Kolom IBRAHIM ISAKolom IBRAHIM ISA 13 Agustus 2005. -----------------
INDONESIA-BELANDA ttg HARI KEMERDEKAAN <17 AGUSTUS 1945 - Ataukah, 27 DES. 1949?> Bagi setiap orang Indonesia yang merasa cinta dan berketerlibatan dengan nasib rakyat dan negeri Indonesia, -- mengenai kapan persisnya Indonesia Merdeka, tidak ada sedikitpun kekisruhan ataupun keraguan samasekali. Hari Kemerdekaan Indonesia, adalah pada HARI PROKLAMASI KEMERDKEAAN INDONESIA, pada tanggal 17 AGUSTUS 1945. Tidak peduli apakah hal itu bertentangan atau tidak dengan Konstitusi Kerajaan Belanda; tidak peduli apakah itu dikehendaki atau tidak, disetujui atau tidak oleh Den Haag; tidak peduli apakah kemerdekaan Indonesia itu diakui atau tidak oleh 'dunia iternasional', terutama fihak Barat yang ketika itu masih berdiri di belakang kolonialis Belanda. Apa yang kita bangsa Indonesia lakukan ketika itu ialah, PERNYATAAN KEMERDEKAAN BANGSA, adalah suatu tindakan perebutan kekuasaan dari fihak penguasa pendudukan militer Jepang, adalah suatu REVOLUSI KEMERDEKAAN. Kita samasekali tidak ambil pusing, apakah apa yang dinamakan "dunia iternasional" ketika itu mengakui kemerdekaan kita atau tidak. Tetapi kita tahu betul, bahwa REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA, PERNYATAAN KEMERDEKAAN NASION INDONESIA untuk lepas dari belenggu kekuasaan kolonial belanda, untuk tegak berdiri sederajat dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya di dunia ini; kenyatannya, disokong oleh rakyat-rakyat sedunia yang mencintai kemerdekaan dan keadilan. Kita berterima kasih pada sokongan rakyat India pada perjuangan kemerdekaan Indonesia, yang ketika itu India sendiri, sedang berjuang melawan kolonialisme Inggris. Perjuangan kemerdekaan kita melawan kolonialisme Belanda, disokong bahkan oleh kaum progresif Belanda sendiri. Juga mendapat dukungan kuat kaum buruh Australia, dan oleh kaum progresif seluruh dunia, termasuk sementara negeri Arab, seperti Siria, Mesir dan sementara negeri sosialis, seperti Ukraina dan Tjekoslwakia. Tetapi masalah ini, di kalangan mantan penjajah Indonesia, di sementara kalangan Belanda sendiri, masih saja ada yang tampaknya terus merupakan beban atau ganjalan. Meskipun belakangan ini tampak ada sedikit kemajuan pandangan di kalangan yang di Belanda yang di kenal sebagai "oud-Indië strijders" ('veteran-veteran Hindia Belanda). Apakah pemerintah Belanda mau mengakui secara formal atau tidak Hari 17 Agustus 1945 sebagai HARI KEMERDEKAAN INDONESIA, itu terserah pada pemerintah Belanda, kata mereka. Dari gejala luarnya tampaknya mereka sudah 'pasrah'. Umumnya mereka-mereka itu umurnya sudah mencapai sekitar delapan-puluhan, dan bersedia melihat kenyataan sejarah. Namun, patut dicatat pula, ada yang masih 'ngotot' mempertahankan pandangan kolonial masa lampau. Tidak rela mengakui, bahwa ratusan tahun lamanya kekuasaan Belanda di Indonesia, pada pokoknya adalah untuk menguasai dan mengeksploitasi kekayaan dan memeras rakyat Indonesia. Yang menjadikan Belanda mencapai apa yang mereka katakan "DE GOUDEN EEUW", 'ABAD KEEMASAN' negeri Belanda. Mereka masih ngomong: Bukankah Belanda di Indonesia 'tempo dulu', telah memajukan infra-struktur Indonesia, mengintroduksikan sistim kesehatan dan pendidikan rakyat, membina sistim adminstrasi negeri yang efesien dsb, dsb. Mereka tidak bicara tentang angka-angka ratusan juta gulden keuntungan yang dikeduk dari Indonesia mengalir ke negeri Belanda. Mereka tidak bicara berapa banyak korban yang jatuh di kalangan rakyat Indonesia ketika dibangun jalan raya-panjang (De Groteweg)-nya gubernur Daendels dari Banten sampai ke Banyuwang, yang dilaksanakan melalui kerja-paksa. Merek tidak menyinggung berapa ribu rakyat Indonesia yang mati dan menderita karena diberlakukannya "Cultuur Stelsel", dsb. dsb. Tidak usahlah kita bicara lagi tentang ribuan korban yang kita derita selama perang kemerdekaan melawan tentara Belanda, tentang 'agresi pertama dan kedua' yang mereka namakan 'aksi-kepolisian' terhadap Republik Indonesia. Tapi tokh ada manfaatnya, ditinjau dari sejarah perkembangan hubungan Indonesia-Belanda untuk memikirkannya, menaruh perhatian pada perkembangannya. Karena, hubungan Indonesia-Belanda, bila ditangani dengan bijaksana, tanpa melupakan masa lampau, tetapi dengan sikap mengutamakan pandangan jauh kedepan, akan menguntungkan kedua belah fihak. Kita bisa belajar banyak dari Belanda, karena, kenyataannya, hubungan Indonesia-Belanda itu adalah termasuk hubungan internasional yang paling panjang. Demi menarik pelajaran dari sejarah, kita tidak boleh melupakan, masa lampau kolonialisme Belanda, yang begitu lama dan begitu kejam terhadap bangsa Indonesia. Namun juga tidak seharusnya menjadikan hal itu sebagai beban fikiran yang berlarut-larut, sehingga merintangi usaha terus memperbaiki hubungan dua negeri dan dua rakyat. Kita juga berharap bangsa Belanda bisa mengakui kenyataan ini, -- meskipun kajahatan kolonialisme Belanda terhadap Indonesia di masa lapau itu, bukan dilakukan oleh generasi Belanda yang sekarang ini. Ini bukan dosa generasi Belanda yang sekarang. Tetapi sebagai suatu bangsa, sebagai suatu negeri, Belanda tetap punya tanggung jawab yang paling besar dan paling berat, mengenai kejahatan kolonialisme Belanda di Indonesia ketika itu. Maka adalah bijaksana untuk pembebasan rohani bangsa Belanda sendiri, untuk lepas dari beban sejarah bangsa Belanda sendiri, bila pemerintah Belanda, dalam kesempatan PERINGATAN ULTAH KE-60 KEMERDEKAAN INDONESIA, berlapang dada, berani mengakui kenyataan sejarah itu. Bahwa kolonialisme Belanda di Indonesia, segi yang utama adalah satu kejahatan terhadap bangsa Indonesia. Dan pantaslah untuk itu menyatakan penyesalan dan minta maaf. Pasti bangsa Indonesia akan berlapang dada pula untuk memulai hubungan dengan Belanda, dengan halaman baru samasekali yang bersahabat dan harmonis. Apa sesungguhnya inti dipersoalkannya tanggal/hari kemerdekaan Indonesia - <oleh fihak Belanda, lho?!>, -- apakah itu jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika Bung Karno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia --- ataukah, seperti klaim fihak resmi Belanda selama ini, dan yang sependapat dengan mereka, --- kemerdekaan Indonesia itu terjadi pada tanggal 27 Desember 1949, ketika pemerintah Belanda 'menyerahkan kedaultan' Hindia Belanda kepada pemerintah Indonesia. Sebelumnya, artinya sampai dengan tanggal 27 Desember 1949, negeri itu bernama HINDIA BELANDA, sebuah jajahan Kerajaan Belanda? Menarik sekali logika-politik yang tertera dalam tulisan seorang historikus Belanda, Joop de Jong, dalam s.k. nasional Belanda, 'de Volkskrant', 12 Agustus 2005 kemarin, sbb: "Mengakui atau tidak? Apa yang tidak disadari oleh para kontestan dulu dan sekarang, ialah bahwa mereka itu melakukan diskusi tentang problim yang tak ada". Historikus Joop de Jong, sampai dengan 2002 bekerja di Kementerian Luar Negeri Kerajaan Belanda. Di sini pembaca mungkin bisa dependapat dengan historikus Belanda, yang patutlah diakui, -- punya pandangan dan analisis yang rasional. Sebab, kata de Jong, apa yang dalam kunjungan kenegaraan Ratu ke Indonesia (1995) tidak bisa, sekarang bisa. Menteri Luarnegeri Bot, kata de Jong, akan hadir pada perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus di Jakarta. Ikuti selanjutnya analisis de Jong: Mengapa dalam tahun 1995 tidak bisa apa yang dalam tahun 2005 kok bisa? Apakah disebabkan oleh sikap Indonesia (ketika itu masih pemerintah Suharto, -- Penulis I.I.) yang tidak begitu merasa cocok bila hari peringatan itu menjadi bola-permainan dalam perjuangan-antargolongan intern Nederland sekitar masa lampau yang tidak bisa dicernakan/diatasi sendiri? Tanya Joop de Jong selanjutnya: Apakah perdebatan itu karena di negeri Belanda sendiri timbul ramé-remé di kalangan veteran-Indonesia(maksudnya para mantan KL dan KNIL yang dalam usaha Belanda untuk menghancurkan Republik Indonesia, aktif di Indonesia pada masa itu, -- Penulis I.I.) dengan organisasi-organisasi Indonesia dan gelombang protes yang lebih besar lagi di media, ketika kabinet(sekitar kunjungan Ratu Beatrix dan Pangeran Claus tahun 1995 itu, Penulis I.I.) mengundurkan kunjungan ke Indonesia ke tanggal 21 Agustus? Memang, kata de Jong lanjut, dalam tahun 1995 itu orang (Belanda) menghindari kunjungan pada tanggal 17 Agustus, tetapi bukan disebabkan oleh karena takut untuk mengakuinya. Perayaan 17 Agustus, kata de Jong lagi, di KBRI Den Haag sudah puluhan tahun lamanya, dihadiri oleh para anggota parlemen dan menteri-menteri (Belanda), sebagaimana kunjungan yang dilakukan pada negeri-negeri yang diakui. Yang lebih interesan ialah surat yang dikirimkan oleh kabinet Belanda pada tanggal 30 Januari 1995 kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dari situ tampak bahwa Nederland jelas mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagai suatu 'kenyataan sejarah yang pasti' dalam hubungan antar kedua negeri. PM Kok lebih jauh lagi ketika ia dimuka TV secara luas mengucapkan selamat dengan 'peristiwa penting'(mijlpaal) yang "merupakan suatu masa baru dalam hubungan sejarah kita'. Kalau pemerintah Belanda konsisten berfikir menurut jalur logika-politik historikus Joop den Jong, kiranya, memang sudah tidak ada soal lagi. Mudah-mudahan. Sebab, jurubicara Kemlu Belanda ketika mengomentari kunjungan Bot yad ke Indonesia untuk menghadiri Perayaan 17 Agustus, masih menyatakan bahwa hal ini bukan berarti bahwa pemerintah Belanda, secara formal telah mengakui 17 Agustus sebagai HARI KEMERDEKAAN INDONESIA. Maka, "keplintat-plintutan" ini seyogianya diakhiri. Lanjut Joop de Jong: Mengapa kabinet (Belanda) tiba pada pendirian ini? Hal itu jelas-jemelas dari surat pada tanggal 30 Januari itu. Diberikan argumentasi yang pendek dan baik, bahwa Nederland memang menyerahkan kedaulatan mengenai Indonesia baru pada tanggal 27 Desember 1949, tetapi pada waktu itu juga Republik Indonesia yang diproklamsikan pada tanggal 17 Agustus 1945 melalui persetujuan Linggardjati (Maret 1947) secara da facto telah diakui (oleh Belanda). Bahwa kali ini menteri Bot menghadiri perayaan itu, dengan demikian merupakan suatu langkah yang logis. Demikian tulis de Jong dalam 'de Volkskrant', 12 Agustus 2005, kemarin. Kalau hendak disingkat-padatkan, perdebatan itu sederhana tetapi juga tidak sederhana, karena menyangkut masalah pemahaman dan interpretasi antara fihak Belanda dan fihak Indonesia, terhadap peristiwa sejarah yang menyangkut dua negeri dan bangsa. Peristwiwa sejarah itu adalah, masalah KEMERDEKAAN INDONESIA, kata fihak Indonesia. Itu masalah PENYERAHAN KEDAULATAN kata BELANDA kepada fihak Indonesia. Bicara soal pemicu dimulainya lagi perdebatan soal tanggal hari kemerdekaan Indonesia ini, apakah itu terjadi pada HARI PROKLAMASI REPUBLIK INDONESIA, 17 Agustus 1945, -- ataukan pada tanggal 27 Desember 1949, yaitu pada hari 'PENYERAHAN KEDAULATAN oleh Kerajaan Belanda, kepada Republik Indonesia Serikat (RIS), pada tanggal 27 Desember 1949, sesudah penandatangan Persetujuan Koferensi Meja Bundar (KMB), antara Belanda dengan Indonesia, di Ridderzaal; --- Kiranya bisa dikatakan demikian: Pemicu perdebatan tsb adalah diberitakannya oleh pers Belanda, bahwa Menlu Kerajaan Belanda Bot, akan mengunjungi Indonesia, untuk menghadiri Perayaan 17 Agustus di Jakarta, atas undangan Indonesia. Sepertinya, dengan kehadiran Bot pada Perayaan 17 Agustus itu, Belanda akhirnya tokh mengakui bahwa Hari Kemerdekaan Indonesia itu adalah pada tanggal 17 Agustus 1945. Tetapi, tidak demikian nyatanya. Karena Bot sendiri menyatakan, lewat jurubicaranya, bahwa kehadirannya pada perayaan 17 Agustus itu, tidak berarti fihak resmi Belanda dengan formal mengakui Hari Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Kiranya kita sependapat dengan harapan historikus Belanda de Jong bahwa, kunjungan menteri Bot kali ini akan memecahkan debat-kusir, untuk dimulainya suatu pengakuan yang jernih mengenai apa yang terjadi sesungguhnya di waktu lalu. Begitu banyak publikasi sejarah, termasuk diskusi mempesonakan antara 'kaum tradisionalis' ddengan kaum 'revisionis', menunjukkan jalan keluar. Perbaikan hubungan Indonesia-Belanda pasti menguntungkan kedua belah fihak. Dalam hal ini di fihak Indonesia bisa lebih banyak belajar dari keunggulan-keunggulan Belanda. Misalnya di bidang pengelolaan ekonomi, pengelolaan pertanian dan perikanan, efisiensi pemerintahan, dan dalam usaha pemberantasan korupsi -- meskipun kemarin, hasil penelitian "Volksuniversiteit Amsterdam"(VU) menunjukkan bahwa menurut kalangan atasan fungsionaris Belanda, satu dari duapuluh orang (5,2%) politisi Belanda, melakukan korupsi. Bahwa di kalangan pegawai negeri terdapat 3,2 persen yang melakukan korupsi. Ini penting sekali: Kita juga bisa banyak belajar dari Belanda (dengan sikap rendah hati tetapi kritis tentunya), mengenai pentrapan hak-hak demokrasi dan HAM pada umumnya. * * * [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/