Saya tidak tahu dari mana kesimpulan Mbak yang memastikan bahwa orang yang 
tidak menyalahkan iblis berarti suudzhan kepada Allah. Wallahu khalaqakum wa 
maa ta'maluun. Waqad ahsantul adaba maa'ahu hatta la azhunna fi makhluqihi 
haadza syaian illa husnaz zhanni bihi fanaquulu annahu laisa bimajnuunin 
kajunuunil basyar. Innama huwa ni'matun kubra la tasta'iddu bashiratuhu 
litalaqqiha.

Persoalan itu mungkin karena Mbak sudah menilai yang terjadi padanya adalah 
sesuatu yang negatif (negatif dalam makna kejahatan atau buruk dalam sudut 
pandang agama) sehingga dikatakan itu ghurur setan. Dan sudah merasa 
husnuzhan kepada Tuhan dengan menegaskan bahwa apa yang ada padanya adalah 
dari setan. Saya tidak menilainya dalam lingkup seperti itu selain hanya 
sesuatu yang "tidak normal". Tidak normal bukan berarti selalu buruk. Salah 
seorang guru saya yang mendapatkan uang di bawah sejadahnya adalah tidak 
normal dalam ukuran kita. Ceritanya, dia mempunyai sejumblah uang (jutaan 
deh) lalu tiba-tiba datang orang yang meminta bantuan kepada beliau karena 
sesuatu yang sangat mendesak (kalau tidak salah ketika itu, istri atau anak 
orang itu harus operasi). Tanpa ragu beliau berikan semua uang itu. 
Selanjutnya beliau mendapatkan uang dalam jumblah yang sama di bawah 
sejadahnya sehabis shalat. Ini aneh.. ini tidak normal, tp bukan sesuatu 
yang negatif. Mas Sutioyoso mengatakannya, anugrah. Persoalan kita, sampai 
di mana kesiapan kita menerima kenyataan seperti itu? Kenyataan-kenyataan 
seperti itu tidak bisa kita pastikan apakah ghurur setan atau bukan. Sikap 
kita terhadap itu yang semestinya berdasarkan husnuzhan. Kan menjadi aneh 
kalau saya yang menyaksikan kondisi adik kelas saya, lalu Mbak memastikan 
itu ghurur setan. Mbak mengatakan, perkokoh syariah. Saya mengatakan, 
tumbuhkan kesadaran manusiawi. Renungkan kesamaan maksud dan kedalaman makna 
yang ingin saya sampaikan sebenarnya.

Satu hal lagi, saya sudah sampaikan paham "ittihad" sufi dengan bahasa yang 
sederhana dan sangat mudah dicerna. Itu yang saya sebutkan tentang 
Musyahadah al-Wahdah fi al-Kastrah dan Musyahadah al-Kastrah fil Wahdah. 
Masih ada tiga tahapan dibawahnya. Saya langsung ke poin itu untuk 
memberikan gambaran kesalahpahaman yang selama ini terjadi dalam memahami 
Wahdatul Wujud. Dulu di milist ini juga saya sering memberikan gambaran, 
Indonesia bersatu itu bukan berarti Pulau Kalimantan ya Pulau Jawa, Pulau 
Jawa ya Pulau Kalimantan. Saya pikir itu saja sudah cukup untuk memberikan 
gambaran sederhana. Salah satu konsep amaliyahnya juga sudah saya jelaskan 
sedikit dalam cerita tentang al-Hallaj pada prasa kedua sebagai pro 
orang-orang tertindas. Bukan riwayat pertama tentang al-Hallaj yang penuh 
dengan tudingan dan tuduhan.

Secara konsep global memang gampang bagi kita untuk mengatakan bahwa yang 
buruk dan jahat itu adalah ghurur setan sedang yang baik adalah nur 
ilahiyah. Namun saya pikir, ketika pembicaraan sudah menyangkut person 
seseorang, seyogyanya kita bisa menjaga jarak dengan memeriksa lebih lanjut. 
Bukankah itu termasuk bagian memperkokoh syariah? (saya pinjam istilah Mbak 
deh -:)) Dalam lingkup seperti apa kalimat sakti al-Hallaj itu? Benarkah ia 
mengatakannya dalam makna dan maksud yang sebenarnya? Atau itu tudingan 
padanya sehingga aktivitasnya bisa diredam dengan menghukumnya dengan dalih 
tudingan itu? Begitu juga Abu Yazid al-Busthami, Sang Quthbul Ahwal. Kalau 
tidak salah Imam Ghazali dalam Ihya Ulumiddin pernah menjelaskan tentang 
perkataan ini. Dalam bahasa Arab, disebut 'ala sabilil hikayah. Gambarannya 
yang mudah dicerna, sama seperti kita yang sedang membaca ayat, laa ilaaha 
illa ana fa'budni (Artinya, "tidak ada tuhan selain Aku maka sembahlah Aku", 
duh lupa ayat dan surah apa ya, al-Ra'ad 47 apa ya, check lagi deh). Saat 
membaca ayat itu, bukan berarti kita mengatakan perkataan itu sebagai 
perkataan kita. Barangkali Abu Yazid ketika mengucapkannya, tidak berada 
dalam keadaan seperti kita mengaji (membaca) al-Qur`an lalu sejak awal sudah 
diketahui memang sedang tadarus, sehingga dikira dia sedang mengucapkan 
perkataannya sendiri. (penjelasan selengkapnya lihat Ihya Ulumuddin, saya 
lupa halaman berapa dan juz berapa, tapi ada di sana).

Segitu aja dulu,
Wassalam

Aman


----- Original Message ----- 
From: "shafiyyah77" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, September 18, 2005 4:40 AM
Subject: [wanita-muslimah] Re: Bacaan Dzikir Sesudah Sholat Fardhu


> Assalamualaikum,
> saya respon perpargraf aja mas ya...:)
>
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Aman FatHa" <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
>> Saya tidak ingin membicarakan lebih jauh tentang syariat, hakikat,
> thariqat
>> dan makrifat ini. Namun ada dua tanggapan yang perlu saya utarakan:
>>
>> Pertama, beberapa kasus keanehan yang dialami orang-orang seperti
> kasus adik
>> kelas saya itu, kesimpulan yang kita berikan selalu bersifat
> spekulatif.
>> Karena itu, dasar utama ketika saya mencoba melihat fenomena dia
> adalah
>> husnuzhan. Saya tidak tahu kapan Iblis itu datang atau seperti apa
> sehingga
>> tidak mungkin bagi saya misalnya menyimpulkan bahwa itu kemasukan
> Iblis. Apa
>> iya, dia yang lebih menginginkan shalat daripada makan itu
> kemasukan Iblis,
>> atau berzikir dengan rutin sehingga berada dalam kondisi yang
> seperti gila
>> karena kemasukan Iblis. Waktu itu, kami hanya melihat bahwa dia
> sedang
>> berada dalam kondisi yang lain dari biasanya. Katakanlah
> sekarang "gila"
>> dalam tanda kutip seperti penjelasan Mas Sutiyoso. Kami hanya
> berpikir, ini
>> masalah dan kami harus menyelesaikannya, dengan cara kami yaitu
> dibawa
>> kepada Ustadz.
>
> Mas bilang husnudzon, sedang mas sendiri tidak menyalahkan iblis
> sebagai aktor utama yang menimpa adik kelas mas:) artinya mas
> menyalahakan Allah, karena orang itu terlalu banyak berdzikir?:)
> saya kira mas yang su'udzon pada Allah:) Logikanya gini aja mas,
> bagaimana mungkin saat Allah menciptakan kita dan menyuruh kita
> beribadah kepada-Nya, lalu Allah akan membuat kita emnajdi gila?
> Saya mengajak mas yuk.. kita husnudzon :) sesuatu yang berdampak
> buruk dari sikap kita tentu karena setan dan iblis, sedang sesuatu
> yang berbuah manis dari sikap kita tentu berasal dari nurilahiyah:)
> walau keduanya terjadi atas kehendak-Nya. Jadi kita sama-sama masih
> berspekulasi dan berprasangka yha?:)
>
>> Dengan penjelasan itu bisa dipahami maksud saya dengan memberikan
> tambahan
>> tentang konsep sufi. Kesadaran manusiawi. Bahwa orang yang sudah
> kasyaf atau
>> berada dalam penghayatan tertentu akan semakin rajin setan
> menggodanya, itu
>> benar. Namun seperti apa, kita tidak bisa memastikan. Cerita-
> cerita tentang
>> Abdul Qadir al-Jailani dan lain-lain, enak dan gampang kita simak
> untuk
>> menumbuhkan kehati-hatian dan kesadaran manusiawinya, karena kita
> bisa
>> membacanya. Persoalannya, bagaimana jika ada fenomena yang kita
> alami
>> sendiri atau dekat dengan kita. Ukuran apakah itu ghurur (tipu
> daya) setan
>> atau bukan, wah tidak semudah itu kita bisa mengenalinya. Contoh
> selain dari
>> kasus adik kelas saya, seseorang yang setiap jum'at shalat di
> Makkah. Ini
>> bukan asumsi, atau cerita-cerita yang tidak ada sumbernya yang
> pasti. Ini
>> adalah cerita pengalaman dari orang yang sangat dekat dengan saya
> sendiri.
>> Dia setiap jum'at shalat di Makkah. Wah, apa mungkin?! Itulah
> kenyataan yang
>> dia alami. Jum'at kedua kemudian begitu juga. Hingga pada jum'at
> ketiga,
>> saat khatib sedang khutbah di atas mimbar, dia beranikan diri
> memukul Ka'bah
>> yang di hadapannya dengan sejadah. Tiba-tiba suasana dan semua
> bentuk
>> berubah. Dia ternyata berada di tengah-tengah hutan. Ka'bah yang
> dipukulnya
>> itu ternyata adalah sebatang pohon besar. Jadi jelas selama ini
> dia berada
>> dalam tipu daya setan.
>>
>> Pertanyaannya, seberapa besar ukuran keberanian kita untuk
> melakukan seperti
>> yang dia lakukan jika kita mengalami kejadian serupa. Apalagi
> kejadian
>> seperti ini sering dibuat menjadi bahan kebanggan, bukan? Saya
> pikir, inilah
>> kesadaran manusiawi yang ada dalam dirinya. Dia tidak larut dan
> tidak
>> tenggelam dalam suasana batin yang mendorongnya untuk merasa sudah
> bersih,
>> merasa sudah suci sehingga mendapatkan kesempatan seperti itu. Dia
> tetap
>> pada dirinya sebagai manusia yang sadar, yang berpikir, yang
> hamba, yang
>> manusiawi, yang punya potensi "merusak" (minjam istilah Mbak Chae)
> tapi
>> terus berproses menuju sesuatu yang ideal.
>
> Gini mas, saya dapat ilmunya dari suami saya gini:)
> Untuk mencapai marifat, seseorang harus perkokoh syariat, lalu
> berjalan mencari dalam sebuah tarikat sehingga akan paham hakikat
> (marifatullah). kadang orang nggak sabar, jadi langsung mau
> marifatnya sedang syariatnya dia nggak isitiqamah, tarikatnya juga
> sendirian nggak ada mursyid yang bimbing. jadi seperti yang saya
> tulsikan merespon mas sebelumnya, sikap terburu2 inilah yang kadang
> bikin orang menajdi gila, perusak, membuat onar dimasyarakat dll.
> Saya mengerti teman mas itu duduk dimasjid, dzikir, tapi mas aman
> tahu kan apa itu syariat? Syariat itu nggak ibadah vertikal aja
> (dzikir), tapi berdagang, adab, dll. orang ini lupa bermuamalah,
> ibadah horisontalnya nggak maksimal:)
> diatas mas bilang ngggak mau membicarakan syariat, tarikat, hakikat,
> dan marifat. tapi menurut saya seseorang yang berusaha khusyu dalam
> ibadahnya, dia kadang tidak sadar sedang menyelami dunia ini. cuma
> caranya macam2, ada yang dibimbing ada yang sendirian (bergurukan
> buku). apa yang menimpa adik mas persepsi saya dia
> sedang "berjalan". jadi maaf kalau saya sedekahkan sedikit pemahaman
> tentang syariat, tarikat, hakikat dan marifat ini.:)
>
>> Jadi, panas dalam zikir sebagaimana disampaikan ustadz-ustadz saya
> tidak
>> saya tafsirkan sebagai panas api, tapi kondisi yang membuat
> seseorang lupa
>> akan siapa dirinya. Kelupaan diri itu tidak melulu bisa kita
> pastikan
>> sebagai ghurur setan (tentu maksudnya, merusak, atau keluar dari
> ajaran),
>> bisa juga dalam bentuk dorongan hidup di menara gading, merasa
> sudah bersih
>> dan suci, dll. Dan pesan memperbanyak shalawat karena shalawat itu
> dingin
>> yakni adalah untuk mengembalikan posisinya sebagai manusia
> sebagaimana
>> Muhammad itu adalah manusia. Manusia yang sadar diri sepenuhnya
> dalam
>> menggapai Tuhan.
>
> Panas itu sumbernya dari api mas:) FYI, di dunia ini hanya ada air,
> api, tanah, dan udara:) Lalu nur dimana? nur itu ada pada masing-
> masing zat tersebut:) ah... panjang untuk mengungkapkan ini. saya
> juga belum mendalami. Suami saya seorang tarikat, tapi dia belum
> mengajarkan banyak pada saya. dia menyruuh saya perkokoh syariat
> dulu. katanya nanti kalau sudah bisa senyum yang manis, nggak marah2
> lagi, baru saya mau diajarinnya:) asik lho mas....:) seorang yang
> syariatnya bagus pasti tawadhu kaerna tawakal, katanya:) saya belum
> bisa begitu, jadi nggak mau dia ajarin:)
>
>> Kedua, soal al-Hallaj. Saya tidak tahu dasar apa yang bisa kita
> gunakan
>> untuk mengatakan al-Hallaj adalah pembela Iblis. Saya kira ini
> adalah
>> kesimpulan yang keterlaluan. Yang saya tahu, al-Hallaj pernah
> hidup dekat
>> dengan pembesar-pembesar istana, sedang pada sisi lain dia hidup
> di
>> tengah-tengah penduduk yang fakir. Sekembalinya dari perjalanan ke
> India,
>> dia menjadi seorang guru yang menyampaikan nasihat-nasihat dan
> berbicara
>> tentang "keluh kesah Cintanya", menyebarkan ide-ide reformisnya.
> Hidupnya
>> kemudian senantiasa penuh dengan penjara dan persidangan-
> persidangan yang
>> tak kunjung usai, penuh tuduhan hingga pengadilannya yang terakhir
> tahun 309
>> H. di depan Hakim al-Maliky (dari mazhab imam Malik) Abu Umar al-
> Hamdy
>> disertai dua orang Qadhi (jaksa) masing-masing dari mazhab Syafi`i
> dan Dari
>> Mazhab Hanafi sebagaimana biasanya persidangan waktu itu. Seingat
> saya,
>> dalam beberapa persidangannya, salah seorang Qadhi dari Syafi'i
> adalah Ibnu
>> Suraij. Ibnu Suraij ini yang kerap membelanya dalam persidangan,
> tapi
>> kemudian mengundurkan diri dalam persidangan selanjutnya karena
> pembelaannya
>> tidak didengarkan.
>>
>> Seperti juga penegasan penulis buku "Kasf al-mahjub" bahwa ia
> melihat di
>> Iraq kelompok yang menamakan dirinya "al-Hallajiyah" (pengikut
> Hallaj)
>> setelah lebih dari 100 tahun kematian Hallaj. Ini tak jauh beda
> dengan
>> ungkapan al-Ma`arry dalam bukunya "Risalah al-Gufran" bahwa ada
> suatu kaum
>> di Bagdad yang menanti munculnya al-Hallaj. Mereka tinggal di
> pinggiran
>> sungai Tigris di mana Hallaj disalib, menanti kembalinya Hallaj.
> Al Ma`arry
>> sendiri wafat 140 tahun setelah penyaliban Hallaj. Dengan
> demikian,
>> sebagaimana yang bisa kita baca juga dalam buku "Akhbar al-Hallaj"
> tak
>> diragukan lagi kalau Hallaj memang menyibukkan dirinya dengan
> problematika
>> masyarakatnya. Dan bisa dipastikan sikap Negara terhadapnya tidak
> lain
>> adalah "vonis" terhadap pemikiran sosialnya ini. Sisi ini yang
> jarang
>> diangkat oleh orang-orang yang berbicara tentang al-Hallaj.
>
> :) kalo kemarin mas Aman bilang maqom al-hallaj itu udah mencapai
> kedudukan tertinggi, dan hanya menyerahkan pada Allah saja, saya
> juga mau menyampaikan bahwa al-hallaj adalah pembela iblis, saya
> serahkan apda Allah aja:) jadi gini mas. ada aqidah sufi yang
> namanya ittihada yaitu ketika seseorang (sufi) telah emncapai maqam
> tertinggi sehingga dia biasa mengeluarkan kata-kata yang aneh.
> seperti al-Bustami dengan kalimatnya, "Sesungguhnya aku ini adalah
> Allah, tiada Tuhan melainkan aku, maka sembahlah aku". Orang awam
> yang denger ini kan bisa bilang dia gila, padahal sufi ini tidak
> gila. :) lalu al-hallaj dengan kalimat saktinya," Aku adalah Tuhan
> yang Haq". Kalima inilah yang menjadi polemik dan membuatnya
> dihukum, dicungkil matanya, disalib dll:) dan ini dilakukan oleh
> ulama, pembesar sufi (syekh shaffar) dizaman itu:)
>
> intinya kenapa saya sebut al-hallaj pembela iblis? ah sebenarnya ini
> bukan kata saya koq:) tapi persepsi orang banyak:) kita hidup
> didunia ini semuanya cuma berspekulasi iya toh mas?:)
> oh ya kenapa pembela iblis? jadi gini. al-hallaj membela iblis
> ketika mencoba memahami dialog antara iblis dengan Tuhan. iblis yang
> mencari otoritasnya sebagai tuhannya kejahatan:) iblis itu bertanya,
> sebenarnay saya ini diperintahkan untuk bebruat kejahatan,
> menjermuskan manusia atau kejahatan itu sebenarnya karena Allah?
> kalau manusia berbuat kejahatan apakah itu kehendak Allah atau
> karena mereka telah mengikuti perintahku? kata iblis. Disitu al-
> Hallaj membela iblis dengan mengatakan bahwa manusia berbuat
> kejahatan karena mengikuti perintahnya iblis, bukan kehendak Allah.
> saay sendiri berpendapat bahwa manusia berbuat kejahatan karena
> kehendak Allah, semua yang terjadi atas izin-Nya, iblis dan lain-
> lain itu cuma perantara aja:) gitu:)
> Wassalam,
> Fiyyah
>
>>
>>
>> Wassalam
>>
>> Aman
>> ----- Original Message ----- 
>> From: "shafiyyah77" <[EMAIL PROTECTED]>
>> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
>> Sent: Saturday, September 17, 2005 8:12 PM
>> Subject: [wanita-muslimah] Re: Bacaan Dzikir Sesudah Sholat Fardhu
>>
>>
>> Assalamualaikum:)
>> Waduh... panjang juga ya diskusi tentang dzikir dan gila:)
>> Jadi ingat Majnun (gila) dan Laila:) Keduanya, menurut persepsi
> kaum
>> sufi adalah simbol cinta yg abadi laksana romeo dan juliet. juga
>> menjadi simbol cinta yang tulus kepada-Nya. Lalu seorang gembala
>> yang mabuk kepayang kepada Allah sehingga dia dicap gila oleh Nabi
>> Musa:) ah... ini lain kasus yha?:)
>>
>> Focus in discuss, hakikat dzikir bukan gila, bukan juga orang jadi
>> gila karena dzikir. Menurut saya, apa yang menimpa adik kelas mas
>> Aman, dia sedang kemasukan iblis atau ghurur, tipu daya iblis yang
>> ampuh untuk mengacaukan seseorang. Ada teman suami saya murid Anand
>> Krishna yang mengaku merasa lebih dekat dengan Tuhan setelah
>> mengamalkan ajarannya (ajaran Anand). Dia kalau berwudhu bisa
> sampai
>> menangis, katanya. Tetapi, menurut seorang sufi yang sudah kasyaf,
>> itu adalah "tangisan yang menipu" (seperit pernah dikatakan Imam
> al-
>> Ghazali) - artinya tangisan itu tidak keluar dari ruhnya yang
>> merindukan Allah, tetapi dari nafs-nya, yang "menyamar".. wallahu
>> a'lam. Tetapi menurut suami saya sufi itu benar, sebab jika kita
>> mencampuradukkan agama (Islam dengan ajaran Anand Krisnah), hasinya
>> adalah sesuatu yang tidak selaras dengan jalur Islam. Bisa jadi
> yang
>> membisikkan adalah jin yang musyrik (seperti kasus Lia Aminudin).
>> Memang dalam sufi ada banyak bahayanya. Yang kita hadapi bukan lagi
>> konsep abstrak tetapi kenyataan. Dalam Qur'an dikatakan bahwa
>> sesunggunya setan itu musuhmu yg nyata. Kata seorang sufi, jika
> kita
>> sudah kasyaf, maka benar-benar menghadapi setan secara nyata,
>> hadir,  "face-to-face" dan tipu dayanya lebih mengerikan karena
>> orang yg naik maqamnya itu dia akan mulai merambah alam di atas
> alam
>> jasmani (ruhani) - di "dunia lain" ini yg dihadapi bukan lagi
>> sekedar yuwas wisufi sudurinas, tetapi langsung tipu daya yg makin
>> bahaya. Syaikh Abdul Qadir Jailani juga pernah dicoba oleh Iblis,
>> yang mengambil bentuk cahaya dan mengaku Tuhan. Tetapi selama
>> syariat kokoh, biasanya Allah-lah yg akan melindungi kita.
>>
>> Tapi kalau seseorang jadi kepanasan karena terlalu banyak dizkir,
>> saya kira Rosulullah dulu engga:) beliau malah kedingingan ketika
>> wahyu itu disampaikan padanya. Sedang Nabi Musa sendiri malah
>> diperlihatkan "loncatan api" (gunung yang terbelah) ketika beliau
>> ingin melihat Allah. Jadi nggak slalu bisa disebut panas itu kaerna
>> dekat dengan Allah, atopun sebaliknya dingin itu karena lagi dekat
>> degnan Allah :)
>>
>> Oh ya tentang Al-Hallaj , beliau itu pembela iblis. Sebenarnay
> dalam
>> bersufi (menurut teori diceritakan suami saya lho) yang paling
>> penting untuk dipahami dulu adalah perkokoh syari'at. Kadang orang
>> tergesa-gesa menyelami hakikat padahal cuma sekedar membaca buku,
>> merenungkannya, atau merenungkan kejiwaannya, atau merenungkan
>> pikirannya sendiri. Dzikir belum lagi dawam dan istiqamah, tahajud
>> belum setiap malam, tetapi sudah buru-buru bicara soal asma, soal
>> wahdatul wujud, dan seterusnya. Benar bahwa hal-hal seperti itu
> bisa
>> menjadi kajian filosofis yang menarik, dan itu tidak mengapa,
> tetapi
>> jika tidak hati-hati dan rendah hati, pengetahuan itu bisa
>> membangkitkan "api" dalam dirinya, atau membangkitkan
>> kesadaran "nar" dalam dirinya. Padahal, dalam tradisi sufi, tujuan
>> sebenarnya adalah mengubah kesadaran "nar" itu menjadi
>> kesadaran "nur" - dari api (neraka/nar) menjadi cahaya/nur, sebab
>> bukankah Allah berfirman bahwa Allah adalah cahaya (nur) langit dan
>> bumi? Kita ingat bahwa bahan bakar neraka (nar) adalah manusia dan
>> batu. Dalam konteks ini kita sesungguhnya telah menjadi bahan bakar
>> nar, kecuali kita mau mengubahnya menjadi nur. Syariat adalah
>> informatif, tarekat adalah transformatif dan hakikat adalah
>> afirmatif. selama kita belum menekuni syariat dan menjalani
>> transformasi kesadaran melalui tarekat (dalam arti yg luas),
>> bagaimana mungkin kita bisa mengafirmasikan hakikat?
>>
>> Begitulah yang selalu disalahfahami dan terlalu buru2 sehingga
> iblis
>> mudah memasuki "ruhaniyah" seseorang. sufi memang pada kebanyakan
>> sudah dicampuradukan dengan spiritualisme, padahal sufi itu Islam.
>> Ini pulalah yang membuat sufi menjadi borok, terkesan mistik,
> sesat,
>> dll.maaf jadi ikut2an panjang nih:)
>> Wassalam,
>> Fiyyah
>> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Aman FatHa" <[EMAIL PROTECTED]>
>> wrote:
>> > Saya aja yang jawab ya, minta izin.
>> >
>> > Mas Sutiyoso,
>> > Persoalan zikir kepada Allah itu bisa membuat seseorang gila
>> memang tidak
>> > ada secara teori, tapi ada dalam kenyataan.
>> > Salah seorang adik kelas saya, setelah mengamalkan zikir selama
>> seminggu
>> > secara rutin, tiba-tiba dia menjadi kacau. Otaknya melayang-
> layang
>> seperti
>> > orang yang tidak menginjak bumi lagi. Susah bagi saya menjelaskan
>> > kondisinya, karena disebut gila juga tidak tepat. Itu bukan gila.
>> Namun
>> > kesadaran duniawinya atau kesadaran kemanusiaannya lenyap. Saya
>> menduga saja
>> > awalnya, ini disebabkan mentalnya tidak siap dan belum kuat.
>> Secara teori
>> > saya membayangkan bahwa orang yang rutin melakukan zikir dengan
>> segala
>> > keikhlasan dan penghayatannya akan membawa seseorang ke kondisi
>> yang tenang
>> > secara batin. Namun tidak terbatas itu saja, dalam rumusan sufi
>> ada yang
>> > disebut dengan "terbuka hijab". Dinding penghalang yang bersifat
>> duniawi
>> > atau manusiawi itu terbuka dan kepadanya diperlihatkan kebesaran
>> Tuhan yang
>> > sangat besar dan luas.
>> >
>> > Pada kasus adik kelas saya itu, saya menduga hijab itu dibukakan
>> untuknya.
>> > Ketika itu dia tidak akan merasakan lagi nikmatnya makanan ketika
>> makan. Dia
>> > tidak lagi melihat apa yang ada di depannya seperti yang biasa
>> kita lihat.
>> > Pandangannya sudah menembus rahasia di balik sesuatu dan itu
> bukan
>> > kehendaknya sendiri. Ketika kesiapan mental masih lemah, pada
> saat
>> itulah
>> > kondisi seperti gila itu muncul. Dia masih belum bisa memahami
>> lebih jauh
>> > apa yang sedang terpampang di depannya. Dia masih belum bisa
>> menafsirkan
>> > rahasia yang terbuka untuknya itu. Dalam setiap detik hembusan
>> nafas dan
>> > setiap pandangannya, yang ia lihat hanya Allah semata. Dari
>> mulutnya pun
>> > akan keluar secara refleks dan terus menerus, Allah.. Allah..
>> Allah..
>> >
>> > Akhirnya kawan-kawan saya membawanya ke rumah Habib Abdullah al-
>> Habsyi,
>> > ustazd di Pondok kami. Beliau menyarankan kepadanya untuk
> berhenti
>> berzikir.
>> > Bagi orang yang konseptual mainded, ini adalah saran yang lucu
> dan
>> aneh.
>> > Bukankah setiap muslim dianjurkan untuk berzikir? Namun itulah
>> kenyataannya.
>> > Bayangkan saja, menyampaikan saran ini saja sangat susah. Dia
>> hanya
>> > mendengarkan Allah. Dia seperti tidak sadar kalau secara nyata
>> sebenarnya
>> > dia sedang mendengarkan saran Ustadz kami itu. Karena saran itu
>> agak aneh
>> > sehingga susah untuk dilaksanakan, akhirnya diminta kepadanya
>> untuk
>> > memperbanyak shalawat. Pesannya, shalawat harus lebih banyak dari
>> zikir yang
>> > ia ucapkan.
>> >
>> > Pesan memperbanyak shalawat ini juga yang sering disampaikan oleh
>> > ustazd-ustadz kami. Kalau saya ingin menafsirkan rahasia pesan
>> itu,
>> > sebenarnya adalah ingatlah pada Nabi yang Manusia itu dan Dia
>> sebagai
>> > manusia adalah orang yang paling dekat kepada Allah; Imamul
>> Muttaqin.
>> > Tujuannya, mendudukkan kembali posisi sebagai manusia sebagaimana
>> Nabi
>> > adalah manusia. Atau dengan kata lain, menumbuhkan kesadaran
>> manusiawi
>> > secara sempurna ketika (sebelum) menggapai Dzat yang abstrak yang
>> tidak bisa
>> > ditembus karena ketidak-sempurnaan manusia itu sendiri. Istilah
>> sufi, wal
>> > 'ajzu 'anil idraki idraakun. Itulah fungsi utama shalawat dalam
>> pemahaman
>> > saya. Alhamdulillah, anak itu perlahan-lahan bisa menginjakkan
>> kembali
>> > kakinya di bumi, tidak seperti al-Hallaj -:)
>> >
>> > Itulah maksudnya perkataan ulama, zikir itu panas dan harus
>> diimbangi dengan
>> > shalawat untuk mendinginkannya.
>> > Tentu saja, ini tidak akan (atau jarang) terjadi pada orang yang
>> berzikir
>> > hanya mulut belaka. Ini hanya (sering) terjadi pada zikir yang
>> penuh dengan
>> > penghayatan dengan segenap jiwa dan perasaan, seperti kata Abu
>> Abbas
>> > al-Mursi, jika saya lupa kepada Allah sekejap mata, maka saya
>> hukumkan diri
>> > saya murtad.
>> >
>> > Pada sudut ini orang seringkali keliru dalam menilai, bahkan
>> khususnya oleh
>> > kalangan sufi sendiri, bahwa seperti al-Hallaj itulah maqam
>> (kedudukan) yang
>> > paling tinggi. Sebenarnya soal kedudukan (Maqam) seperti itu kita
>> serahkan
>> > saja kepada Allah. Namun kalau saya beranikan diri mengukurnya
>> sesuai dengan
>> > logika saya, kondisi seperti al-Hallaj itu malah tenggelam dan
>> kesadaran
>> > manusiawinya hilang. Dan orang yang dalam kondisi seperti itu
>> sangat
>> > beresiko apabila masih terjun di tengah-tengah masyarakat.
>> >
>> > Kalau kita ukur dengan konsep Wihdatul Wujud, masih ada satu
>> tingkatan lagi
>> > di atas al-Hallaj. Yaitu, syuhudul katsrah fil wahdah dan
> Syuhudul
>> Wahdah
>> > fil Katsrah. Dua kondisi ini setara dan sama-sama berada dalam
>> tingkatan
>> > yang paling tinggi. Pertama, Musyahadah yang banyak dalam Yang
>> Satu. Kedua,
>> > Musyahadah Yang Satu dalam yang banyak. Manusia yang padanya
>> tergabung dua
>> > konsep ini sekaligus hanya ada pada Nabi Muhammad Saw. Orang yang
>> berada
>> > dalam kondisi pertama akan lebih sering menyendiri, sedangkan
>> orang yang
>> > berada dalam kondisi kedua akan lebih sering terjun dalam
>> masyarakat. Namun
>> > yang lebih penting--dan ini yang ingin saya tekankan-- yaitu
> bahwa
>> kedua
>> > konsep ini sama-sama menonjolkan kesadaran manusiawinya. Artinya,
>> > kesadarannya sebagai manusia, lebih umum lagi, kesadarannya
>> sebagai makhluk.
>> > Istilah al-Qur`an, Katakan (hai Muhammad) kepada mereka: saya ini
>> hanya
>> > manusia seperti kalian, diwahyukan kepada saya al-Qur`an ini...
>> >
>> > Penjelasan ini berdasarkan asumsi riwayat bahwa al-Hallaj memang
>> benar
>> > mengatakan perkataan yang mustahil itu sehingga akhirnya dia
>> dihukum bunuh.
>> > Sedangkan al-Hallaj dalam penelitian lain sebagai korban politik
>> karena pro
>> > orang-orang tertindas, maka bukan tidak mungkin kalau sebenarnya
>> al-Hallaj
>> > sudah mencapai Musyahadah al-Wahdah fi al-Katsrah; Menyaksikan
>> Yang Satu
>> > dalam yang banyak. Ketika dia melihat "yang banyak" itu
> teraniaya,
>> miskin,
>> > tidak mendapatkan keadilan, maka dia berontak karena dia
>> menyaksikan Yang
>> > Satu, Yang Maha Adil, Yang Maha Kaya. Dan manifestasi itu tidak
>> sesuai
>> > dengan kondisi mereka. Kenyataan itu yang membuatnya menginjakkan
>> kaki di
>> > bumi dengan dirinya sebagai manusia untuk membela. Wujudnya tentu
>> dalam
>> > praktik manusiawi; menuntut kepada penguasa, mendobrak tradisi
>> kekuasaan,
>> > dsb. Dengan itu, dia telah sempurnakan tugasnya sebagai manusia
>> sebagaimana
>> > tuntutan Musyahadah al-Wahdah fi al-Katsrah-nya. Dan itu yang
>> membuatnya
>> > terhukum.
>> >
>> > Dengan penjelasan ini, tudingan kotor kepada sufi yang kadang-
>> kadang dengan
>> > mengkonfrontasikannya dengan kehidupan Nabi dan Para Sahabat
>> adalah keliru.
>> > Dalam argumen-argumen yang diajukan misalnya, kita bisa baca
> bahwa
>> mereka
>> > mengatakan, konsep-konsep yang diadopsi oleh para sufi itu tidak
>> ada dalam
>> > kehidupan atau ajaran Nabi Saw maupun Para Sahabat sesudahnya.
>> Saya pikir,
>> > itulah kesalahpahaman. Hal itu, karena mereka menganggap bahwa
>> kaum sufi
>> > menyatakan kedudukan tertinggi itu adalah seperti al-Hallaj
>> (sesuai asumsi
>> > riwayat pertama), atau kondisi yang "mabuk" dan hilang kesadaran
>> diri,
>> > tenggelam dalam (manifestasi kebesaran) Allah. Memang bagi
>> kalangan sufi,
>> > itu termasuk kedudukan yang tinggi. Namun masih ada tahapan di
>> atasnya;
>> > seperti yang sudah saya uraikan singkat di atas, mencapai
>> kesadaran
>> > manusiawi. Kesadaran manusiawi dalam menggapai Allah, itulah
>> kehidupan para
>> > Nabi dan para Sahabat Muhammad setelahnya.
>> >
>> > Demikian, maaf sedikit kepanjangan dengan memberikan jawaban yang
>> tidak
>> > hanya sebatas pertanyaan yang diajukan.
>> > Wassalam
>> >
>> > Aman
>> >
>> > ----- Original Message ----- 
>> > From: "SUTIYOSO WIJANARKO WIJANARKO" <[EMAIL PROTECTED]>
>> > To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
>> > Sent: Saturday, September 17, 2005 9:10 AM
>> > Subject: Re: [wanita-muslimah] Bacaan Dzikir Sesudah Sholat
> Fardhu
>> >
>> >
>> > >
>> > >
>> > > Gimana dimas pertanyaan saya koq engga dijawab?..
>> > >
>> > > salam
>> > >
>> > > --- He-Man <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>> > >
>> > >>
>> > >> Itu berarti anda tidak pernah dzikir , setidaknya
>> > >> tidak pernah dalam jumlah
>> > >> banyak.
>> > >>
>> > >> ----- Original Message -----
>> > >> From: "SUTIYOSO WIJANARKO WIJANARKO"
>> > >> <[EMAIL PROTECTED]>
>> > >> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
>> > >> Sent: Saturday, September 17, 2005 12:15 AM
>> > >> Subject: Re: [wanita-muslimah] Bacaan Dzikir Sesudah
>> > >> Sholat Fardhu
>> > >>
>> > >>
>> > >> > He-man,....he-man...eman-eman....
>> > >> >
>> > >> > Dzikir itu mengingat Allah,  apa betul nih
>> > >> mengingat Allah membuat orang
>> > >> yang mengingat Allah jadi gila?.....ini joke atau
>> > >> serious? atau hanya mau
>> > >> cari sensasi...?  atau berpolitik?
>> > >> >
>> > >> > salam
>> > >> >
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>> Milis Wanita Muslimah
>> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun
> masyarakat.
>> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
>> ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-
> muslimah/messages
>> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
>> Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
>> Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
>> Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
>>
>> This mailing list has a special spell casted to reject any
> attachment ....
>> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>
> Milis Wanita Muslimah
> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
> Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
>
> This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>
>
>
> 




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke