Menarik sekali Nisadear. Bolehlah ini sebagai akhirul kata- kesimpulan dari masalah 'budaya' poligami :-) Yg dapat saya fahami :
Ketika alasan poligami dirumuskan dengan dalil agama maka menjadi rancu. Di budaya Indonesia, poligami ya poligami saja, gak usah pake alasan agama kalo ternyata tindakan justru nggak persis sunnah Nabi. Dari zaman dulu kan sudah ada poligami. Begitu ada 'poligami award' yg islami katanya, konsep poligami kok mau dicocok2-in dengan agama- sunah rasul, ya ndak ketemu sampai kapanpun. Sosbud, latar belakangnya saja sudah lain. Kemudharatan poligami ala islam budaya indonesia dan dimasa sekarang bisa di lihat. Saya punya famili dekat [ Pak Satriyo juga tahu, isterinya Pak satriyo juga kenal], yg menganut prinsip poligami. Poligami di masa sekarang, juga yg dirumuskan islam tidak melihat bagaimana akibat selanjutnya. Karena kan dulu Nabi SAW tidak banyak punya keturunan dari istri2nya. Tidak diceritakan bagaimana selanjutnya hubungan para isteri2 itu dengan kerabat suami, kerabat isteri yg lain. Hubungan antar anak2 dari hasil pernikahan. Apakah sesama keluarga akan bisa jadi akur? Bagaimanakah jika kehidupan berkeluarga yg seharusnya sejahtera, damai lahir dan batin malahan berubah jadi neraka dunia? [Meskipun bukan karena poligami. Bukankah ini juga terlihat di zaman setelah Nabi wafat, yakni perang shiffin-peperangan unta. Ini kan perang antar sodara] Umpama anak2 dalam lingkungan yg penuh banyak umu [ bukan ibu kandung] bagaimanakah 'jiwa'nya melihat kehidupan yg berbeda di luaran, ketika ada rumah dengan penguni bapak-ibu beberapa anak jika ia bandingkan dengan kehidupannya. Satu rumah dengan 1 bapak-banyak umu dengan kamar yg banyak, anak2 yg rocet....... :-)) Bagaimanakah hubungan sosial umu/istri yg lain dengan famili isteri yg nomor satu? Bagaimana jika ngundang ke pesta, apakah laki2 itu akan membawa isterinya, apakah pengundang akan mengundang semua isteri2nya juga????? Pakar etika Mien Uno akan bingung bikin protapnya :-D Saya pernah menanyai seorang anak laki2, keponakan yg punya banyak ibu. "bagaimana nanti kalo sudah dewasa dan menikah, apakah kamu juga akan punya banyak isteri seperti Abi(ayah)" Anak laki2 umur 15 tahun menjawab : "Tidak! Repot mengurus banyak isteri, repot kasih makan anak yg jumlahnya belasan, ngurus sekolahnya. Sekarang saja, saya sering tidak diperhatikan oleh umu X, karena umu lebih suka mengurus anaknya sendiri. Saya sering bertengkar dengan sodara, anak dari umu X" Jadi kalo mau poligami ya poligami saja, nggak usah bawa2 dalih ikuti sunah Rasul dlsb :-)) Perempuan yg bersedia di poligami [ mana ada?, isterinya Pak Satriyo juga ndak mau :-p ] Kebanyakan perempuan di pengajian, laki2 yg setuju poligami, yg menganjurkan poligami [ dalih agama] kadang2 cuma sebatas 'ngomong doang'; nanti setelah benar2 kejadian kan kayak Dewi Yull, akhirnya minta cerai juga. Perempuan2 yg anti poligami, yg dulunya dengar 'ceramah' Dewi Yull mengenai indahnya poligami kan jadi malah ngomong yg gak bagus, Dewi Yull kualatlah, kemakan omongannya sendiri dlsb. Perempuan yg mau dipoligami [yg mau punya madu, yg mau jadi isteri ke 2 dst] bijaksananya jangan bawa2/berdalih agama, BERAT! Munafik nantinya. Kalo kata Jeng Tri [ dimana sekarang yak, salam manis] orang munafik itu keraknya neraka. Mau berpoligami, enggak mau di poligami adalah urusan pribadi/individu, keputusan dari dalam hati sendiri, karena "kematangan jiwa" -Taela! - Bukan dalih agama - d/h sunah rasul, [ mustinya gitu] :-D Btw : di WM siapakah laki2 islam yg punya isteri lebih dari 1 - coba dong berbagi pengalaman. di WM siapakah perempuan yg punya madu, atau yg jadi isteri ke 2, 3 dan seterusnya - coba dong berbagi pengalaman. daripada diskusinya cuma melulu sebatas wacana Qur'an dan hadits :-) salam l.meilany ----- Original Message ----- From: Chae To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Monday, December 19, 2005 2:42 AM Subject: Balasan: Re: [wanita-muslimah] Budaya Poligami Terima kasih atas uraianya Pak Aman, kalau melihat dari ulasan Pak Aman ada asal muasal atau sebab musabab dari pernikahan Nabi yang pada dasarnya bukan didasari oleh semangat mengayomi anak yatim dan janda atau memberantas protitusi seperti yang dipahami selama ini oleh sebagian kalangan umat Islam tentang manfaat dari poligami atau tujuan yang hendak di capai oleh poligami. Kita lihat kasus ummu Salamah yang tidak ingin menikah lagi karena benar2 mencintai dan menyakini tidak ada yang lebih baik dari suaminya , kemudian Nabi melawamar Ummu Salamah sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa2 almarhum suaminya dan juga perjuangan Ummu Salamah atas dedikasinya terhadap perjuangan Nabi.. Dan siapa yang bisa menolak kenyataan bahwa Nabi adalah sebaik-baiknya laki-laki?? Kemudian dengan pernikahan Nabi dan Aisyah serta Hafsah dimana budaya perkawinan besar pengaruhnya terhadap ikatan tali kekeluargaan. Lalu ada perkawinan dengan Zainab dalam menjalankan syariat yang telah di tetapkan Allah dimana boleh seorang mantan menantu dari anak angkat untuk menikah dengan ayah angkat karena di tetapkan bahwa menjadi seseorang menjadi anak angkat tidak serta merta menjadi pertalian darah di antara keduanya. Dari perkawinan dengan Juwariyah menyebabkan kekerabatan yang kuat sehingga terbebaskan kaum dari Juwariyah dll (cukup panjang kalau harus di urai satu persatu:). Pada dasarnya dalam budaya arab perkawinan memberikan effek yang luar biasa sehingga perkawinan di pandang mempunyai kedudukan yang penting, tinggi, dan utama bahkan perkawinan menjadi bentuk penghormatan. Berbeda dengan budaya kita sendiri dimana perkawinan tidak memberikan effek seperti yang ada didalam masyrakat arab. Dalam budaya kita kesamaan suku/daerah saja sudah bisa mengikat seseorang secara kuat dalam persaudaraan. Tidak dikenalnya budaya perbudakan dalam budaya kita juga tidak memberikan posisi yang krusial/penting pada bentuk2 perkawinan. Sehingga kalau boleh disimpulkan poligami jika dimasukan dalam budaya kita tidak akan memberikan banyak manfaat bahkan lebih condong kepada kemudharatan. Pada prinsipnya/dasarnya perkawinan di dalam budaya kita dilandasi oleh perkawinan monogami, masyrakat kita tidak dididik untuk berpoligami sehingga tidak ada lingkungan yang benar-benar mendukung adanya poligami baik untuk laki-laki dan perempuan.Bangsa kita dengan budayanya tidak akan pernah benar-benar bisa menerima poligami karena memang bukan landasan yang kita miliki. Tanya saja sama Pak Sutiyoso dan Pak Satriyo walau sudah diberik ijin pasanganya (entah dengan alasan apa??? :) tapi tidak akan menjalani poligami karena memang tidak sesuai dengan alam pikiranya yang didik secara monogami dalam lingkungan budayanya. Kalu buat gembor-gembor anak yatim dan janda mah kenapa harus berpoligami???? kenapa tidak menjadi orang tua asuh, jika untuk menghapuskan prostitusi kenapa tidak menyediakan lapangan kerja yang layak atau membuat undang2 yang menghukum pemakai jasa prostitusi ??? Khamar diharamkan karena lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya itulah dasar hukum haram, begitu juga poligami didalam masyrakat kita secara "umum" (kecuali pada case per case), juga lebih mengandung mudharatnya daripada manfaatnya so...kepana tidak diharamkan saja??;) Chae --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Aman FatHa" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Tentu saja sangat berat dong, Pak. Sampai-sampai Rasulullah Saw sendiri > sangat mengerti hal itu lalu berdoa kepada Tuhan, "Allahumma hadza qasami > fii maa > amliku falaa talumni fii ma amliku. (Ya Allah, inilah pembagianku pada > bagian yang aku mampu, mohon jangan cela aku pada bagian yang aku tidak > mampu." Jadi memang bukan persoalan yang gampang dan juga bukan dunia yang > hanya mimpi-mimpi. Nabi Saw. melihat realitasnya secara obyektif dan > sesungguh-sungguhnya. Sampai-sampai ketika melamar Ummu Salamah, dia menolak > dengan halus pada awalnya dengan mengatakan saya ini perempuan yang sudah > tua, ibu dari anak-anak yatim, dan juga pencemburu. > > Kejadiannya, suami Ummu Salamah meninggal dunia di Madinah karena luka yang > menimpanya pada peperangan Uhud. Dan dia adalah wanita yang sangat > mengagungkan suaminya, sampai-sampai ketika Umar meminangnya setelah itu, > dia menolak. Kemudian Abu Bakar meminangnya, dia juga menolak. Ketika Nabi > Saw menyampaikan takziyahnya dan berkata kepadanya, "Mohon pahala kepada > Tuhan atas musibahmu, dan semoga menggantikannya dengan yang lebih baik." > Ummu Salamah menjawab, "Adakah lagi yang lebih baik dari Abu Salamah?!" > > Nabi Saw. tetap tidak tega melihatnya menanggung anak-anak yatim, sehingga > ketika mendengar jawabannya atas lamaran Nabi Saw. Nabi kemudian menjawabnya > bahwa Beliau sendiri lebih tua darinya, dan anak-anak yatim serahkan kepada > Allah dan Rasul-Nya, dan sifat pencemburuannya (semoga) Allah akan > melenyapkannya. Akhirnya Ummu Salamah menerima dan kawin dengan Nabi Saw. > Ummu Salamah ini setingkat di bawah Aisyah dari segi banyak riwayat, sama > seperti Aisyah dari segi kecerdasan dan kepintaran, tetapi dia mempunyai > kelebihan dari Aisyah dari segi kematangan dan kecermatan dalam berpikir dan > mengambil keputusan. > > Memang tidak mudah, Pak. Para istri Nabi Saw. itu semua juga terbagi ke > dalam dua faksi; faksi pertama terdiri dari Aisyah, Hafshah, Shafiyah, dan > Saudah. Sedang faksi kedua terdiri dari Ummu Salamah dan istri Nabi Saw yang > lain. Mereka juga mengajukan tuntutan kepada Nabi Saw agar bersikap adil, > bahkan mendesak-desak sampai terjadi friksi antara Zainab dan Aisyah. > Padahal Nabi Saw. tidak pernah melebihkan salah seorang pun di antara > mereka, dan mereka sendiri tahu hal itu. Namun orang-orang ini apabila ingin > memberi hadiah kepada Nabi Saw. mereka selalu menunggu hari giliran Aisyah > sehingga mereka menyerahkannya pada Nabi Saw. di rumah Aisyah. (ceritanya > ini selengkapnya ada di dalam hadis Bukhari dan Muslim). > > Masih banyak kejadian lain, hingga akhirnya diturunkan ayat "takhyir" yaitu > perintah kepada Nabi Saw. untuk memberikan pilihan kepada istri-istri Beliau > apakah tetap menjadi istri atau cerai. Jadi, sekali lagi, tidak segampang > itu, Pak. Memang sangat berat. Pada masa sekarang, bisakah kita memberikan > penjelasan yang akurat, obyektif, dan transparant pada kasus-kasus poligami > bahwa semuanya berjalan sebagaimana mestinya dengan segala mimpi > perjuangannya. Karena melihat kondisi dan kenyataan sekarang itulah yang > membuat Syaikh Muhammad Abduh menyebut poligami sebagai kerusakan. > > Nabi Saw. memberikan pilihan kepada istri-istrinya apakah masih tetap > bertahan atau cerai, karena dari kepribadian, sikap, dan perlakuan Nabi Saw > sendiri sudah sangat adil. Siapa yang menjamin poligamers sekarang bersikap > dan bertindak adil seperti Nabi Saw? Atau malah justru sebaliknya, karena > ketidakadilannya yang membuat istrinya tidak nyaman, lalu dia > menceraikannya, tidak lagi memberikan pilihan tetap bersama atau cerai. Dan > dua-duanya adalah sama, kezhaliman di atas kezhaliman. Kezhalimannya dalam > perlakukan terhadap istrinya yang bisa saja tidak ia sadari, dan > kezhalimannya menceraikannya justru disebabkan oleh kezhalimannya sendiri. > > Inilah kenyataan empiris yang kita temui--dalam skup kecil barangkali--dan > itu juga fakta-fakta yang dijumpai oleh Syaikh Muhammad Abduh selagi menjadi > Mufti resmi negara Mesir dan sesudahnya sehingga beliau mengeluarkan fatwa > boleh bagi suatu lembaga, atau pemerintah untuk melarang perkara yang boleh > apabila terdapat kemudaratan di dalamnya seperti pada kasus poligami ini. > Demikian juga dikuatkan oleh Rasyid Ridha berdasarkan pengalaman-pengalaman > beliau sendiri dari pengaduan-pengaduan dan pertanyaan-pertanyaan masyarakat > luas. [al-Manar, sebagian di majalah al-Manar dan sebagian lagi dalam tafsir > al-Manar sesuai dengan perbedaan gaya ungkapannya.] > > Memang persoalan poligami berpindah nuansa perdebatannya menjadi pembicaraan > hitam-putih tentang hukumnya secara konseptual belaka sehingga orang-orang > lebih banyak berbicara oh hukumnya sunnah, yang lain angkat bicara dan > mengatakan hanya boleh saja, sedang yang lain lagi mengecamnya. Padahal dari > sudut hukum, Nabi Saw berpoligami adalah justru karena faktor-faktor yang > mendorong pembolehan tersebut sehingga tidak diharamkan secara mutlak. Atau > meminjam bahasanya Rasyid Ridha, itulah kebutuhan-kebutuhan darurat yang > terjadi pada masa itu dan pada beberapa masa setelahnya (dan lihat juga, > bagaimana kondisi itu sampai Umar yang mencarikan orang yang layak untuk > Hafshah, misalnya). Bahkan lebih dari itu, Nabi sampai lebih dari empat yang > oleh para ulama sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalilnya merupakan > kekhasan pada Nabi Saw. sendiri bukan untuk umatnya. Karena itu, para ulama > banyak yang menyatakan bahwa poligami hukumnya hanya boleh, bukan sunnah. > > Poligami dibolehkan karena memandang banyak faktor yang sangat mungkin > terjadi dalam dinamika kehidupan sosial. Karena itu, dalam konsep rumah > tangga, para ulama menekankan bahwa kesempurnaan dan paling ideal adalah > satu orang suami dan satu orang istri saja. "Prinsip dasar dalam kebahagian > rumah tangga adalah seorang laki-laki beristri satu orang perempuan > (demikian, Rasyid Ridha)," dan bersama-sama mengarungi kehidupan rumah > tangga untuk mencapai rukunnya yang tiga yaitu sakinah, mawaddah, dan > rahmah. Jadi 3 unsur ini adalah rukun-rukun rumah tangga, dan setiap orang > yang ada di dalamnya wajib menegakkan dan merealisasikan rukun ini (kalau > dalam wudhu, apabila ada rukun yang ketinggalan maka wudhunya tidak sah. Di > sini, apabila masih ada rukun itu yang tidak ada, maka tujuan berumah tangga > yang diinginkan oleh Islam masih belum tercapai). Toh, yang ideal ini pun > belum tentu terlaksana dengan sebaik-baiknya. > > Mereka yang mengecam keras terhadap kebolehannya dengan mengesampingkan > faktor-faktor yang sangat mungkin terjadi dalam kehidupan--menurut > saya--juga sesuatu yang gegabah. Bahkan justru kecaman-kecaman ini sedikit > banyaknya berperan dalam membuat perdebatan masalah ini semakin runcing, dan > lebih disayangkan lagi membuat pembahasannya berpindah fokus pada perdebatan > konseptual belaka dan melupakan kasus-kasus obyektif dalam masyarakat. > Korban-korban akibat kerusakan poligami hanya menjadi fakta-fakta empiris > untuk menguatkan kecaman. Bahkan tidak jarang yang kemudian menyudutkan > Islam dengan segala aturan-aturan hukum yang terkandung di dalamnya. Seperti > itulah yang pernah disampaikan oleh Lord Kromer--sang pembantai > petani-petani Dansyuwai--dalam sambutannya yang menohok Islam, begitu juga > yang dikemukakan oleh Lrua Paulio(?) di al-Jazair yang kemudian melarang > poligami secara total. > > Fakta-fakta yang kita lihat lebih banyak menunjukkan bahwa poligami adalah > kerusakan, tapi fakta juga yang memperlihatkan ada poligami yang tidak > menimbulkan masalah, walau jumblahnya sangat sedikit dan terbatas. Inilah > yang harus kita lihat secara obyektif, termasuk secara obyektif pula untuk > melihat faktor-faktor dalam kondisi yang menjadi alasan dalam melakukan > poligami. Bukan faktor-faktor yang hanya keinginan untuk ini dan itu yang > lebih banyak berupa mimpi-mimpi belaka. Nabi Saw. selalu berkeinginan untuk > membantu orang lain dan ikut serta menanggung beban deritanya. Namun bukan > dengan mimpi-mimpi dengan segala kata-kata yang wah-wah. Lihat kenyataannya > secara obyektif, begitulah yang dilakukan oleh Nabi Saw. > > Beliau mengawini Ummu Habibah setelah ditinggal suaminya yang memeluk > Krsiten di Habsyah (Eitopia) ketika mereka hijrah ke sana. Dia adalah putri > Abu Sufyan, pemuka Quraisy, hidup sebatangkara tanpa mempunyai keluarga > lagi. Bahkan lebih dari itu, keluarganya justru memusuhinya dan yang lebih > menyakitkan lagi justru dari ayah dan ibunya sendiri. Sejak lama kaumnya Abu > Sufyan, bani Abdi Syams adalah rival dan musuh Bani Hasyim yang merupakan > kaum Nabi Saw. Dua kaum ini merupakan kabilah terkemuka dan terpandang dari > kabilah Quraisy di kalangan Arab. Lihat, selain faktor individu juga banyak > faktor-faktor lain yang obyektif mendorong terjadinya perkawinan ini. > > Perkawinan dengan Ummu Salamah, sudah kita kemukakan di atas. Namun masih > ada yang perlu dikemukakan relevan dengan faktor obyektif ini. Ayah Ummu > Salamah ini adalah salah seorang yang masyhur di kalangan Arab sebagai > manusia yang paling pemurah. Ummu Salamah menikah dengan sepupunya, Abdullah > ibn Abdul Asad al-Makhzumi, yang merupakan orang pertama masuk Islam, yaitu > orang yang kesebelas. Dia juga merupakan putra dari bibi Nabi Saw. dan > saudara Nabi Saw. sepersusuan. Sewaktu pasangan suami istri hijrah ke > Habsyah, mereka mendapatkan anak yang diberi nama Salamah. > Setelah sudah kembali ke Makkah, Ummu Salamah ingin ikut suaminya hijrah ke > Madinah. Namun kaumnya menghalang-halanginya. Mereka merebutnya bersama > anaknya dari tangan suaminya. Kemudian kaum suaminya, Bani Abdil Asad, > setelah itu merebut anaknya dengan paksa sampai-sampai tangannya terputus. > Karena itulah, setiap hari Ummu Salamah pergi ke lembah menangis sedih > sampai pada suatu hari ada orang dari kaumnya yang kasihan dan berbaik hati > dengannya. Orang tersebut membantunya dan berhasil mendapatkan anaknya > kembali, kemudian memberangkatkannya ke Madinah dengan sekedup unta. Inilah > sekedup pertama yang hijrah ke Madinah. Lihat bagaimana penderitaan dan > perjuangannya. Nabi mengawininya setelah suaminya tewas karena luka dalam > perang Uhud--seperti sudah diceritakan di atas. Dan karena hormatnya kepada > suaminya dan sangat mengagungkannya sampai dia menolak lamaran Abu Bakar dan > kemudian Umar. Melihat kenyataan obyektif pada dirinya yang penuh > penderitaan, tanggungan anak-anak yatim, dan perlu ada orang yang membantu > dan melindunginya, dan kemudian melihat bagaimana perasaan dan sikapnya yang > agung sampai menolak lamaran orang setingkat Umar dan Abu Bakar, maka tidak > ada pilihan lain bahwa harus Nabi Saw sendiri yang mengawininya. > > Lihat faktor obyektif yang dilihat oleh Nabi Saw ketika mengawini Barrah > binti Harits yang kemudian diberinama Juwariyah. Ayahnya adalah pemimpin dan > pemuka Bani Mushthaliq. Kaumnya ini yang membantu dan memberikan fasilitas > kepada kaum musyrikin dalam perang Uhud. Setelah itu, Nabi Saw. mendengar > berita bahwa ayahnya sedang mengumpulkan pasukan untuk menyerang Madinah. > Sehingga Nabi Saw. segera mengumpulkan orang-orang dan segera menghadang > mereka sampai kedua pasukan bertemu di al-Muaraisi', sumber air milik > kabilah Khuza'ah. Kaum muslimin berhasil mengepung mereka dan mengalahkan > mereka hanya setelah berhasil menewaskan 10 orang dari mereka. Semua anggota > ditawan dan dibawa ke Madinah. Ternyata di antara mereka ini terdapat Barrah > putri pimpinan dan pemuka mereka. Dia kemudian mengajukan penebusan dirinya > (walau dengan cara angsuran) kepada orang yang mendapatkannya lalu mereka > datang kepada Nabi Saw. Dia memperkenalkan diri kepada Beliau bahwa dia > adalah putri pemuka kaumnya dan meminta kepada Nabi Saw untuk membantu > penebusannya. Nabi Saw. menjawab, "Bagaimana kalau lebih baik dari itu? Saya > melunaskan tebusan untukmu dan memerdekakanmu dan kemudian mengawinimu?" > Barrah menjawab, "Ya, lebih baik." Akhirnya Nabi Saw. melunaskan tebusannya > dan mengawininya. Kemudian orang-orang berkata, "(mereka) telah menjadi > kerabat Rasulullah Saw." Sehingga mereka melepaskan semua tawanan dan > memerdekakan mereka. Dan itu pula yang kemudian membuat para tawanan > semuanya ini memeluk Islam. Dalam riwayat lain disebutkan, ayahnya datang > dan meminta kepada Nabi Saw. untuk melepaskannya. Kemudian Nabi Saw. meminta > kepada ayahnya untuk memberikan kesempatan memilih kepadanya. Ayahnya > setuju. Dan dia sendiri memutuskan untuk tetap bersama Rasulullah Saw. Maka, > dia disebut sebagai wanita yang penuh berkah bagi kaumnya. > > Begitu juga perkawinan Nabi Saw. dengan Shafiyah binti Huyayy, perempuan > berdarah Yahudi. Dia berasal dari Bani Nadhir dan ayahnya merupakan > keturunan Harun as. Saudara Musa as. Dia tertawan di tangan Dahyah setelah > suaminya tewas dalam peperangan Khaibar. Melihat itu, para Sahabat yang > cermat mengatakan kepada Nabi Saw, "Dia adalah putri terkemuka Bani > Quraizhah, tidak pantas kecuali untukmu." Nabi Saw menyambut baik pendapat > para sahabat ini, apalagi memandang sangat disayangkan perempuan terkemuka > seperti dia harus menjadi budak di tangan orang yang perempuan itu sendiri > memandang rendah kepadanya. Akhirnya Nabi Saw. mengambilnya (dengan > penebusan) dari Dahyah, kemudian memerdekakannya dan mengawininya. Imam > Ahmad meriwayatkan, bahwa Nabi Saw. memberikan pilihan kepadanya; Beliau > memerdekakannya dan mengawininya atau diantar pulang kepada keluarganya. > Lalu dia sendiri memilih untuk dikawini oleh Nabi Saw. Pernah Shafiyah > mengadu kepada Nabi Saw. setelah mendengar omongan Aisyah dan Hafshah bahwa > mereka berdua lebih mulai dibanding dia pada Rasulullah Saw. Kemudian Nabi > Saw. menjawab kepadanya, "Kenapa tidak kamu katakan saja, 'Bagaimana bisa > kalian berdua lebih mulia dariku, sedangkan suamiku Muhammad, Ayahku Harun > dan Pamanku Musa." Pernah juga Zainab menyebutnya "perempuan Yahudi" yang > bermaksud merendahkannya. Sehingga Nabi Saw. menghukumnya dengan "pisah > ranjang" selama sebulan. > > Perkawinan Nabi Saw. dengan Saudah dan Aisyah dicomblangi oleh Khaulah binti > Hakim. Dorongan dari Khaulah inilah yang membuat Beliau terbuka kembali > setelah 3 tahun wafat Khadijah. Beliau mengawini Aisyah sebenarnya sekaligus > sebagai penghargaan kepada Abu Bakar--yang menurut saya juga memang ada > harapan Abu Bakar agar putrinya mendapatkan suami orang yang terbaik > sebagaimana tercium dari ungkapan Abu Bakar sendiri. Sedangkan Beliau > menerima tawaran Khaulah dengan Saudah karena Saudah sudah tidak mempunyai > keluarga lagi. Setelah suaminya meninggal, tidak ada lagi yang menanggungnya > dan jika ia kembali kepada keluarganya, dikuatirkan mereka akan menyiksanya > dan memaksanya kembali ke agama tradisi kaumnya. Sehingga dengan melihat > kenyataan itulah, Nabi Saw. menerima comblangan Khaulah dan mengawininya. > > Perkawinan dengan Hafshah binti Umar ra. justru karena faktor yang sama pada > perkawinan dengan Aisyah dan faktor yang terjadi pada istri-istri yang lain. > Setelah suami Hafshah meninggal dunia dalam peperangan Badar, dan selesai > masa iddahnya, Umar mengajukannya kepada Abu Bakar untuk mengawininya. Abu > Bakar tidak memberikan jawaban apa-apa. Kemudian Umar mengajukannya kepada > Ustman untuk mengawininya, setelah istri Ustman meninggal dunia (Ruqayyah > binti Rasulullah Saw." Ustman menjawab, "Saya tidak ada keinginan kawin > masa-masa sekarang." Sebenarnya--menurut sebagian riwayat--Ustman sedang > berharap Rasulullah Saw. mengawinkannya dengan putri Beliau Ummu Kultsum. > Umar sangat bersedih hati melihat penderitaan Hafshah dan mendengar > tanggapan kepada dua orang sahabat terkemukan ini. Kemudian Umar curhat > kepada Nabi Saw. sampai kemudian Nabi Saw, menjawab, "Akan mengawini Hafshah > orang yang lebih baik dari Ustman, dan Ustman akan menikah dengan orang yang > lebih baik dari Hafshah." Sampai kemudian Nabi Saw. melamar Hafshah. Tentu > saja Umar gembira bukan kepalang. Setelah peristiwa itu, baru Abu Bakar > membuka rahasia kenapa dia berdiam saja ketika diajukan tawaran oleh Umar. > Kata Abu Bakar, "Kamu jangan bersedih terhadapku, (setelah kematian > suaminya) Rasulullah Saw. pernah membicarakan tentang Hafshah, dan saya > tidak mungkin membuka rahasia Rasulullah Saw." > > Berbeda sedikit adalah perkawinan dengan Zainab binti Jahsy, karena > perkawinan ini merupakan perintah langsung dari Allah Swt. dan sebagai > penetapan suatu hukum syariat, (saya kira tidak saya ungkap panjang lebar di > sini karena akan sangat panjang). Karena itu, ini merupakan salah satu > kebanggaan Zainab terhadap para istri Nabi Saw. yang lain. Dia berkata > kepada para istri Nabi Saw., "Kalian dikawinkan oleh orangtua-orangtua > (keluarga) kalian, sedangkan saya dikawinkan oleh Allah Swt. dari atas tujuh > lapis langit." > > Inilah sebagian dari cerita sejarah bahwa ketika Nabi Saw. mengawini para > istri Beliau, keinginan berbuat baik itu bukan berasal dari mimpi-mimpi, > tetapi dengan melihat faktor-faktornya yang sangat jelas dan obyektif. > Silahkan tanya sendiri kepada para pelaku poligami atau berniat melakukan > poligami, apakah sudah melihat faktor-faktor itu dengan obyektif? Bukan > hanya ungkapan-ungkapan wah dan retorika politis membantu para wanita, > berjuang bersama-sama istri madu, biar jangan marak prostitusi, dan > sebagainya. Setiap orang dianjurkan untuk mempunyai keinginan yang baik dan > berbuat baik , tapi juga harus melihat obyek kebaikan itu sendiri dengan > jelas, sungguh-sungguh, dan obyektif. Bukan hanya klaim atau alasan yang > dibuat-buat. Pentingnya melihat kenyataan secara obyektif ini merupakan > salah satu dari metode-metode para ulama dahulu dalam menyimpulkan suatu > hukum, sebagaimana ditegaskan kembali oleh Prof. Dr. Syaikh Muhammad Ali > as-Sayis, mantan Dekan Fak. Syariah al-Azhar dan anggota Lembaga Riset Islam > (Majma al-Buhuts al-Islamiyah). Dalam bukunya "Sejarah Fiqih Ijtihad dan > Perkembangannya" beliau mengutip bahwa "para ulama dahulu dalam berijtihad, > memandang persoalan dengan dua mata; satu mata ke arah teks dan mata yang > lain memandang realitas." > > Seandainya Nabi Saw. memang mentradisikan (sunnah secara bahasa artinya > tradisi) poligami, kenapa justru perempuan-perempuan janda yang dipilih? > Kenapa tidak dengan gadis-gadis muda, perawan, dan cantik-cantik saja? > Bukankah Beliau sendiri--dalam hadis Jabir ketika ada yang meminta pendapat > kepada beliau dalam perkawinannya dengan wanita janda--menganjurkan menikah > dengan perempuan perawan, "Halla bikran, tulaa'ibuha wa tula'ibuka" (Aw > kamaa Qaala Rasulullah Saw.). Kenapa Nabi Saw. tidak menerima saja perempuan > yang menyerahkan dirinya kepada Beliau? Justru tidak usah repot-repot dalam > poligami. > > Dan ini semua masih dalam lingkup melihat faktor-faktor diluar dari > memandang kelengkapan aturan dalam rumah tangga itu sendiri seperti > kewajiban berlaku adil, pendidikan anak, kepemimpinan yang berdasarkan > musyawarah bukan main perintah, nafkah, tempat tinggal, dan lain-lain. Dan > ini saja dulu sudah cukup memberikan gambaran bahwa memang berat, dan tidak > gampang. Oleh karena itu, kita tidak lagi heran jika pada kenyataannya > akhirnya banyak kasus-kasus poligami lebih banyak mudarat dan kerusakannya. > Dan kesempurnaan yang diakui oleh Islam dalam rumah tangga adalah satu orang > laki-laki beristri satu orang perempuan. Dan itu saja, buktikanlah sakinah, > mawaddah, dan rahmah yang menjadi pondasi rumah tangga apakah sudah tercapai > atau belum? Dan karena itu pula--Rasyid Ridha mengatakan (dalam al-Manar) > bahwa--kebanyakan orang-orang yang taat beragama lebih memilih satu orang > istri saja kecuali faktor darurat yang mau tidak mau mengharuskannya > beristri lebih dari satu. Dan dia mengatakan, karena itu saya melihat tidak > ada satu pun teman-teman saya tokoh-tokoh ulama baik di Suriah dan di Mesir > yang beristri lebih dari satu orang. > > Demikian sekedar bagi-bagi dari saya. Oh ya, pada masa sekarang orang > bertanya-tanya tentang referensi karena memang penting. Referensi tulisan > saya, hadis-hadis semua rata-rata ada di Sahih Bukhari dan Muslim--dan > minimal juga ada di Ashab Sunan--dan sebagian kelengkapan ceritanya dari > Sirah-sirah Nabi, yang di dalam hadis kadang-kadang tidak seluruhnya > diceritakan secara runtun dari satu peristiwa ke peristiwa lain. Soal nomor > hadis, halaman, dan volume berapa, saya udah lupa dan sedang tidak ada waktu > untuk mencarikannya sekarang. Sebagian yang lain, adalah > penjelasan-penjelasan yang pernah saya baca dalam buku yang saya sebutkan > masing-masing dalam tiap kutipan. Ada kesalahan, mohon maaf. > > Wassalam > Aman > > ----- Original Message ----- > From: "SUTIYOSO WIJANARKO WIJANARKO" <[EMAIL PROTECTED]> > To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com> > Sent: Friday, December 16, 2005 9:41 AM > Subject: Re: Balasan: Re: [wanita-muslimah] Budaya Poligami > > > > Assalamualaikum.Wr.Wb, > > > > Saya tidak tahu apakah ada kaitannya antara takutnya female muslimah > > berpoligami dengan perjuangan Islam yang penuh dengan tantangan berat. > > Makanya saya ingin tahu, apakah female muslimah bisa diajak untuk > > berjuang dalam hidup ini dalam berdakwah yang penuh dengan tantangan itu, > > kalau hanya membagi rasa dengan sesama muslimah dalam kehidupan polygamy > > saja sangat berat. > > > > Ini pertanyaan lho, bukan vonis....saya masih yakin banyak wanita > > muslimah yang mau berkorban apa saja ( sesuai dengan syariat ) untuk > > menegakkan kalimat Allah. > > > > soo..show me the way and who u are.... > > > > salam. > > > > Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Pak Satriyo, Wa'alaikum salam wr wb... > > > > Alhamdulillah saya di do'akan sama Pak Satriyo..amien!!!! > > mudah-mudahan saya bisa jadi wanita shalihah:) > > > > Wah saya justru tertarik dengan pernyataan Bapa yang menyatakan "siap > > berpoligami" tapi tidak mau berpoligami??? ini kok sepertinya sedikit > > kontradiksi;) apa yang menyebabkan Bapa tidak mau berpoligami??? > > padahal dengan kesiapan Bapa bearti Bapa sudah bisa memenage segala > > sesuatunya?? > > > > Masalah sunah memang benar seperti yang Bapa uraian, dan benar sunah > > yang saya rujuk adalah sunah dalam pengertian mencontoh prilaku Nabi.. > > Tapi prilaku Nabi ini ada juga yang wajib di contoh..iya kan Pak??:) > > > > Salam, > > Chae > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, satriyo <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > >> > >> assalaamu alaikum, > >> > >> chaerunnisa yang shalihah, > >> > >> sedikit menanggapi pernyataan bahwa poligami itu sunnah. hukum dasar > > nikah - > >> cmiiw - adalah mubah. dia bisa menjadi wajib, sunnah, makruh, haram > >> tergantung sikon-nya. tapi secara umum dalam kondisi normal, Rasul > >> me-'wajib'-kan menikah bagi ummatnya. dan di sini menikah ... tanpa ada > >> keterangan eksplisit apakah untuk pertama atau ke sekian kali. dengan > >> demikian, secara implisit, poligami secara khusus juga tidak hanya > > sunnah > >> hukumnya. > >> > >> tapi tentu, ada istilah 'sunnah' lain yang juga sering dipakai dan > > mungkin > >> ini yang chaerunnisa maksud, yaitu sunnah yang artinya tuntunan atau > > teladan > >> atau contoh dari Rasul. untuk inipun baik monogami dan poligami termasuk > >> bagian dari sunnah Rasul. tentun sebagai manusia biasa, kadar atau > >> tingkatnya berbeda dengan Rasul, sebagaimana juga bedanya puasa beliau, > >> shalat sunnah beliau, tilawah quran beliau, tarawih beliau, tahajud > > beliau, > >> dan lain-lain. bukankah beliau pernah menyampaikan kekhawatirannya > > tentang > >> shalat tarawih yang 'sunnah' nya dilakukan secara individu di rumah? > > beliau > >> khawatir apa yang beliau atas ibadah sunnah lakukan out of passion > > itu oleh > >> ummat nantinya akan dijadikan wajib, maka beliau hanya tarawih 3 > > hari saja > >> di masjid. > >> > >> jadi memang hemat saya - cmiiw - 'sunnah' poligami pun ya tidak mungkin > >> setara dengan seperti yang beliau lakukan. tinggal masalahnya - > > sebagaimana > >> juga dengan ibadah yang mahdlah - bagaimana aplikasinya, apakah sudah > >> MENDEKATI apa yang beliau 'sunnah' kan ... > >> > >> sekedar info buat chaerunnisa, saya tidak mau poligami, tapi saya > > siap untuk > >> itu. bagi saya itu dua hal yg berbeda. terlebih saya sudah komitmen > > dengan > >> istri bahwa dia ikhlas dan ridla, dan mau memilihkan sekiranya > > memang muncul > >> sikon untuk hal itu ... karena saya memandang poligami sebagai > > sebuah team > >> work. buat apa nambah anggota atau awak jika yang ada hanya > > perpecahan bukan > >> sinergi menuju mardlotillah ... > >> > >> salam, > >> > >> satriyo > Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/