"st sabri" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

ss> Picik, karena anda menyatakan hanya dengan membaca sesuatu 
seseorang bisa berubah akhlak-nya. 
____

Mas sabri yang di salib merah (redcross),

Nampaknya anda ini sangat impulsif deh, temperamental dan mengalami 
kesulitan di dalam mengendalikan nafsu/emosi (emotion dosorder). 
Barangkali anda terlalu lama bersama-sama ICRC di Aceh sana dan 
dihadapkan pada banyak tekanan sehingga menjadi tegangan tinggi.

Kalimat-kalimat anda ini mencitrakan diri anda yang sering 
kepanasan, tidak mempunyai cukup air bersih, dikejar-kejar deadline, 
dst. 

Lampuuk masih indah kan? Banyak sapi dan kambing berkeliaran, tapi 
kerang rebus di depan masjid (rec) sangat segar dan guedem-guedem 
lho. 

Ciamik deh.

Banyak juga teman-teman saya di sana (dari Oxfam, UNDP)yang juga 
dihadapkan pada pressure di sana, tapi setiap kali kami bertemu dan 
membicarakan kebutuhan para pengungsi, mereka terdengar jauh lebih 
sabar di dalam meresponse. 

Hehehe. 

Mungkin karena mereka sudah dewasa.

Banyak kosa kata lain yang jauh lebih 'subtle' untuk mengekspresikan 
kekecewaan anda terhadap pola pandang saya, tapi nampaknya (seperti 
kata Ian Pavlov) jarak antara 'stimulus' dan 'response' yang anda 
miliki terlalu dekat sehingga tidak ada cukup ruang untuk merenung.

Exercise, tarik nafas dalam-dalam, dan hembuskan nafas (terakhir) 
anda... ffffffffffff...

Tapi tidak apa-apa, c'est la vie... pelangi selalu berwarna-warni 
dan itu sangat indah.

Mas Sabri yang ganteng tapi gampang sewot,

Kalau saya memotong kalimat-kalimat yang anda tulis itu karena saya 
merasa bahwa kalimat-kalimat itu tidak cukup signifikan untuk 
ditanggapi (meaningless). Jadi ya saya cuma mengambil sampel saja 
untuk mewakili pola pikir anda. Kalau saya tanggapi semua, penuh deh 
email ini. 

(Sssst... nanti dikomplin sama moderator. Hehehe...)

Membaca (teks) adalah salah satu ketrampilan dalam berkomunikasi. 
Mendengarkan (pesan) adalah ketrampilan berkomunikasi yang lain. 
Keduanya adalah ketrampilan reseptif harafiah (denotatif). lain 
halnya dengan 'insinuation' atau menangkap 'sasmita' yang ada di 
antara teks-teks itu. Ini memerlukan cukup wawasan dan pengalaman  
hidup yang luas sehingga mampu untuk menjadi tanggap ing sasmita. 

Nah nampaknya fenomena itulah yang terjadi pada mayoritas penduduk 
Indonesia (ora tanggap ing sasmita): sangat tekstual (text-centric) 
dan hiperkorek terhadap tanda-tanda baca (nitty-gritty) tetapi tidak 
kritis terhadap tanda-tanda (makro) jaman.  

Gini hari masih ngapalin ayat? 

'An unexamined life, is a useless life.'

Mas Sabri (dapat salam dari Banu dan Benny di Oxfam GB). Eh kalau 
punya waktu, silakan baca cerita di bawah ini untuk sekedar 
menyelami perasaan Mei Ling dan menyegarkan ingatan kita kembali 
terhadap sorak-sorai kebiadaban di pertengahan Mei tahun 1998 lalu. 

Nggak nyambung ya? Yo ben wae...

Noteo 



Hidup yang Terenggut 

Tempo No. 12/XXXII/19 - 25 Mei 2003

Pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei bukanlah dongeng. Dua korban, 
dokter, dan sejumlah pendamping bersaksi kepada TEMPO.


TANGANNYA terulur mengajak bersalaman. "Mei Ling," ia mengenalkan 
diri dengan suara lirih (nama itu telah disamarkan). Sepintas, 
perempuan berusia 37 tahun ini kelihatan sangat normal. Parasnya 
manis, kulitnya putih bersih, penampilannya pun rapi. 

Tapi, tak lama kemudian, segera terasa ada sesuatu yang lain dalam 
dirinya. Dia tersenyum, tapi nyaris tak diiringi emosi. Pikirannya 
pun seperti sedang berkelana ke tempat yang jauh. Tatapan matanya 
hampa, tapi sewaktu-waktu berubah nanar, seperti menyimpan amarah. 

Mei Ling adalah korban pemerkosaan Mei 1998. Atas kebaikan Nyonya 
Wati (ini juga bukan nama sebenarnya), seorang penjual kue yang lama 
mendampingi dia, mingguan ini berhasil menemuinya secara langsung. 
Pada suatu sore awal Mei lalu, ibu tua yang aktif dalam berbagai 
kegiatan sosial itu mengajak Karaniya Dharmasaputra dan Iwan 
Setiawan dari TEMPO ke sebuah rumah perawatan di Jakarta Utara. Mei 
Ling dititipkan di sini sejak dua tahun lalu. 

Kami lalu duduk di sofa. Setelah mengoleh-olehi Mei Ling kue 
sekantong, Wati membuka percakapan. Mei Ling tak banyak bicara. Ia 
hanya mengangguk, paling sesekali menjawab "iya" atau "enggak." 

Wati lalu bercerita tentang anak lelaki Mei Ling. Berumur 15 tahun, 
bocah itu kini diasuh Wati. 

Tiba-tiba dari mulut Mei Ling tercetus, "Saya mau pulang." 

Wati merengkuh tangannya. "Nanti kalau si ... (Wati menyebut nama 
anak Mei Ling) sudah besar, sudah bisa cari duit, dia pasti ajak 
kamu pulang. Sabar, ya...."

"Iya...," Mei Ling kembali tertunduk. 

Sesaat kemudian, Mei Ling bicara lagi. Kali ini dia minta uang. Buat 
jajan, katanya. Wati buru-buru membuka tas, memberinya selembar Rp 
10 ribuan. "Terima kasih, Iie (Tante dalam bahasa Cina)," katanya. 

"Saya mau pergi ke dokter." 

Wati kaget, "Kamu sakit?" 

Mei Ling mengangguk, sambil memegangi bagian bawah perutnya, "Sakit, 
di sini." 

Tapi wajahnya datar, tak menunjukkan rasa nyeri. 

"Mau ke dokter mana?" tanya TEMPO. 

"Ke dokter di Cikini," Mei Ling menjawab. 

Wati bertanya lagi, "Kamu mau saya antar?" 

Ia menggeleng cepat. "Nggak usah. Saya mau pergi sendiri saja." 

Setelah itu dia membisu. Pandangan matanya memaku lantai. Percakapan 
tak lagi dia hiraukan. Ibu Wati berbisik, dokter di Cikini itu 
adalah ahli kandungan yang pernah merawat Mei Ling setelah ia 
diperkosa. 

Sebelum pertemuan yang menyesakkan dada itu, Wati berkisah bagaimana 
hidup Mei Ling direnggut. Pada 14 Mei sore lima tahun silam, 
perempuan beranak dua yang telah berpisah dengan suaminya itu 
dicegat massa di jalan. Tanpa ampun, ia lalu diperkosa. Mei Ling 
ditolong seorang ibu yang kebetulan lewat di daerah Sunter. Ia 
ditemukan dalam keadaan nyaris bugil (hanya mengenakan celana 
dalam), dan dikerubuti empat lelaki di pinggir jalan. Sekujur 
tubuhnya penuh memar, dan ia dalam keadaan syok berat. 

Dokter Lie Dharmawan yang pernah menolongnya menduga lebam itu ber-
kaitan dengan pemerkosaan yang dialaminya (lihat Ada yang Telah 
Melahirkan Bayinya). Mei Ling lalu dirawat di bagian jiwa Rumah 
Sakit Carolus, Jakarta. Menurut Wati, sampai saat ini dia bahkan tak 
sanggup mengenali anak keduanya yang perempuan. 

Nasib tragis Mei Ling diungkapkan seorang relawan lain, Yuli (bukan 
nama sebenarnya). Mendampingi korban selama dua tahun, dia pun 
memastikan wanita malang itu adalah korban pemerkosaan. Suatu waktu, 
untuk memulihkan ingatannya, dia pernah mengajak Mei Ling 
berkeliling. Tiba di daerah Sunter, Mei Ling menunjuk kantor cabang 
BCA. Ternyata, di situ dia dikenali sebagai nasabah. "Jadi, 
sebelumnya dia terbukti waras," kata Yuli. Mei Ling juga selalu 
mengeluh kemaluannya terasa nyeri. Dan tiap kali melihat laki-laki 
ia selalu ketakutan. "Melihat suami saya saja dia histeris," kata 
Yuli. 

Kisah Mei Ling hanyalah satu dari sekian banyak laknat lain yang 
terjadi pada prahara 13-15 Mei 1998. Dalam laporannya 18 Oktober 
1998, Tim Gabungan Pencari Fakta menyimpulkan, setidaknya telah 
terjadi 92 kasus pemerkosaan dan penganiayaan seksual. Penyelidikan 
yang dipimpin Profesor Saparinah Sadli kuat menduga aksi brutal itu 
tak sekonyong-konyong terjadi, "Jumlah korban, waktu, dan lokasi 
kejadian menunjukkan telah terjadi pemerkosaan massal… oleh sejumlah 
pelaku di berbagai tempat berbeda dalam waktu hampir bersamaan. 
Mayoritas korban dari etnis Tionghoa, meski ditemukan juga korban 
pribumi." 

Toh, ketika itu para petinggi Republik—Panglima ABRI Jenderal 
Wiranto, Kepala Kepolisian RI Letjen Roesmanhadi, Jaksa Agung Andi 
Ghalib, dan lainnya— bersikukuh membantah. "Selama tidak ada bukti, 
pemerkosaan tidak ada," kata Letjen Roesmanhadi saat itu, sembari 
mengancam akan menyeret para aktivis yang terus menggembar-gemborkan 
pemerkosaan tanpa bukti, ke pengadilan. 

Itu kata pejabat. Di lapangan, berbagai kesaksian dan fakta yang 
tersedia sesungguhnya terlampau banyak untuk diingkari. Kepada 
TEMPO, seorang korban bahkan langsung membeberkan mimpi buruknya. 

Kita sebut saja namanya Dini. Gadis Tionghoa berusia sekitar 29 
tahun itu kini tinggal di Amerika Serikat. Melalui telepon dan e-
mail, Dini bersaksi kepada majalah ini bahwa ia telah diperkosa tiga 
lelaki tegap berambut cepak sekitar tanggal 15 Mei 1998. Ketika itu 
dia baru pulang kantor. Tengah menunggu bus di Jalan Sudirman, 
Jakarta, tiba-tiba sebuah taksi berhenti di depannya. Seorang pria 
turun, dan sambil menodongkan belati ia mendorong Dini masuk. 

Taksi melaju. Dini menggigil ketakutan. Sampai di bawah Jembatan 
Semanggi, taksi berhenti di dekat sekelompok tentara. Dari kerumunan 
itu dua orang berkaus hitam ikut naik, mengapit Dini di jok 
belakang. Selama perjalanan ke arah Bekasi, mereka 
menggerayanginya. "Aku takut sekali. Mereka tertawa-tawa, saling 
bercerita telah memperkosa perempuan-perempuan Cina di Glodok dan 
Tangerang," kata Dini. 

Di daerah persawahan yang sepi, mereka berhenti. Dini digelandang 
keluar dan langsung ditelanjangi. Ketika itulah dia pingsan. Siuman 
menjelang subuh, Dini merasa sekujur badannya sakit. Bagian pangkal 
pahanya terasa amat nyeri. Tangisnya langsung meledak. Dia sadar 
baru diperkosa para bajingan itu. 

Romo Sandyawan, Ketua Tim Relawan untuk Kemanusiaan, mengkonfirmasi 
kesaksian Dini. Sandyawan mengaku pernah bertemu Dini di New York 
pada tahun 2000. Kepadanya Dini pun mengungkap pengakuan serupa. 
Dini bahkan menyatakan hakulyakin pelakunya adalah oknum aparat. 

Kesaksian lain diungkap Nyonya Wati. Selain Mei Ling, ia juga pernah 
menolong seorang korban lain. Namanya Lina (bukan nama asli, pun 
keturunan Cina). Umurnya baru 14 tahun. Ketika itu, 14 Mei 1998 
sekitar pukul 15.00, Lina baru pulang sekolah. Seperti biasa, begitu 
tiba di rumahnya di kawasan Kapuk, ia lalu menyiapkan kue bikinan 
ibunya untuk dijual ke warung. 

Baru berjalan beberapa meter, tiba-tiba ia dihadang massa beringas. 
Gadis itu lari ketakutan ke dalam rumah. Tapi belasan lelaki 
mengejarnya. Lina lalu "digarap" beramai-ramai. "Saya tak ingat 
berapa orang, pokoknya banyak," Wati menirukan. 

Aksi binatang itu membuat jiwa Lina terguncang. Seperti Mei Ling, 
tiap kali melihat lelaki, juga perempuan bercelana panjang, ia 
selalu mengkerut ketakutan.

Malangnya lagi, setelah itu menstruasi Lina tak kunjung datang. 
Rupanya dia hamil. Setelah berkonsultasi dengan dokter dan 
rohaniwan, keluarga memutuskan dia untuk menggugurkan si jabang 
bayi. 

"Saya mengantar dia ke dokter kandungan," ujar Wati, yang satu 
setengah tahun menampung Lina di rumahnya. Syukurlah, setelah 
menjalani terapi intensif, remaja itu kembali pulih. Akhirnya, pada 
tahun 2000 Lina diboyong tantenya ke Taiwan. Setahun lalu ia 
berkirim surat. Kepada Wati, Lina mengabarkan: kini ia telah 
menikah. 

Berbagai fakta itu membuat Ester Yusuf, pengacara yang kini menjadi 
Sekretaris Tim Ad Hoc Penyelidikan Kasus Mei 1998, heran atas 
penyangkalan banyak pejabat Republik atas pemerkosaan Mei. Ester 
sendiri mengaku pernah langsung mendampingi tiga korban. "Dua orang 
menghilang setelah Ita terbunuh (seorang relawan pendamping korban 
yang kematiannya sempat menggegerkan—Red). Yang seorang lagi, saya 
sempat bertemu tahun lalu," katanya. 

Hal senada diutarakan Ita Nadia, anggota Komisi Nasional Anti 
Kekerasan terhadap Perempuan, yang juga pernah menolong belasan 
korban pemerkosaan. Dia meyakini aksi bejat itu bukan semata ekses 
dari amuk massa, tapi merupakan bagian dari teror sistematis. 

Dan pemerintah akan terus menutup mata? Mei Ling sudah tak paham 
lagi apa pun jawabnya. Di sore yang gerimis itu, saat mengantar kami 
pulang sampai gerbang bangsal, dari balik jeruji ia hanya bisa 
melambaikan tangan dengan kikuk, sambil memandang hampa.

***

Investigasi 

Lie A. Dharmawan: 
"Ada yang Telah Melahirkan Bayinya" 


SOSOK itu menyimpan kisah salah satu tragedi paling memilukan di 
negeri ini: pemerkosaan Mei 1998. Dialah Dr. Med. Lie A. Dharmawan. 
Tak banyak diketahui, dokter spesialis bedah toraks-jantung lulusan 
Freie Universitet, Jerman, ini merupakan salah satu saksi penting 
dari prahara itu. 

Sebagai keoordinator dokter di Tim Relawan untuk Kemanusiaan, lima 
tahun silam ia turun ke lapangan menolong korban yang dilalap amuk 
massa. Lie memang menggandrungi kegiatan sosial. Dan dokter ramah 
kelahiran Padang, 16 April 1946, ini meyakini beberapa di antaranya 
merupakan korban pemerkosaan. Setelah memendamnya selama lima tahun, 
ia pun mengungkap kesaksiannya kepada Karaniya Dharmasaputra dan 
Iwan Setiawan dari TEMPO. Petikannya: 

Benar Anda pernah merawat korban pemerkosaan Mei 1998?

Saya memang pernah bertemu dan merawat beberapa korban. Salah 
satunya seorang perempuan berusia 26 tahun. Ia terluka parah karena 
nekat melompat dari lantai empat sebuah rumah-toko di Jakarta untuk 
menyelamatkan diri. Untung, ia masih bisa diselamatkan. Tulang 
pinggulnya hancur, gigi depannya rontok, rahangnya juga patah. Kini 
dia menetap di Singapura.

Apa bukti dia telah diperkosa?

Terus terang, kalau bukti memang sulit. Soalnya, untuk 
membuktikannya secara medis harus dilihat adanya sperma pada 
kemaluan korban. Sedangkan saya baru bertemu dengan korban dua- tiga 
hari setelah kejadian. Jelas sperma sudah hilang. Selain itu, korban 
masih dalam keadaan syok berat. Tapi, berdasarkan cerita pendamping 
korban, dan pengamatan saya selama merawatnya, saya tahu dia sempat 
diperkosa sebelum melompat. Dari pengakuan saksi-saksi, sebelumnya 
segerombolan orang masuk ke rukonya dan mengejar dia sambil 
berteriak-teriak, "Perkosa, perkosa!"

Bagaimana dengan korban lain?

Saya pernah merawat satu korban lain. Umurnya 30 tahun lebih. 
Wajahnya cantik. Saat ditemukan, ia nyaris bugil, sedang ditarik-
tarik empat lelaki di di daerah Sunter, 14 Mei sore.

Hasil pemeriksaan Anda?

Dari pemeriksaan fisik yang saya lakukan, ia mengalami luka memar 
akibat benda tumpul di pangkal paha, dada, dan muka. Sampai beberapa 
hari setelah dirawat, vaginanya masih mengalami perdarahan. Di 
celana dalamnya terdapat bercak darah. Kepada pendampingnya, dia 
sering mengeluh sakit di daerah perut bagian bawah sampai sekitar 
pangkal paha. Saat mengatakan itu, ia selalu menutup bagian 
kemaluannya dengan tangan.

Bagaimana keadaan psikisnya?

Sangat labil. Ia menangis sepanjang hari. Dari psikiater yang 
merawatnya, saya tahu korban punya trauma yang besar terhadap laki- 
laki. Tiap kali ada pria yang mendekat, ia ketakutan, atau malah 
jadi sangat agresif. Matanya nanar dan ia berteriak-teriak, seperti 
menyimpan kemarahan yang besar terhadap laki-laki. Sampai saat ini, 
ia masih mengalami gangguan jiwa.

Jadi, Anda yakin pemerkosaan Mei memang benar terjadi?

Semula, saat kejadian Mei pertama kali meletus, saya sama sekali tak 
pernah berpikir terjadi pemerkosaan. Saya pikir paling penjarahan 
dan pembakaran toko. Tapi, setelah saya secara diam-diam dihubungi 
beberapa pendamping dan keluarga korban, dan saya langsung merawat 
dan melihat sendiri kondisi beberapa korban, saya yakin pemerkosaan 
itu memang ada.

Menurut Anda, pemerkosaan itu terorganisasi atau kebetulan saja?

Saat itu saya menjadi relawan di Kalyanamitra. Saya bertemu dengan 
beberapa relawan yang juga mendampingi korban. Dari berbagi 
pengalaman dan diskusi, kami melihat ada pola yang sama. Pada 
umumnya korban adalah perempuan yang memiliki ciri-ciri fisik etnis 
Tionghoa: berkulit putih dan bermata sipit. Lokasinya selalu di 
kawasan tempat banyak keturunan Tionghoa tinggal, misalnya di 
Sunter, Kota, dan Pantai Indah Kapuk. Pelakunya pun rata-rata selalu 
lebih dari satu. Karena itu, kami yakin pemerkosaan Mei adalah upaya 
terorganisasi.

Saat menangani korban, Anda pernah menerima teror?

Selama enam bulan, malam-malam saya sering menerima telepon gelap. 
Nadanya mengancam, "Dokter, sekarang enak ya orang bisa ngomong 
semaunya. Cina seperti Anda juga bebas memaki-maki pemerintah. Hati-
hati, Dok, saya punya sekian ribu preman. Nanti saya kirim cendera 
mata. Makanya, anak Anda masukkan saja ke Akabri supaya bisa 
melindungi Dokter sekeluarga."

Bagaimana keadaan para korban sekarang?

Beberapa sudah hilang kontak karena ke luar negeri, ke Australia, 
Singapura, Taiwan, Singapura, dan lainnya. Kebanyakan telah 
menggugurkan kandungannya. Kalau tidak salah ingat, dua di antaranya 
minta bantuan saya, lalu saya membuat rekomendasi ke dokter 
kandungan yang bersedia membantu. Tapi ada juga yang memilih 
melahirkan bayinya.





   

"Ada yang Telah Melahirkan 
 


 





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke