http://www.suaramerdeka.com/harian/0508/03/nas08.htm
MUI Diimbau Cabut Fatwa Haram Pluralisme a.. ICMI Sampaikan Tasyiah JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mengeluarkan fatwa tidak semata-sata dari pandangan fikih, namun perlu metodelogi dengan pertimbangan ahli. Karena itu, sangat bijak jika fatwa haram pluralisme dicabut untuk dipertimbangkan secara bijak. Demikian rangkuman pendapat Ketua PBNU KH Masdar Farid Mas'udi dan Rektor Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, di Jakarta, kemarin, saat menanggapi pro dan kontra fatwa MUI, belum lama ini. Sementara itu, Ikatan Cendekiawan Mulsim Se-Indonesia (ICMI) mendukung dan menerima fatwa MUI. Sebab, lembaga itu memang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa. Untuk itu, ICMI mengajak umat Islam bersikap arif serta menghindari cara-cara kekerasan dan selalu mengedepankan cara-cara damai dalam menyikapi fatwa MUI . "Kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan," kata Ketua ICMI Salahuddin Wahid di Jakarta, Selasa, saat membacakan tausyiah (nasihat) kepada seluruh komponen bangsa sehubungan dengan timbulnya berbagai tanggapan masyarakat terhadap fatwa MUI. Tausyiah ICMI itu antara lain mengimbau seluruh komponen bangsa untuk tidak melakukan campur tangan dalam permasalahan agama lain. Masyarakat tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan selalu waspada terhadap berbagai provokasi, pancingan, adu bomba, teror dan berbagai hal yang dapat mengarah memecah belah bangsa. Ditanya tentang pro kontra fatwa ajaran Ahmadiyah haram, Salahuddin mengatakan, ICMI tidak akan ikut dalam perdebatan itu. "Fakta ada fatwa dan ada yang membantah. Saya pikir ICMI tak ikut dalam perdebatan tersebut." . Dengan tegas dia pun menyatakan, MUI memang punya kewenangan mengeluarkan fatwa. Dan, realitasnya fatwa MUI mendapatkan dukungan mayoritas umat Islam Indonesia. Namun demikian, ICMI tetap menghargai adanya pendapat dari sebagian umat yang berbeda dengan fatwa MUI. Hendaknya perbedaan yang terjadi diterima sebagai rahmat dan disertai sikap lapang dada. Menurut Masdar, fatwa merupakan aplikasi norma fikih yang diperuntukkan bagi hal-hal yang bersifat tindakan atau perbuatan objektif seperti masalah perjudian, korupsi, suap, dan politik uang. ''Fatwa yang ditujukan untuk hal-hal yang bersifat pemikiran atau pandangan hidup terasa melampaui batas dan tidak lazim,'' katanya, di Jakarta, kemarin. Menurutnya, kegiatan penetapan hukum sebagai tahap pengambilan kesimpulan tidak bisa diputuskan secara mendadak, tapi harus melalui suatu tahap yang disebut tashawwur atau rekonstruksi dan definisi masalah. ''Jika kita mau menjatuhkan hukum atas suatu masalah, maka harus jelas perkara itu sebagaimana adanya, bukan bagaimana yang saya mau atau saya khayalkan. Tashawwur inilah yang akan menentukan mutu dari hukum yang disimpulkan,'' tambah Masdar. Dia mengimbau MUI untuk mencabut fatwa yang dikeluarkan, khususnya yang berkaitan dengan masalah pluralisme, sekularisme, dan liberalisme, karena dikhawatirkan dapat memicu meluasnya kekerasan yang mengatasnamakan agama. Dia mengatakan, fatwa MUI yang mengharamkan masalah pluralisme, sekularisme, dan liberalisme itu dengan definisi liberalisme adalah pemikiran Islam yang menggunakan pikiran manusia secara bebas, bukan pemikiran yang dilandaskan agama. Sedangkan sekularisme adalah paham yang menganggap agama hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan. Sementara hubungan antara manusia dan manusia tak bisa diatur agama. Adapun pluralisme diharamkan karena menganut paham semua agama adalah sama dan bahwa agama bersifat relatif dan tidak ada yang boleh mengklaim agamanya adalah agama yang paling benar. ''Dengan tidak mengurangi keinginan menghormati MUI, kami mengimbau fatwa lembaga ini, khususnya yang berkaitan dengan pandangan pluralisme, sekularisme, dan liberalisme dapat ditarik dahulu untuk dipikirkan kembali dengan kearifan dan kedalaman ilmiah sesuai dengan karakter sejati ulama.'' Sementara itu, Azyumardi Azra meminta metodologi pembuatan fatwa oleh MUI ditinjau kembali. ''Saya berharap MUI membuka pintu dialog dan mengundang orang yang bisa melihat lebih jernih dalam konteks keagamaan dan konteks kebangsaan, serta tidak hanya melihat dari konteks fikih,'' katanya. Merevisi Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Anwar Ibrahim mengatakan, mungkin saja MUI merevisi fatwanya jika ada perubahan keadaan atau situasi. ''Bisa saja direvisi, misalnya karena perubahan keadaan atau situasi. Tapi biasanya itu berlaku bagi fatwa-fatwa yang bersifat keduniawian. Tetapi untuk akidah seperti ini, MUI belum pernah merevisi fatwanya,'' katanya di sela-sela sosialisasi Fatwa MUI tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Jakarta, kemarin. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, pluralisme secara sosiologis atas dasar agama, budaya, atau bahasa adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Dari perspektif Islam, pluralisme merupakan sunnatullah yang harus dialami serta didorong perkembangannya atas dasar ta'aruf, yakni saling memahami dan menghargai toleransi dan kerja sama. Karena itu, Islam juga memberi jaminan dalam beragama di dalam Alquran, termasuk untuk tidak beragama. ''Jadi, Islam memberi kebebasan beragama atau tidak beragama,'' katanya. (di,A20,bn,ant-49t) [Non-text portions of this message have been removed] Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/