kejadianya tahun 2000 Pak Irwan, saya tidak tahu apakah ada tambahan
diluar gaji pokok (mungkin lemburan ada kaliya , soalnya supir ini
pula yang menemani teman saya (temen saya ini tidak bekerja di bank
tsb tapi sebagai b/p) remote ke luar kota. Kan sudah dikatakan anak2
nya masih pada sekolah, sepertinya belum memberikan kontribusi apa-apa
ke orang tuanya berupa uang.

Jangankan zaman sekarang, dulu saja saya mendengarnya sampe heran
banget. Pak Irwan suka nonton gerebeg sahur? salah satu acara di TV
swasta yang menampilkan profil keluarga miskin, mereka di kunjungi
para kru acara dan bersahur bersama?

Di setiap profilnya di tampilkan pendapatan masing-masing orang,
bervariasi sih ada yang cuman Rp.150,000.- sampai Rp.300,000.-. Apa
yang bisa kita ambil pembelajaran dari mereka ini?

Pertama: dengan penghasilan yang jauh dari memadai menurut kita, toh
mereka bisa bertahan hidup walau dalam standard yang jauh dari memadai
dan mencukupi, tapi setidaknya mereka ikhlas menjalani hidup. Sikap
ikhlas ini melahirkan suatu sikap yang realistis, kemudian mereka
menjadi kreatif dan optimis.

Ada yang suka mengumpulkan nasi sisa yang biasa di jemur kemudian di
buat kerupuk ranginang untuk di jual... ini salah satu contohnya.

Banyak orang-orang miskin yang tetap berusaha untuk mandiri. Mereka
menjauhkan diri dari sikap bergantung pada orang lain.

Inilah bedanya antara miskin dengan mentalitas miskin, negara kita ini
negara kaya dengan sumber alamnya kalu hanya sekedar miskin Insya
Allah masih bisa bertahan tapi kalau sudah mentalitas miskin ini yang
menghancurkan bangsa Indonesia.

Kedua: kita juga belajar dari orang2 tsb, bagaimana mereka
mengoptimalkan potensi diri. Kebanyakan dengan tingkat pendidikan yang
rendah bahkan sebagian lagi tidak berpendidikan, modal tidak ada,
koneksi tidak punya. Tapi mereka berani dan mau berusaha. Dengan
berbagai cara mereka memaksimalkan potensi diri mereka. Mereka selalu
berusaha untuk menjadi orang2 yang mandiri.

Ketiga: kebanyakan dari kita tidak pernah belajar untuk mengendalikan
gaya hidup.Padahal nenek moyang kita dulu seringkali harus menurunkan
gaya hidupnya ketingkat yang jauh lebih rendah. Dulu zaman penjajagan
Belanda cuman bisa makan nasi sama asin, datang jepang lebih parah
lagi dari makan nasi cuman bisa makan singkong yang dibuat gaplek.

Ulasan saya ini bukan berarti saya membela kebijaksanaan pemerintah
yang jelas-jelas "cacat" dalam kinerjanya hanya saja mau sampai kapan
saling salah-salahan. Lagi pula apa yang mau diharapkan dari
pemerintahan yang baru berusia seumur jagung dengan capabilitas dan
qualitas yang tidak sepadan dengan kompleksnya permasalahn warisan
pemerintahan sebelumnya.

Sudah seharusnya setiap individu menyadari merupakan element2 yang
memegang peranan dalam memecahkan masalah bangsa. Harus mulai mau
mengambil tindakan dari diri sendiri dan memulai dari diri sendiri.

Kemiskinan itu kan bukan hanya masalah pemerintah tapi masalah untuk
seluruh bangsa Indonesia. Saya kadang heran dengan pendudk mayoritas
muslim lebih dari setengahnya tapi bangsa Indoenesia tidak pernah
bangkit dari perdikat negara dengan penduduk miskin. Padahal dalam
ajaran Islam ada satu program zakat, shadaqah, infak dll dimana ada
sebagai mediator agar tercipta pemerataan ekonomi.

Tentu saja kesejahteraan bangsa ini tidak akan tercapai jika bangsa
kita masih mempunyai mentalitas miskin dan mentalitas budak.

Chae






--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, irwank <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> AFAIK penghasilan tidak sama dengan gaji, Bu. Mungkin bisa dilengkapi
> datanya, Kakek ini dapat penghasilan berapa sebulan(ada tambahan
> di luar gaji pokok dari perusahaan/tempat kerja), apakah dapat
> subsidi dari anak/cucu per bulan, dst.. 300 ribu sebulan artinya rata"
> 10ribu sehari.
> 
> Jaman sekarang, belanja di tukang sayur 10ribu dapet apa?
> Lah minyak tanah aja udah nyampe 3000-3500 rupiah per liter.
> Apalagi mau beli ikan/daging, misalnya. Saya kira yang saya
sampaikan ini
> (soal biaya hidup) bukan cerita 'piwulang' ya.. tapi fakta di lapangan..
> Pengen rasanya nambahin 'smiley' di tulisan, tapi koq gak enak soalnya
> yang saya sampaikan ini _beban berat_ yang musti ditanggung publik
> yang lemah.
> 
> Mana (Umat) Islam yang harusnya menjadi pembela kaum yang lemah?
> Yang terjadi sekarang malah tidak sedikit kaum intelek yang setuju
> pencabutan
> subsidi BBM yang dampaknya langsung/tidak sebagian besar harus
ditanggung
> orang" lemah (mustad'afin?) tadi. Harusnya kan yang disikat tuh pembocor
> keuangan negara dulu.. baru minta kesediaan publik menanggung beban
negara.
> 
> Kita kan kebalikannya, hutang BLBI, dana tabungan di bank, harus
ditanggung
> publik. Hutang konglomerat (swasta) ke LN dan pemerintah ditanggung
di APBN
> -
> baca: PUBLIK (di luar penghutang dan penghabis dana tadi), termasuk bayi
> yang
> baru lahir pun langsung menanggung jutaan rupiah, sejak menghirup
oksigen
> (sebagai ongkos hidup?) di negara ini..
> 
> Jadi, saya kira persoalannya bukan cuma pola hidup sederhana atau tidak.
> Bukankah ada anjuran untuk 4 sehat 5 sempurna sejak di SD?
> IMHO, asupan gizi yang baik bukan cuma soal selera, tapi juga kebutuhan
> agar bisa hidup layak/sehat. Masalahnya di negeri ini orang kelaparan
> diperhalus dengan sebutan 'gizi buruk'.
> Atau mungkin agar gambaran kelam tahun 60'an (antri minyak, ancaman
> kelaparan, dst) tidak terpampang di media massa. Lagi" yang diutamakan
> adalah upaya pencitraan, klaim dan seolah-olah..
> 
> Wallahu a'lam.. CMIIW..
> 
> Wassalam,
> 
> Irwan.K
> 
> Pada tanggal 10/11/05, Chae <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
> >
> >
> > Duka atuh Pak Sabri, da seperti biasa cuman copy paste doang;) tapi
> > ini ada kisah nyata yang saya tahu pasti wong dapet cerita dar nara
> > sumbernya langsung tapi ini bukan cerita tentang nenek2 tapi cerita
> > tentang kakek2.
> >
> > Ada seorang kakek2 (karena usianya sudah tua dan bukan karena sudah
> > punya cucu;), masih di pakai sebagai supir salah satu bank swasta nah
> > kakek2 ini punya anak lima yang masih duduk di bangku sekolah.
> > Sedangkan gajinya cuman Rp.300,000.-
> >
> > Kalau dalam pandangan saya uang Rp.300,000 mana mungkin mencukupi,
> > makanya nara sumber saya nanya sama si kakek2 tsb mana cukup Pak?
> > emang makan sehari-harinya gimana? "Ya biasa aja 3 kali sehari kadang
> > dalam seminggu bisa ada menu daging dan ikanya.
> >
> > Kadang yang paling sulit dilakukan oleh kebanyakan dari adalah
> > menyederhanakan gaya hidup.
> >
> > Chae
> > salam dingin..maklum di bandung lagi mendung;)
> >
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "st sabri" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
> > >
> > > Hi Chae,
> > >
> > > sedikit saja pertanyaan, apakah dibawah ini 'kisah nyata' atau cuma
> > > 'karangan' pak ustaz sebagai 'gambaran' atau menurut bahasa ibu saya
> > > 'piwulang'. Cerita piwulang lebih sering bersifat ekstrim dan nyaris
> > > 'tak mungkin' untuk terjadi di dunia nyata. Karena nyaris tak
mungkin,
> > > jadinya sulit diteladani.
> > >
> > > salam hangat
> > > (maklum pas siang nulisnya)
> > >
> > >
> > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Chae"
> > > <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > > >
> > > >
> > > > Sudah setengah jam saya tunggu yang lainnya tidak ada yang datang
> > > > lagi. Jadi saya tanya, "Masih ada yang ditunggu Nek?"Nenek itu
> > > > menggeleng, "Tidak ada, Ustaz. Yang saya undang hanya lima orang,
> > > > termasuk Ustaz. Maklum, tempatnya sempit."
> > > > Saya tersentuh. Orang kecil ini masih juga ingin mengadakan
syukuran
> > > > kepada Allah dalam ketidakberdayaannya, sementara banyak orang
lain
> > > > yang rumahnya besar-besar tidak pernah diinjak tetangganya untuk
> > > > selamatan."Apa tujuan syukuran ini, Nek?" saya bertanya pula."
Begini,
> > > > Ustaz," jawab si nenek. "Saya bersyukur kepada Allah karena sejak
> > > > bulan depan saya bisa mengontrak kamar ini, sebulan tiga ribu
rupiah.
> > > > Tadinya tuan rumah menolak, tidak mau menerima uang saya. Tapi
> > > > akhirnya ia tidak keberatan, sehingga utang budi saya tidak
terlalu
> > > > berat."
> > > >
> > > > Masya Allah. Alangkah mulianya hati nenek itu. Ia yang sebetulnya
> > > > masih perlu disedekahi, tidak mau membebani orang lain tanpa
imbalan.
> > > > Dan alangkah mulianya pula si tuan rumah yang tidak mau
mengecewakan
> > > > hati seoang nenek yang ingin terbebas dari perasaan bergantung
pada
> > > > orang lain.
> > > >
> > > > ****Oleh KH. A Arroisi
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke