 
kejahatan yang tidak ada qishashnya, misalnya seorang suami menyetubuhi 
isterinya melalui duburnya atau menyetubuhinya saat haid, atau mencopet, atau 
ghasab yaitu meminjam barang orang lain tanpa persetujuannya, seperti meminjam 
sandal, sepatu, sarung, dan lain-lain.
Yang berhak menegakkan hukuman ta'zir adalah waliyul amri (penguasa muslim) 
atau wakilnya. Dalam hal ini oleh Mahkamah Syariah NAD yang telah memiliki 
otoritas dan wilayah kekuasaan di seluruh teritorial NAD berdasarkan UU No 
44/1999 dan UU No 18/2001. Adapun bentuk hukumannya bisa berupa cambuk 
(penjilidan), pemukulan, penahanan (habs), penghinaan dan sejenisnya yang 
menurut hakim sesuai dengan kejahatan yangdilakukan oleh setiap anggota 
masyarakat.

Para ahli fikih berpendapat, bahwa hukuman ta'zir yang dilakukan dengan 
penahanan adalah mengambil dalil dari perbuatan Nabi saw yang pernah menahan 
seseorang karena praduga, kemudian beliau melepaskannya kembali (HR. Ahmad, Abu 
Dawud, Attirmidzi, dan Nasai, dari Bahz bin Hakim).Penahanan tersebut 
dimaksudkan untuk tindakan pengamanan (ihtiyat). Juga berdalil dengan sabda 
Rasulullah saw: ''Saya memiliki kekayaan dihalalkan kehormatannya dan 
hukumannya.'' (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah). Maksud dihalalkan 
kehormatannya karena dia zalim, sedangkan hukumannya adalah ditahan.

Berdasarkan hadits tersebut sebagian ulama mengambil dalil, bahwa orang yang 
tidak mau melunasi hutangnya padahal ia mampu akan ditahan sampai ia mau 
melunasinya. Juga telah diketahui, bahwa Umar bin Khattab memiliki rumah 
tahanan, demikian pula Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.Hukuman tahanan 
diberlakukan karena beberapa hal: Pertama, penjahat ditahan karena hilangnya 
korban kejahatan, untuk kepentingan dilaksanakan hukuman qishash. Kedua, 
ditahan untuk menjaga harta benda, dengan harapan dapat diketahui siapa 
pemiliknya. Ketiga, ditahan karena sulitnya memenuhi hak, karena ia berlindung 
di baliknya. Keempat, ditahan karena sulit menentukan hukumannya; berat atau 
ringan, sampai dapat diketahui hukum mana yang paling tepat di antara keduanya. 

Kelima, ditahan dengan maksud memberikan pelajaran atau peringatan agar ia 
bertobat dan tercegah dari perbuatan maksiat. Keenam, ditahan untuk 
diselesaikan masalahnya yang sulit. Ketujuh, ditahan karena tidak dikenal 
identitasnya, apakah dia orang dzimmi atau mata-mata musuh, sehingga jelas 
antara keduanya. Dan, kedelapan, ditahan karena penjahat sulit menunaikan hak 
Allah swt yang tak dapat diganti, misalnya shaum menurut madzhab Syafi'i dan 
tidak melakukan shalat menurut madzhab Maliki. Jadi, selain keadaan di atas, 
maka tidak diperkenankan menahan penjahat. Demikian pula tidak boleh ditahan 
orang yang tidak sanggup membayar hutang, karena bisa menyita hartanya untuk 
melunasi hutangnya.

Mana lebih adil?
Dengan demikian, penulis editorial tersebut menunjukkan dirinya sebagai orang 
yang awam terhadap syariah sehingga nadanya cenderung menolak penerapan hukum 
cambuk tersebut. dan lebih memilih hukum jahiliyah. Jika ia menolak hukum 
tersebut berarti ia telah menyumbang kerusakan di muka bumi (QS. Ibrahim 28). 
Manakah yang lebih adil dan manusiawi: hukuman yang efektif dan syar'i atau 
membiarkan generasi hancur akibat judi dengan dalih kemanusiaan?

Mari kita lihat, bagaimana pemerintah Singapura yang mayoritas kafir justru 
mengadopsi hukum cambuk untuk tindak pidana vandalisme. Karenanya, kita bisa 
melihat pemandangan di seluruh penjuru Singapura bersih dari berbagai coretan. 
Berbeda dengan di Jakarta Pusat misalnya, walaupun sudah mendapat piala Adipura 
2005 tetap saja banyak coretan menempel di dinding dan fasilitas umum. Bahkan 
vandalisme kini sudah menjadi tradisi para siswa ketika lulus sekolah.

Untuk itu, saya mengajak siapa pun termasuk penulis editorial tersebut untuk 
melakukan debat publik tentang hukuman cambuk ini dan jika perlu ber-mubahalah 
untuk membuktikan siapa yang sesungguhnya berdusta. Wallahu a'lam.

[Non-text portions of this message have been removed]



WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke