http://www.indomedia.com/bpost/092005/27/opini/opini1.htm


PIN Putaran II 27 September 2005
Polio Dan Korupsi
Oleh : dr H Milhan MM
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk memberantas polio tahap I digelar 30 
Agustus 2005, dilanjutkan tahap II pada 27 September 2005. Kegiatan ini menurut 
saya bersifat dadakan. Kegiatan yang pada saat belum terjadi wabah, terabaikan 
dengan alasan tidak ada dana. Tetapi saat mewabah, ramai-ramai membuka 'dompet' 
APBN dan APBD yang semula 'disembunyikan' entah di mana. 

Polio disebabkan oleh virus. Di negara yang masyarakatnya tidak rutin melakukan 
vaksinasi terhadap penyakit ini, polio dapat tersebar melalui kotoran manusia 
yang terinfeksi dan udara. Mayoritas kasusnya ada di India, Asia dan Afrika. 
Polio dapat dihindari dengan imunisasi. Sekali seseorang divaksinasi, maka 
sejatinya tidak memerlukan imunisasi ulang karena virus telah mati pada vaksin 
awal tersebut. Tetapi karena dikhawatirkan vaksin pertama belum berhasil, maka 
perlu dilakukan booster (penguat) 3-4 kali. Sedangkan vaksinasi rutin tidak 
dianjurkan pada orang berusia di atas 18 tahun.

Bagaimana infeksi ini terdiagnosa? Polio dapat dijadikan dugaan awal pada 
seorang anak yang mengalami kelumpuhan di satu sisi tubuhnya, yang muncul 
setelah terjadi semacam serangan influenza dalam jangka waktu pendek (acute 
flaccid paralysis).

Untuk mendiagnosis penyakit ini, dilakukan sedotan pada tulang belakang untuk 
mendapatkan contoh cairan cerebrospinal. Kemudian dibiakkan di laboratorium 
guna melihat apakah didapatkan virus polio. Bisa juga pemeriksaan feses (tinja) 
penderita. Efek jangka panjang dari infeksi polio bisa terjadi kematian, 
kelumpuhan dan sindroma post polio. Rrisiko yang timbul pada orang yang sehat 
sangat berbahaya, karena polio penyakit yang mudah menular. Virus dapat beredar 
atau menyebar dari benda terinfeksi yang dipakai penderita ke mulut orang 
sehat. Biasanya dari tangan yang terkontaminasi atau alat makan.

Apa yang terjadi pada tubuh jika terinfeksi virus tersebut? Pada waktu terjadi 
serangan virus polio, sel saraf pada sistem tulang belakang yang terserang 
menjadi rusak dan hancur. Saraf ini bertugas meneruskan getaran ke otot tubuh 
dan membuat anggota tubuh dimaksud bergerak. Bila sel saraf tersebut tidak 
berfungsi, maka tubuh tidak bisa bergerak.

Dalam kasus ringan, gejala klinis yang timbul jika terinfeksi virus polio bisa 
didapatkan tanpa gejala sama sekali. Atau bila ada gejala berupa demam, rasa 
sakit pada otot (nyeri otot), sakit tenggorokan serta mual dan muntah. Tetapi 
dalam beberapa kasus polio yang menimbulkan kerusakan pada sel saraf, gejalanya 
berupa demam tinggi, sakit kepala berat, muntah, kekakuan pada leher dan tulang 
belakang, kelumpuhan, kesulitan bernafas termasuk nafas yang tersengal-sengal.

Polio dan Korupsi

Apakah antara polio dan korupsi ada hubungan? Konon ada hipotesis, polio 
mempunyai hubungan yang signifikan dengan korupsi. Siapa yang meneliti hubungan 
tersebut? Siapa yang diteliti, wong nggak ada yang ngaku korupsi kok? Kan' 
tidak ada sampel penelitiannya, otomatis tidak ada pembuktian statistik. 
Berarti hipotesis tersebut tidak terbukti. Mungkin saja itu hipotesis dari 
mahasiswa S-2 yang kebetulan tidak mendapat kesempatan korupsi. Dosen atau 
mahasiswa perlu meneliti dan membuktikan hipotesis tersebut, agar semakin 
menambah wacana kita betapa luas dampak buruk dari penyakit kronis (baca: 
korupsi) bangsa ini.

Tapi, menurut saya, kita tidak perlu repot-repot meneliti hipotesis itu. 
Mendingan dana untuk penelitian itu digunakan membantu program pemberantasan 
polio di Indonesia. Bagi saya, korupsi itu identik dengan virus penyebab polio.

Polio disebabkan virus poliomyelitis. Sifat virus ini hampir identik dengan 
korupsi. Antara lain: Pertama, tidak dapat dilihat dengan mata biasa harus 
dengan mikroskop elektron. Korupsi pun biasanya tersembunyi, tidak 
terang-terangan. Virus polio tidak mudah terdeteksi, harus dengan pemeriksaan 
canggih. Tetapi lumpuh layuh bisa merupakan gejala utama polio. Begitu juga 
korupsi, tidak mudah diidentifikasi kalau tidak ada tanda-tanda mencurigakan. 
Pemeriksaan kasusnya pun memerlukan waktu tidak sedikit untuk bisa membuktikan 
di pengadilan.

Kedua, virus polio mudah menular. Di dunia sebelum 1995, setiap hari ada 1.000 
anak tertular polio. (Kompas, 1 Mei 2005). Suatu jumlah yang tidak sedikit, 
belum lagi kalau dihitung dari sisi ekonomi. Berapa kerugian ekonomi akibat 
penderita polio tidak bisa bekerja menghasilkan uang. Korupsi juga bisa 
menular. Maksudnya, orang akan berpikiran, jika teman-teman korupsi kenapa saya 
tidak. Jika atasan saya korupsi, kenapa saya tidak. Jika pejabat tinggi 
korupsi, kenapa pegawai rendah tidak. Akhirnya wabah korupsi bisa menjalar 
kepada siapa saja yang mempunyai kesempatan untuk melakukannya.

Ketiga, virus polio itu merusak. Pada waktu terjadi serangan, sel saraf pada 
sistem tulang belakang yang terserang menjadi rusak dan hancur. Saraf ini 
bertugas meneruskan getaran ke otot tubuh dan membuat anggota tubuh dimaksud 
bergerak. Kalau sel tubuh tidak berfungsi, maka tubuh tidak bisa bergerak. 
Virus polio bisa menyebabkan lumpuh layuh, sehingga seseorang tidak bisa 
berjalan (lagi). Polio menyebabkan kesulitan dalam hidup, sulit jalan, sulit 
beraktivitas, dan bisa mengakibatkan seseorang dalam ketergantungan yang besar 
pada orang lain. Korupsi tidak kalah merusaknya. Bisa merusak sendi kehidupan, 
tatanan kenegaraan, manajemen negeri amburadul, dan suatu saat negeri akan 
'lumpuh layuh' dalam pembangunan, kesulitan dan ketergantungan yang besar pada 
negara lain. Korupsi tidak saja menyengsarakan generasi sekarang, tapi juga 
generasi akan datang.

Keempat, polio bisa dicegah dengan imunisasi/vaksinasi. Vaksin polio biasanya 
bisa diberikan pada bayi mulai usia 0-59 bulan. Biasanya diberikan sampai 4-5 
kali pemberian dengan interval satu bulan. Fungsinya, virus polio tidak bisa 
menyerang anak tersebut. 

Korupsi juga bisa dicegah, dengan 'vaksin jujur'. Kejujuran dalam segala hal. 
Ada pengawasan atau tidak, ada inspeksi atau tidak, kejujuran tetap ada. 
'Vaksin jujur' harus ditanamkan dan diajarkan sejak kecil dan terus 
dipertahankan dalam kondisi lingkungan bagaimana pun. 'Vaksin jujur' harus 
mulai diberikan lagi bagi seluruh rakyat Indonesia --meminjam istilah Rhoma 
Irama-- dari seorang presiden sampai pengamen, penjual koran sampai penjual 
kehormatan. Sulitnya, 'vaksin jujur' tidak ada orang yang menjualnya. Beda 
dengan vaksin polio.

Penanggulangan

Eradikasi polio mutlak digalakkan lagi dalam pelayanan kesehatan kita. Polio 
harus diberantas dengan kerja sama kita semua. Seseorang yang terinfeksi virus 
polio dengan gejala ringan, biasanya dapat membaik setelah beberapa hari 
istirahat di tempat tidur dan diobati dengan antibiotik. Penderita dengan kasus 
kerusakan pada sel saraf, memerlukan pengobatan lebih lanjut. Seperti ketika 
terjadi spasme (kaku) otot, sakit yang muncul dapat diobati dengan obat-obatan 
anti spasme dan pemanasan. Pada kasus penderita yang mengalami kelumpuhan, 
terapi fisik dapat membantu mencegah terjadinya kerusakan otot ketika virus 
penyakit ini aktif. Sekali virus polio tidak aktif lagi, maka terapi fisik 
dapat membantu mempertahankan fungsi otot, kekuatan dan mobilitas gerak tubuh.

Bagi yang belum terinfeksi agar ikut program imunisasi di puskesmas, bidan atau 
dokter terdekat pada PIN 27 September 2005 nanti yang dilakukan serempak bagi 
balita usia 0-59 bulan (lima tahun kurang satu hari) tanpa memandang status 
imunisasi anak. Menteri Kesehatan seperti dilansir www.tempointeraktif.com 
edisi 28 Juni 2005 mengatakan, imunisasi polio aman dan jangan khawatir terjadi 
sesuatu yang tidak diinginkan.

Seluruh orangtua yang mempunyai anak balita diharapkan kesadarannya untuk 
membawa anaknya ke pos PIN terdekat. Sebab, pemberantasan virus polio hanya 
bisa dilakukan serentak. Virus ini mudah menyerang anak yang tidak 
terimunisasi. Sifat virus itu mudah berpindah, sehingga virus yang terbuang 
dari tubuh seorang balita karena imunisasi akan mudah berpindah ke balita yang 
tidak terimunisasi. Untuk itu, seluruh orangtua yang mempunyai balita 
bersama-sama mengimunisasikan balitanya. Jangan sampai karena keteledoran atau 
kemalasan orangtua, anaknya menjadi lumpuh.

Identik dengan pemberantasan polio, pemberantasan korupsi mutlak dilakukan. 
Artinya, di samping penyuluhan dan pencegahan, vaksinasi harus ditingkatkan. 
Korupsi harus dijauhi, karena dosa dan dapat menyengsarakan kepentingan orang 
banyak. Bagi yang belum pernah korupsi, jangan mencobanya dan bagi yang pernah 
korupsi jangan mengulanginya. Sebab, korupsi menghambat kepastian investasi. 
Korupsi tidak saja menciptakan ekonomi biaya tinggi, tetapi juga tidak 
memberikan kepastian usaha dalam seluruh proses dan seginya. Korupsi merusak 
tatanan, proses dan kinerja pelayanan publik, sikap mental, orientasi kita 
sebagai bangsa. Korupsi ikut menciptakan kesenjangan sosial ekonomi.

'Vaksin jujur' harus diberikan juga kepada anak kita. Tidak hanya usia 0-59 
bulan, tetapi sampai ia dewasa. 'Vaksin jujur' walaupun tidak kelihatan, tapi 
dapat dirasakan. Aturan hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu. 
Pertanyaan kita, masih adakah 'vaksin jujur' tersedia di dalam lemari hati 
kita? Kalaupun masih ada: Cukupkah untuk menetesi 250 juta penduduk kita; Masih 
baikkah kondisinya, atau warnanya sudah berubah menjadi 'vaksin setengah jujur' 
atau bahkan 'vaksin korupsi'; Apakah expired (kadaluarsa)? Kalau kadaluarsa, 
artinya tidak bisa dipakai lagi, sebab vaksin itu kemungkinan sudah tercemar 
dengan zat lain; Sudahkah 'vaksin jujur' diedarkan sampai ke rumah kita, ke 
siaran teve kita, ke sekolah kita? Atau hanya beredar di kalangan pesantren, 
pengajian, misa? Jawabannya memang sulit. Sesulit hati kita untuk memulai 
berkata 'tidak' pada hal yang merusak tatanan masyarakat dan bangsa kita.

Polio memang menjadi momok bagi bangsa ini. Tapi sadarkah kita, justru korupsi 
adalah momok terbesar bagi bangsa kita. Polio mengakibatkan lumpuh sendi 
anggota gerak tubuh kita. Sadarkah kita, korupsi menyebabkan lumpuhnya seluruh 
sendi bangsa ini. Tidak ada kata terlambat bagi pemberantasan polio dan 
korupsi. Pelaksanaan PIN 2005 adalah momentum kita mengeradikasi polio dan 
secara bertahap juga korupsi dari bangsa ini. Sanggupkah kita? Jawabannya 
terpulang kepada hati nurani kita masing-masing.

Pemimpin Puskesmas Tapin Utara, tinggal di Rantau
e-mail: [EMAIL PROTECTED]




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke