Assalamu 'alaykum wr.wb.
'Ani bni 'Umara Anna Nabiyya Sh Qata'a fiy Mijannin Tsamanuhu Tsalatsata 
Daraahim (Muttafaqun 'alayh), artinya Dari bnu 'Umar bahwa Nabi SAW memotong 
tangan dalam hal (pencurian) perisai yang harganya tiga dirham.

Jadi betul-betul Qata'a dalam Al Quran dimaknai secara tekstual, karena menurut 
Hadits yang dikutip di atas itu Nabi SAW memotong tangan pencuri perisai. Dalam 
memaknai Al Quran, harus bertahap, tidak loncat-loncat. Pertama-tama lihat 
dahulu pada Hadits apa ada penjelasan dari Nabi SAW atau perbuatan beliau, 
sudah itu apa yang dikatakan / dilakukan al-Khulafa al-Rasyidun barulah pakai 
akal / kontekstual. Coba para koruptor kelas kerapu (ikan kakap besar) 
hukumannya adalah sanksi potong tangan, maka korupsi niscaya akan turun secara 
drastis, sebab yang bersangkutan akan cacat seumur hidup, artinya sanksi potong 
tangan itu berwujud hukuman seumur hidup bukan dalam penjara tetapi di tengah 
masyarakat. Hanya orang nekat saja bertebal muka yang berani melakukan korupsi.
Wassalam,
HMNA

  ----- Original Message ----- 
  From: muizof 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, August 11, 2005 10:11
  Subject: [wanita-muslimah] Re: Suara Hati (perkenalan)


  Abah HMNA,

  Ayat Qur'an tentang potong tangan itu apa pasti textual ??? karena 
  ada yang mengartikan kontekstual yakni kekuasaan bukan bermakna 
  tangan (lahiriyah) semata letterlijk (harfiah/literal) sehingga 
  karena dipahami sebagai zhanni maka potong tangan menjadi tidak harus 
  dipancung pergelangan tangan (lahiriah) nya.

  Mohon pencerahan Abah HMNA.

  Wassalam
  Abdul Mu'iz

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "H. M. Nur Abdurrahman" 
  <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  > Pendek saja ana punya comment. Dinamika masyarakat dihadapi secara 
  dialektis dalam batas-baras terkendali seperti digariskan dalam usul 
  fiqh. Dalam hal mu'amalaat semua boleh kecuali yang dilarang oleh 
  nash. Kalau ada realitas dalam masyarakat yang menyimpang dari 
  penggarisan nash tidak boleh ngotot memakai pendekatan kontekstual 
  (melanggar penggarisan nash), melainkan dipakai pendekatan social 
  engineering (mengubah realitas menjadi sesuai dengan nash).  
  Pendekatan kontekstual hanya dipakai dalam hal yang zhanni.
  > Wassalam,
  > HMNA
  > 
  >   ----- Original Message ----- 
  >   From: Aman FatHa 
  >   To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  >   Sent: Wednesday, August 10, 2005 16:35
  >   Subject: Re: [wanita-muslimah] Suara Hati (perkenalan)
  > 
  > 
  >   Tulisan yang betul-betul menyuarakan hati melihat realitas hiruk 
  pikuk 
  >   kehidupan yang sedang berlangsung. Mungkin karena itulah kalau 
  kemudian 
  >   beberapa bagian di antaranya menjadi bias subyektif 
  tergeneralisir. Apakah 
  >   saya termasuk orang yang berfaham liberal ketika mengatakan ini? 
  apapun 
  >   jawabannya tidak terlalu penting. Apalah artinya seorang saya. 
  Dalam 
  >   perjalanan hidup hingga kini saya mengalami pertemanan dan 
  persahabatan 
  >   dengan berbagai manusia macam ragamnya. Lebih lagi pada dua 
  kelompok yang 
  >   kita sebut saja kelompok fundamentalis dan kelompok liberal 
  sebagai 
  >   penyebutan sederhana untuk mewakili unsur-unsur bagian-bagiannya. 
  Dulu 
  >   sering saya utarakan kedekatan saya dengan para Murabbi dan 
  kelompok usrah.. 
  >   dengan beberapa bagian kesimpulan yang saya kemukakan; ada yang 
  baik.. 
  >   lurus.. dan ada juga yang buruk. (Mas Ari Condro nih canggih 
  >   dokumentasinya). Pada bagian lain saya juga berinteraksi sangat 
  dekat dengan 
  >   mereka yang berhaluan liberal. Sebut saja misalnya, Zuhairi 
  Misrawi yang 
  >   sama-sama satu angkatan berbeda fakultas. Taufik Damas yang 
  sekarang 
  >   berjuang dalam realitas keseharian menjadi editor di salah satu 
  penerbit 
  >   kanan, katanya menjelaskan sambil tersenyum kecut. Novriantoni 
  yang juga 
  >   sekarang sering muncul dalam wawancara dan tulisan. M. Hasibullah 
  Satrawi, 
  >   sekjen PKB Mesir yang harus menanggalkan jabatan karena harus 
  pulang. Dan 
  >   beberapa teman lainnya. Uniknya lagi mereka ini semua adalah 
  Mantan kru dan 
  >   menjadi Keluarga Besar Terobosan, sebuah buletin terkenal di 
  kalangan 
  >   mahasiswa Cairo, di mana saya sendiri termasuk anggota 
  Keluarganya. Selain 
  >   interaksi keseharian, kita juga terkadang terlibat diskusi lepas 
  yang 
  >   mengalir begitu saja tentang masalah-masalah faham liberal. 
  Apakah saya ini 
  >   termasuk berfaham liberal? Ah itu tidak penting. Apalagi saya 
  sendiri 
  >   mendukung kebebasan berfikir, tapi yang lebih penting lagi saya 
  keras 
  >   memegang prinsip kemandirian berfikir. Saya tidak perlu mengikat 
  diri harus 
  >   ikut siapa-siapa; kelompok ini, kelompok itu, faham ini, faham 
  itu.
  > 
  >   Tidak perlu saya kisahkan panjang lebar apa saja ide-ide dan 
  gagasan yang 
  >   mengalir. Singkatnya, saya setuju sebagian dan tidak setuju 
  sebagian yang 
  >   lain, dan yang pasti saya tetap pada prinsip menghormati. Mungkin 
  inilah 
  >   yang mendorong saya mengamati lebih jauh. Dari fenomena yang saya 
  tangkap 
  >   dan saya coba pahami secara obyektif tanpa mengkonfontasikannya 
  dengan 
  >   pendapat saya pribadi, segala wacana dan gagasan yang mereka 
  lontarkan 
  >   adalah bagian dari proses pencarian yang berlangsung secara terus 
  menerus 
  >   tanpa ada pembumian yang bersifat final permanen. Mereka 
  menginginkan Islam 
  >   yang tanggap zaman, bukan bermakna bahwa al-Qur`an harus diubah 
  atau 
  >   dieliminasi secara total sesuai dengan kebutuhan zaman. Dulu 
  jargon yang 
  >   selalu dibawa Zuhairi kemana-mana, adalah "Shalihun likulli zaman 
  wa makan" 
  >   ini. Kalau kita ingin menelaahnya dari sudut lebih jauh, jargon 
  ini 
  >   memunculkan dialektika dalam diri mereka antara teks-teks yang 
  pada dasarnya 
  >   bersifat mapan dan zaman yang terus berubah (Tsawabit wal 
  Mutagayyirat). 
  >   Dosen saya yang memang penganut sekularisme ekstrim selalu 
  mengajukan 
  >   pertanyaan yang cukup menohok, "Al-Qur`an itu mapan (tetap) 
  sedangkan zaman 
  >   ini berubah-berubah. Apakah mungkin sesuatu yang tetap mengatur 
  yang 
  >   berubah-rubah?" Pertanyaan ini tidak penting dijawab di tulisan 
  ini. Saya 
  >   hanya ingin menggambarkan bagaimana dialektika itu muncul dan 
  terjadi. 
  >   Apalagi dosen saya itu sendiri memang sedari awal sudah menolak. 
  Tapi yang 
  >   saya temukan pada kawan-kawan saya ini, bukan penolakan tapi 
  pencarian terus 
  >   menerus yang bersifat dialektis. Makanya muncul istilah-istilah 
  penafsiran 
  >   ulang (Reinterpretation) bahkan pendekatan hermeneutis pun coba 
  ditelaah dan 
  >   teliti, penolakan terhadap monopoli penafsiran, dan istilah-
  istilah lain.
  > 
  >   Dialektika ini juga sebenarnya yang saya lihat pada kelompok 
  fundamentalis. 
  >   Tapi mereka sudah menuntaskan dialektika itu dengan mengambil 
  jalan bahwa 
  >   al-Mutagayyirat itu harus tunduk pada al-Qur`an yang tsabit. Dan 
  pada sisi 
  >   praksis juga beragam bentuknya karena memang pada dasarnya 
  terjadi 
  >   dialektika. Sehingga pada bagian-bagian kelompok tertentu 
  mengadopsinya 
  >   secara literal tulen yang digambarkan oleh pihak liberal sebagai 
  orang-orang 
  >   yang ingin mengembalikan Islam ke zaman onta dan melupakan fakta 
  perubahan 
  >   zaman yang terjadi secara menerus di depan mata. Tentu saja 
  penuntasan 
  >   dialektika dengan mengambil kesimpulan seperti itu sangat 
  diterima secara 
  >   mudah oleh akal dan iman kalau persoalan yang disodorkan adalah 
  semisal 
  >   hukum zina yang sudah pasti haram, hukum shalat lima waktu, dan 
  >   masalah-masalah fundamental lainnya yang sudah bersifat tetap 
  dari segi 
  >   konsepnya. Namun bagaimanapun juga, al-Qur`an itu sendiri 
  mencapai 6000 ayat 
  >   lebih ditambah hadits-hadits yang sangat banyak. Begitu juga 
  realitas 
  >   kehidupan berjalan sangat dinamis bahkan di antaranya seringkali 
  terjadi di 
  >   luar kontrol atau kehendak manusia itu sendiri (Ikhtiyariyah - 
  >   Idhthirariyah; dalam konsep Tauhid). Dan dialektika itupun akan 
  terus 
  >   terjadi, masing-masing menuju ke arah mana hati nurani, data-
  data, 
  >   informasi, daya tangkap, daya akliyah, dan faktor-faktor internal 
  dan 
  >   eksternal, berperan mempengaruhinya.
  > 
  >   Namun sekali lagi, pada kawan-kawan saya yang liberal ini bisa 
  saya tangkap 
  >   wujud pencarian yang terus berproses. Dulu misalnya, mereka 
  sangat 
  >   mengagung-agungkan mu'tazilah yang rasional. Salah satu tokoh 
  yang menjadi 
  >   gandrungan mereka misalnya adalah Muhammad Imarah. Tapi akhir-
  akhir ini 
  >   tenggelam dari pemikiran-pemikiran mereka. Seperti yang pernah 
  saya 
  >   sampaikan ketika itu dan juga pernah saya kemukakan di milist 
  ini, 
  >   mu'tazilah yang rasional dan mengedepankan suatu bentuk kebebasan 
  berfikir 
  >   ketika berkuasa juga tidak konsukuen dengan ide dan gagasan 
  mereka. Dalam 
  >   contoh, menurut mereka pemimpin harus dipilih oleh rakyat tapi 
  nyatanya 
  >   sistem monarki tetap berjalan ketika mereka berkuasa. Penodaan 
  yang mereka 
  >   lakukan kepada Imam Ahmad karena tidak sependapat dengan faham 
  mereka, dll.
  > 
  >   Persoalan yang sedang terjadi di Indonesia beberapa waktu 
  belakangan dengan 
  >   mengkristalnya kelompok-kelompok ini dalam dua kubu yang saling 
  >   berseberangan, disebabkan tertariknya beberapa bagian yang 
  semestinya tetap 
  >   pada tempatnya yang khusus (atau katakanlah akademik) ke wilayah 
  publik yang 
  >   lebih luas. Sehingga bercampur-aduklah segala macam mana yang 
  sudah bersifat 
  >   tsabit (tetap permanen) atau gagasan final secara konsep tapi 
  belum 
  >   ditemukan cara yang tepat untuk merealisasikannya secara adil, 
  mana yang 
  >   prinsipil, mana yang prioritas, mana yang berupa gagasan belum 
  final. 
  >   Mungkin karena masing-masing pihak terdorong semangat "yang 
  menggebu" untuk 
  >   membumikannya sekarang juga. Lebih dari itu, pembumian itu 
  sendiri juga 
  >   ditarik keinginan pencarian dukungan untuk memperkuat barisan. 
  Sesuatu hal 
  >   yang dalam tradisi ilmiah sama sekali tidak pernah dikenal 
  sebelumnya, 
  >   adanya pada tradisi politik dan kekuasaan. Karena secara prinsip, 
  >   perbincangan lebih mendalam pada masalah-masalah seperti ini 
  (saya sebut 
  >   saja, ilmiah. dan interaksi dengannya sebagai tradisi ilmiah) 
  untuk level 
  >   flying-field (minjam istilah yang sering digunakan Mbak Mia) 
  adalah 
  >   seharusnya bersifat netral.
  >   Dua kelompok tersebut sama-sama bertanggung jawab terhadap 
  realitas 
  >   Indonesia sekarang.
  > 
  >   Dulu saya pernah melemparkan masalah ketika memberikan komentar 
  kepada 
  >   Dadang, bahwa nafkah suami yang kurang dari yang seharusnya itu 
  adalah utang 
  >   dan istri berhak menuntutnya dan istri berhak menuntut cerai 
  kepada hakim 
  >   karena hal itu. Tentu saja tidak ada masalah karena di sini 
  memang wilayah 
  >   diskusi. Bagaimana kalau itu saya lemparkan begitu saja ke tengah 
  >   masyarakat.. publik? Bukan mustahil malah akan menambah runyam 
  kehidupan 
  >   keluarga yang sangat dinamis dan tidak sama rata antara satu 
  dengan yang 
  >   lain. Ini baru berupa pelemparan masalah, belum lagi dipengaruhi 
  pencarian 
  >   dukungan.
  > 
  >   Sekali lagi dua kelompok ini sama-sama bertanggung-jawab. Sama 
  apakah 
  >   pendapat Abd. Muqsith (seperti dalam suara hati ini) itu sendiri 
  yang 
  >   keliru, atau memang ada dalam pendapat yang diklaimnya, tapi 
  terlanjur 
  >   tertarik dalam ruang publik yang luas dengan bentuknya yang 
  seperti itu 
  >   (dengan rekaman-rekaman VCD yang--secara suuzzhan :)--bukan untuk 
  >   mematangkan dalam tradisi ilmiah tapi untuk konsumsi umum yang 
  secara 
  >   sengaja disebarluaskan...), atau dia sendiri sedang melakukan 
  pembumian yang 
  >   kebablasan, dimana seharusnya masalah seperti itu harus 
  dimatangkan dalam 
  >   perdebatan tradisi ilmiah.
  > 
  >   Sekedar terbawa dan atau membawanya ke ruang publik yang luas 
  begitu saja 
  >   tanpa pematangan dan tanpa memperhatikan hal-hal lain, entah apa 
  jadinya. 
  >   Padahal dalam fiqh saja, masih banyak pendapat-pendapat lain yang 
  >   "kontroversial" yang bagi saya sendiri tidak mungkin saya jadikan 
  makanan 
  >   publik. Sebut saja sebagai salah satu misal, tidak wajibnya 
  shalat jum'at 
  >   bagi laki-laki yang baru kawin dengan istri kedua, menurut 
  pendapat sebagian 
  >   Syafi'iyah dan sebagian lagi menisbatkannya kepada pendapat Imam 
  Syafi'i 
  >   sendiri dalam al-Um. Dalam contoh lain, perdebatan antara Ghazali 
  dan Ibnu 
  >   Ruysd. Materi yang mereka perdebatkan tentu saja berada dalam 
  tataran 
  >   tradisi ilmiah yang menurut saya sangat susah untuk diketengahkan 
  sebagai 
  >   konsumsi publik. Dan Ghazali sendiri ketika melontarkan Tahafut 
  itu bukan 
  >   untuk mencari kekuatan dukungan untuk berada di belakangnya, 
  sebagaimana 
  >   juga Ibnu Rusyd yang menjawab dengan Tahafut-Tahafutnya. Masing-
  masing orang 
  >   baik berada dipihak Ghazali atau Ibnu Rusyd atau yang menganalisa 
  keduanya 
  >   dalam perdebatan itu, juga berada dalam tradisi ilmiah bersama 
  kemandirian 
  >   berfikirnya sendiri. Kalaupun perdebatan itu kita ungkap kepada 
  publik 
  >   secara luas begitu saja, maka pada biasanya yang kita ambil 
  adalah 
  >   substansi/nilai dari perdebatan itu seperti misalnya kita 
  sampaikan "bahwa 
  >   perdebatan itu menunjukkan kedewasaan sikap sekaligus kematangan 
  tradisi 
  >   ilmiah di mana ketika mereka berbeda mereka mengajukan pendapat 
  dan 
  >   argumennya masing-masing, tanpa ada kekerasan untuk menghancurkan 
  pihak lain 
  >   hanya karena berbeda pendapat dengan kita."
  > 
  >   Itulah sebagian dari suara hati saya,
  >   Terima Kasih
  > 
  >   Aman
  >   http://aman.kinana.or.id
  > 
  > 
  >   ----- Original Message ----- 
  >   From: "ahmad yakub sulaiman" <[EMAIL PROTECTED]>
  >   To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
  >   Sent: Tuesday, August 09, 2005 2:20 PM
  >   Subject: [wanita-muslimah] Suara Hati (perkenalan)
  > 
  > 
  >   > Ass. wr. wb
  >   > Saya termasuk anggota baru dalam milis WM, seru juga membaca 
  diskusi lewat 
  >   > milis, secara keseluruhan saya ingin berpendapat
  >   > tentang apa yang selama ini saya amati mengenai gerakan JIL dan 
  organisasi 
  >   > lainnya yang mungkin sama visinya (liberalisasi,
  >   > pluralisasi dll), meskipun mungkin pengamatan saya terlalu 
  minim 
  >   > sumbernya, tetapi dari sini dapat saya prediksikan, kalo
  >   > organisasi2/gerakan2 tersebut di masa mendatang akan makin 
  banyak 
  >   > simpatisannya,
  >   > Mengapa? jelas sekali, pandangan mereka dalam beragama ini 
  sangatlah bebas 
  >   > (akal diatas segalanya),
  >   > so manusia kebanyakan yang pada dasarnya mempunyai syahwat 
  untuk hidup 
  >   > bebas, lebih tertarik untuk
  >   > memilih faham ini, daripada harus pusing2 mengikuti pihak 
  fundamentalis, 
  >   > salafi, wahabi, partai islam, dll
  >   > (atau apapun namanya) yang meletakkan Qur'an dan Sunnah diatas 
  segala2nya 
  >   > dan harus taat dan patuh pada keduanya.
  >   > Saya baca di Kaijan Utan Kayu (INDO POS Minggu, saya lupa tgl 
  berapa), 
  >   > salah seorang aktivis JIL mengatakan bahwa jika ada
  >   > aturan agama yang bertentangan dengan kondisi jaman, maka dapat 
  >   > dikesampingkan demi terciptanya perdamaian.
  >   > Dari kutipan tersebut, dapat saya contohkan, misalnya Islam 
  mewajibkan 
  >   > untuk berjilbab dan menutup aurat,
  >   > tetapi kalo saya amati kondisi jaman sekarang, dimana banyak 
  wanita 
  >   > berpakaian memperlihatkan dada, pusar atau pakaian ketat
  >   > adalah sesuatu hal sudah wajar dan jika aturan jilbab tersebut 
  diwajibkan, 
  >   > maka akan terjadi penolakan besar2an,
  >   > dan akan menimbulkan gejolak (tidak damai), maka mungkin 
  menurut faham 
  >   > liberal, aturan berjilbab dapat ditolelir,
  >   > dan para wanita (yang juga manusia) mungkin akan lebih tertarik 
  ke faham 
  >   > liberal, daripada pusing2 mengikuti
  >   > faham2 yg mewajibkan jilbab (aturan Islam)
  >   > Hal itulah yang terlintas dalam pikiran saya, tentang berbagai 
  faham 
  >   > liberal, pluralis yang sekarang mulai semakin menjamur
  >   > dan menjadi idola. Bahkan mungkin faham liberal menggunakan 
  label Islam 
  >   > untuk menghalalkan sesuatu yang jelas2 haram,
  >   > Contoh nyata, saya pernah melihat VCD Debat Buku "Ada 
  Pemurtadan di IAIN", 
  >   > disitu jelas2 Abd Muqsith (aktivis JIL),
  >   > mengatakan bahwa aurat Wanita menurut pendapat Imam Ahmad, 
  aurat wanita 
  >   > itu hanyalah qubul dan dubur
  >   > (kemaluan depan dan belakang), dan bukan zina jika kemaluan 
  lelaki ditekuk
  >   > (dari kitab I'anatut Tholibin terbitan Toha Putra 
  Semarang).Saya sebagai 
  >   > seorang lelaki normal
  >   > (yang punya syahwat terhadap wanita), tentunya akan merasa 
  tertarik dengan 
  >   > pendapat yang dikemukan oleh Abd Muqsith tersebut,
  >   > dan saya yakin pendapat tersebut mungkin akan banyak diikuti 
  oleh kaum 
  >   > muda sekarang (lebih bebas dalam mengumbar hawa nafsu).
  >   > Ketika saya akan memposisikan pihak yang membela faham ini 
  (liberalisme, 
  >   > pluralisme dll), tiba2 nurani saya tergerak
  >   > dan mulai berpikir, berarti saya harus konsekuen dalam 
  melaksanakan 
  >   > pendapat2 (fatwa2) yang dikemukakan oleh faham ini (liberal dll)
  >   > Contohnya, jika saya memiliki seorang istri, saudara ataupun 
  anak 
  >   > perempuan, saya harus rela mereka memakai celana dalam saja
  >   > (dan menjadi tontonan kaum lelaki), dan mereka bisa bebas 
  melakukan zina 
  >   > (asal si lelaki kemaluannya ditekuk).
  >   > Saya sebagai manusia yang masih memiliki nurani (masih normal, 
  meskipun 
  >   > iman masih tipis), tidak sanggup menerima pendapat tersebut
  >   > (saya juga yakin, pengikut2 faham liberal kebanyakan, dalam 
  hati nurani 
  >   > mereka, juga berpikiran sama)
  >   > Ini adalah salah satu contoh sederhana saja dalam mengutip 
  pendapat2 
  >   > mereka, dari sekian banyaknya pendapat2 mereka,
  >   > yang menurut saya, jangankan dilihat dari sisi Qur'an dan 
  Sunnah, dilihat 
  >   > dengan hati nurani saya saja
  >   > sudah sangat bertentangan (padahal Iman saya masih sangat tipis)
  >   > Saya pernah membaca wawancara Ulil (aktivis JIL) di INDO POS 
  (lagi2 saya 
  >   > lupa tanggal edisinya),
  >   > Beliau mengatakan "mana solusi agama Islam dalam mengatasi 
  korupsi, 
  >   > illegal logging, kasus TKI",
  >   > Yang bisa tangkap dari pendapat tersebut (kalo saya gak keliru 
  lho) : 
  >   > daripada ngurusi masalah jilbab,
  >   > sesatnya ahmadiyah, masalah zina dll, lebih baik kita ngurusi 
  masalah yang 
  >   > lebih urgen tersebut
  >   > (korupsi, kasus TKI, ilegal logging, perdamaian dunia dll) 
  (mungkin begitu 
  >   > ya Pak Ulil).
  >   > Mungkin Pak Ulil menganggap aktivis2 islam sekarang yang 
  membahas masalah 
  >   > jilbab, UU Pornografi, sesatnya ahmadiyah dll,
  >   > mengesampingkan masalah2 yang menurut Pak Ulil sangat penting. 
  Ternyata 
  >   > anggapan tersebut sangatlah keliru.
  >   > Justru aktivis2 islam itulah (yang dianggap fundamentalis, 
  garis keras, 
  >   > salafi, wahabi, eksklusif dll)
  >   > yang terdepan dalam menyuarakan anti korupsi, membela kaum2 
  tertindas dan 
  >   > menciptakan kedamaian.
  >   > Contoh nyata, ada salah satu partai islam (yang saya yakin 
  mereka 
  >   > menegakkan Qur'an dan SUnnah)
  >   > sangat inten dalam menyuarakan hidup bersih dan anti korupsi, 
  terjun 
  >   > langsung dalam kegiatan sosial,
  >   > dan selalu menyuarakan perdamaian. Malah mereka lebih santun 
  dan damai 
  >   > dalam melakukan unjuk rasa
  >   > (sampai2 dipuji oleh Dubes AS yang nyata2 adalah non muslim), 
  dan mereka 
  >   > (aktivis partai islam tsb)
  >   > juga aktif dalam berdakwah, meyuarakan syiar2 Islam, dan 
  beribadah.
  >   > Disini yang saya lihat adalah sebuah keseimbangan dalam 
  beraktivitas.
  >   > Dan ajaran Islam yang sesungguhnya memang tidak hanya mengatur 
  >   > Hablumminallah, tetapi juga Hablumminannas.
  >   > Hal itulah yang mungkin kurang dipahami oleh para pengikut 
  faham liberal 
  >   > (kurang paham atau memang tak mau tahu)
  >   > Mereka (faham liberal)  mungkin menganggap ajaran Islam hanya 
  mengatur 
  >   > hubungan manusia dengan Tuhan,
  >   > sehingga ketika masalah sosial dikaitkan dengan agama, mereka 
  (faham 
  >   > liberal) tidak setuju,
  >   > padahal (sekali lagi) justru dalam kehidupan sehari2 orang yang 
  berpegang 
  >   > teguh pada Qur'an dan Sunnah,
  >   > yang lebih santun dalam beraktivitas (yang oleh kaum liberal 
  sering 
  >   > disudutkan dengan sebutan Islam garis keras,
  >   > fundamentalisme, wahabi, salafi ataupun nama2 lainnya yang 
  berkesan garang 
  >   > dan eksklusif).
  >   > Justru dari merekalah (kaum fundamentalisme dll), saya 
  memperoleh contoh 
  >   > kehidupan yang damai, tentram, penuh toleransi
  >   > dan menghormati agama lain, serta santun dalam bertingkah laku, 
  anti KKN, 
  >   > anti penindasan dll
  >   > (yang hal tersebut semua, seringkali didengung-dengungkan oleh 
  kaum 
  >   > liberalis),
  >   > dan mereka (kaum fundamentalis dll) tetap mempunyai prinsip 
  yang teguh 
  >   > dalam memegang akidah
  >   > dan meletakkan Qur'an dan Sunnah dalam bertindak (hal inilah 
  yang mungkin 
  >   > tidak terlintas dalam kaum Liberal).
  >   > Jadi prediksi saya tentang akan semakin maju dan berkembangnya 
  faham2 
  >   > liberalisme, pluralisme, mungkin tidak akan terbukti,
  >   > berdasarkan kenyataan2 yang saya amati tersebut.
  >   >
  >   > Kesimpulannya :
  >   > faham liberalisme (yang mendewakan kebebasan dan akal pikiran) 
  akan banyak 
  >   > diminati oleh kebanyakan manusia saat ini,
  >   > tetapi jika kebanyakan manusia tersebut, mau bertanya pada hati 
  nuraninya 
  >   > yang paling dalam,
  >   > maka Insya Allah mereka sesegera mungkin, akan meninggalkan 
  faham 
  >   > liberalisme tersebut.
  >   > Wass
  >   >
  >   > from Ahmad (mantan pengagum faham liberalisme dan pluralisme)
  > 
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]





  Milis Wanita Muslimah
  Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
  Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
  ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
  Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
  Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

  This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 



------------------------------------------------------------------------------
  YAHOO! GROUPS LINKS 

    a..  Visit your group "wanita-muslimah" on the web.
      
    b..  To unsubscribe from this group, send an email to:
     [EMAIL PROTECTED]
      
    c..  Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. 


------------------------------------------------------------------------------




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke