Menarik sekali Nisadear.
Bolehlah ini sebagai akhirul kata- kesimpulan dari masalah 'budaya' poligami :-)
Yg dapat saya fahami :

Ketika alasan poligami dirumuskan dengan dalil agama maka menjadi rancu.
Di budaya Indonesia, poligami ya poligami saja, gak usah pake alasan agama kalo 
ternyata 
tindakan justru nggak persis sunnah Nabi. 
Dari zaman dulu kan sudah ada poligami. Begitu ada 'poligami award' yg islami 
katanya, konsep poligami kok
mau dicocok2-in dengan agama- sunah rasul, ya ndak ketemu sampai kapanpun.
Sosbud, latar belakangnya saja sudah lain.

Kemudharatan poligami ala islam budaya indonesia dan dimasa sekarang bisa di 
lihat.
Saya punya famili dekat [ Pak Satriyo juga tahu, isterinya Pak satriyo juga 
kenal], yg menganut prinsip poligami.
Poligami di masa sekarang, juga yg dirumuskan islam tidak melihat bagaimana 
akibat selanjutnya.
Karena kan dulu Nabi SAW tidak banyak punya keturunan dari istri2nya. Tidak 
diceritakan bagaimana 
selanjutnya hubungan para isteri2 itu dengan kerabat suami, kerabat isteri yg 
lain. Hubungan antar anak2 
dari hasil pernikahan. Apakah sesama keluarga akan bisa jadi akur? 
Bagaimanakah jika kehidupan berkeluarga yg seharusnya sejahtera, damai lahir 
dan batin malahan berubah jadi neraka dunia?
[Meskipun bukan karena poligami. Bukankah ini juga terlihat di zaman setelah 
Nabi wafat, yakni perang shiffin-peperangan unta. 
Ini kan perang antar sodara]

Umpama anak2 dalam lingkungan yg penuh banyak umu [ bukan ibu kandung] 
bagaimanakah 'jiwa'nya melihat
kehidupan yg berbeda di luaran, ketika ada rumah dengan penguni bapak-ibu 
beberapa anak jika ia bandingkan dengan kehidupannya. Satu rumah dengan 1 
bapak-banyak umu dengan kamar yg banyak, anak2 yg rocet....... :-))
Bagaimanakah hubungan sosial umu/istri yg lain dengan famili isteri yg nomor 
satu?
Bagaimana jika ngundang ke pesta, apakah laki2 itu akan membawa isterinya, 
apakah pengundang akan mengundang semua isteri2nya juga?????
Pakar etika Mien Uno akan bingung bikin protapnya :-D
 
Saya pernah menanyai seorang anak laki2, keponakan yg punya banyak ibu.
"bagaimana nanti kalo sudah dewasa dan menikah, apakah kamu juga akan punya 
banyak isteri seperti Abi(ayah)"
Anak laki2 umur 15 tahun menjawab : "Tidak! Repot mengurus banyak isteri, repot 
kasih makan anak yg jumlahnya
belasan, ngurus sekolahnya. Sekarang saja, saya sering tidak diperhatikan oleh 
umu X, karena umu lebih suka 
mengurus anaknya sendiri. Saya sering bertengkar dengan sodara, anak dari umu X"

Jadi kalo mau poligami ya poligami saja, nggak usah bawa2 dalih ikuti sunah 
Rasul dlsb :-))
Perempuan yg bersedia di poligami [ mana ada?, isterinya Pak Satriyo juga ndak 
mau :-p ]
Kebanyakan perempuan di pengajian, laki2 yg setuju poligami, yg menganjurkan 
poligami [ dalih agama] kadang2
cuma sebatas 'ngomong doang'; nanti setelah benar2 kejadian kan kayak Dewi 
Yull, akhirnya minta cerai juga. 
Perempuan2 yg anti poligami, yg dulunya dengar 'ceramah' Dewi Yull mengenai 
indahnya poligami kan jadi malah ngomong 
yg gak bagus, Dewi Yull kualatlah, kemakan omongannya sendiri dlsb.
Perempuan yg mau dipoligami [yg mau punya madu, yg mau jadi isteri ke 2 dst]  
bijaksananya jangan 
bawa2/berdalih agama,  BERAT!
Munafik nantinya. Kalo kata Jeng Tri [ dimana sekarang yak, salam manis] orang 
munafik itu keraknya neraka.

Mau berpoligami, enggak mau di poligami adalah urusan pribadi/individu, 
keputusan dari dalam hati sendiri, 
karena "kematangan jiwa" -Taela! - Bukan dalih agama - d/h sunah rasul,  [ 
mustinya gitu] :-D

Btw : di WM siapakah laki2 islam yg punya isteri lebih dari 1 - coba dong 
berbagi pengalaman.
         di WM siapakah perempuan yg punya madu, atau yg jadi isteri ke 2, 3 
dan seterusnya - coba dong berbagi pengalaman.
         daripada diskusinya cuma melulu sebatas wacana Qur'an dan hadits
:-)
  
salam
l.meilany 

 

  ----- Original Message ----- 
  From: Chae 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, December 19, 2005 2:42 AM
  Subject: Balasan: Re: [wanita-muslimah] Budaya Poligami


  Terima kasih atas uraianya Pak Aman, kalau melihat dari ulasan Pak
  Aman ada asal muasal atau sebab musabab dari pernikahan Nabi yang pada
  dasarnya bukan didasari oleh semangat mengayomi anak yatim dan janda
  atau memberantas protitusi seperti yang dipahami selama ini oleh
  sebagian kalangan umat Islam tentang manfaat dari poligami atau tujuan
  yang hendak di capai oleh poligami.

  Kita lihat kasus ummu Salamah yang tidak ingin menikah lagi karena
  benar2 mencintai dan menyakini tidak ada yang lebih baik dari suaminya
  , kemudian Nabi melawamar Ummu Salamah sebagai bentuk penghormatan
  terhadap jasa2 almarhum suaminya dan juga perjuangan Ummu Salamah atas
  dedikasinya terhadap perjuangan Nabi.. Dan siapa yang bisa menolak
  kenyataan bahwa Nabi adalah sebaik-baiknya laki-laki??

  Kemudian dengan pernikahan Nabi dan Aisyah serta Hafsah dimana budaya
  perkawinan besar pengaruhnya terhadap ikatan tali kekeluargaan. Lalu
  ada perkawinan dengan Zainab dalam menjalankan syariat yang telah di
  tetapkan Allah dimana boleh seorang mantan menantu dari anak angkat
  untuk menikah dengan ayah angkat karena di tetapkan bahwa menjadi
  seseorang menjadi anak angkat tidak serta merta menjadi pertalian
  darah di antara keduanya. Dari perkawinan dengan Juwariyah menyebabkan
  kekerabatan yang kuat sehingga terbebaskan kaum dari Juwariyah dll
  (cukup panjang kalau harus di urai satu persatu:).

  Pada dasarnya dalam budaya arab perkawinan memberikan effek yang luar
  biasa sehingga perkawinan di pandang mempunyai kedudukan yang penting,
  tinggi, dan utama bahkan perkawinan menjadi bentuk penghormatan.

  Berbeda dengan budaya kita sendiri dimana perkawinan tidak memberikan
  effek seperti yang ada didalam masyrakat arab. Dalam budaya kita
  kesamaan suku/daerah saja sudah bisa mengikat seseorang secara kuat
  dalam persaudaraan. Tidak dikenalnya budaya perbudakan dalam budaya
  kita juga tidak memberikan posisi yang krusial/penting pada bentuk2
  perkawinan.

  Sehingga kalau boleh disimpulkan poligami jika dimasukan dalam budaya
  kita tidak akan memberikan banyak manfaat bahkan lebih condong kepada
  kemudharatan. Pada prinsipnya/dasarnya perkawinan di dalam budaya kita
  dilandasi oleh perkawinan monogami, masyrakat kita tidak dididik untuk
  berpoligami sehingga tidak ada lingkungan yang benar-benar mendukung
  adanya poligami baik untuk laki-laki dan perempuan.Bangsa kita dengan
  budayanya tidak akan pernah benar-benar bisa menerima poligami karena
  memang bukan landasan yang kita miliki.

  Tanya saja sama Pak Sutiyoso dan Pak Satriyo walau sudah diberik ijin
  pasanganya (entah dengan alasan apa??? :) tapi tidak akan menjalani
  poligami karena memang tidak sesuai dengan alam pikiranya yang didik
  secara monogami dalam lingkungan budayanya. 

  Kalu buat gembor-gembor anak yatim dan janda mah kenapa harus
  berpoligami???? kenapa tidak menjadi orang tua asuh, jika untuk
  menghapuskan prostitusi kenapa tidak menyediakan lapangan kerja yang
  layak atau membuat undang2 yang menghukum pemakai jasa prostitusi ???

  Khamar diharamkan karena lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya
  itulah dasar hukum haram, begitu juga poligami didalam masyrakat kita
  secara "umum" (kecuali pada case per case), juga lebih mengandung
  mudharatnya daripada manfaatnya so...kepana tidak diharamkan saja??;)

  Chae 



  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Aman FatHa" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
  >
  > Tentu saja sangat berat dong, Pak. Sampai-sampai Rasulullah Saw sendiri 
  > sangat mengerti hal itu lalu berdoa kepada Tuhan, "Allahumma hadza
  qasami 
  > fii maa
  > amliku falaa talumni fii ma amliku. (Ya Allah, inilah pembagianku pada 
  > bagian yang aku mampu, mohon jangan cela aku pada bagian yang aku tidak 
  > mampu." Jadi memang bukan persoalan yang gampang dan juga bukan
  dunia yang 
  > hanya mimpi-mimpi. Nabi Saw. melihat realitasnya secara obyektif dan 
  > sesungguh-sungguhnya. Sampai-sampai ketika melamar Ummu Salamah, dia
  menolak 
  > dengan halus pada awalnya dengan mengatakan saya ini perempuan yang
  sudah 
  > tua, ibu dari anak-anak yatim, dan juga pencemburu.
  > 
  > Kejadiannya, suami Ummu Salamah meninggal dunia di Madinah karena
  luka yang 
  > menimpanya pada peperangan Uhud. Dan dia adalah wanita yang sangat
  > mengagungkan suaminya, sampai-sampai ketika Umar meminangnya setelah
  itu, 
  > dia menolak. Kemudian Abu Bakar meminangnya, dia juga menolak.
  Ketika Nabi
  > Saw menyampaikan takziyahnya dan berkata kepadanya, "Mohon pahala
  kepada 
  > Tuhan atas musibahmu, dan semoga menggantikannya dengan yang lebih
  baik."
  > Ummu Salamah menjawab, "Adakah lagi yang lebih baik dari Abu Salamah?!"
  > 
  > Nabi Saw. tetap tidak tega melihatnya menanggung anak-anak yatim,
  sehingga 
  > ketika mendengar jawabannya atas lamaran Nabi Saw. Nabi kemudian
  menjawabnya 
  > bahwa Beliau sendiri lebih tua darinya, dan anak-anak yatim serahkan
  kepada 
  > Allah dan Rasul-Nya, dan sifat pencemburuannya (semoga) Allah akan 
  > melenyapkannya. Akhirnya Ummu Salamah menerima dan kawin dengan Nabi
  Saw. 
  > Ummu Salamah ini setingkat di bawah Aisyah dari segi banyak riwayat,
  sama 
  > seperti Aisyah dari segi kecerdasan dan kepintaran, tetapi dia
  mempunyai 
  > kelebihan dari Aisyah dari segi kematangan dan kecermatan dalam
  berpikir dan
  > mengambil keputusan.
  > 
  > Memang tidak mudah, Pak. Para istri Nabi Saw. itu semua juga terbagi ke 
  > dalam dua faksi; faksi pertama terdiri dari Aisyah, Hafshah,
  Shafiyah, dan
  > Saudah. Sedang faksi kedua terdiri dari Ummu Salamah dan istri Nabi
  Saw yang 
  > lain. Mereka juga mengajukan tuntutan kepada Nabi Saw agar bersikap
  adil,
  > bahkan mendesak-desak sampai terjadi friksi antara Zainab dan Aisyah. 
  > Padahal Nabi Saw. tidak pernah melebihkan salah seorang pun di antara
  > mereka, dan mereka sendiri tahu hal itu. Namun orang-orang ini
  apabila ingin 
  > memberi hadiah kepada Nabi Saw. mereka selalu menunggu hari giliran
  Aisyah
  > sehingga mereka menyerahkannya pada Nabi Saw. di rumah Aisyah.
  (ceritanya 
  > ini selengkapnya ada di dalam hadis Bukhari dan Muslim).
  > 
  > Masih banyak kejadian lain, hingga akhirnya diturunkan ayat
  "takhyir" yaitu 
  > perintah kepada Nabi Saw. untuk memberikan pilihan kepada
  istri-istri Beliau
  > apakah tetap menjadi istri atau cerai. Jadi, sekali lagi, tidak
  segampang 
  > itu, Pak. Memang sangat berat. Pada masa sekarang, bisakah kita
  memberikan
  > penjelasan yang akurat, obyektif, dan transparant pada kasus-kasus
  poligami 
  > bahwa semuanya berjalan sebagaimana mestinya dengan segala mimpi
  > perjuangannya. Karena melihat kondisi dan kenyataan sekarang itulah
  yang 
  > membuat Syaikh Muhammad Abduh menyebut poligami sebagai kerusakan.
  > 
  > Nabi Saw. memberikan pilihan kepada istri-istrinya apakah masih tetap 
  > bertahan atau cerai, karena dari kepribadian, sikap, dan perlakuan
  Nabi Saw
  > sendiri sudah sangat adil. Siapa yang menjamin poligamers sekarang
  bersikap 
  > dan bertindak adil seperti Nabi Saw? Atau malah justru sebaliknya,
  karena
  > ketidakadilannya yang membuat istrinya tidak nyaman, lalu dia 
  > menceraikannya, tidak lagi memberikan pilihan tetap bersama atau
  cerai. Dan 
  > dua-duanya adalah sama, kezhaliman di atas kezhaliman. Kezhalimannya
  dalam 
  > perlakukan terhadap istrinya yang bisa saja tidak ia sadari, dan 
  > kezhalimannya menceraikannya justru disebabkan oleh kezhalimannya
  sendiri.
  > 
  > Inilah kenyataan empiris yang kita temui--dalam skup kecil
  barangkali--dan 
  > itu juga fakta-fakta yang dijumpai oleh Syaikh Muhammad Abduh selagi
  menjadi
  > Mufti resmi negara Mesir dan sesudahnya sehingga beliau mengeluarkan
  fatwa 
  > boleh bagi suatu lembaga, atau pemerintah untuk melarang perkara
  yang boleh
  > apabila terdapat kemudaratan di dalamnya seperti pada kasus poligami
  ini. 
  > Demikian juga dikuatkan oleh Rasyid Ridha berdasarkan
  pengalaman-pengalaman
  > beliau sendiri dari pengaduan-pengaduan dan pertanyaan-pertanyaan
  masyarakat 
  > luas. [al-Manar, sebagian di majalah al-Manar dan sebagian lagi
  dalam tafsir 
  > al-Manar sesuai dengan perbedaan gaya ungkapannya.]
  > 
  > Memang persoalan poligami berpindah nuansa perdebatannya menjadi
  pembicaraan 
  > hitam-putih tentang hukumnya secara konseptual belaka sehingga
  orang-orang
  > lebih banyak berbicara oh hukumnya sunnah, yang lain angkat bicara dan 
  > mengatakan hanya boleh saja, sedang yang lain lagi mengecamnya.
  Padahal dari
  > sudut hukum, Nabi Saw berpoligami adalah justru karena faktor-faktor
  yang 
  > mendorong pembolehan tersebut sehingga tidak diharamkan secara
  mutlak. Atau 
  > meminjam bahasanya Rasyid Ridha, itulah kebutuhan-kebutuhan darurat
  yang 
  > terjadi pada masa itu dan pada beberapa masa setelahnya (dan lihat
  juga, 
  > bagaimana kondisi itu sampai Umar yang mencarikan orang yang layak
  untuk 
  > Hafshah, misalnya). Bahkan lebih dari itu, Nabi sampai lebih dari
  empat yang 
  > oleh para ulama sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalilnya merupakan 
  > kekhasan pada Nabi Saw. sendiri bukan untuk umatnya. Karena itu,
  para ulama 
  > banyak yang menyatakan bahwa poligami hukumnya hanya boleh, bukan
  sunnah.
  > 
  > Poligami dibolehkan karena memandang banyak faktor yang sangat mungkin 
  > terjadi dalam dinamika kehidupan sosial. Karena itu, dalam konsep rumah
  > tangga, para ulama menekankan bahwa kesempurnaan dan paling ideal
  adalah 
  > satu orang suami dan satu orang istri saja. "Prinsip dasar dalam
  kebahagian 
  > rumah tangga adalah seorang laki-laki beristri satu orang perempuan 
  > (demikian, Rasyid Ridha)," dan bersama-sama mengarungi kehidupan rumah 
  > tangga untuk mencapai rukunnya yang tiga yaitu sakinah, mawaddah, dan 
  > rahmah. Jadi 3 unsur ini adalah rukun-rukun rumah tangga, dan setiap
  orang 
  > yang ada di dalamnya wajib menegakkan dan merealisasikan rukun ini
  (kalau 
  > dalam wudhu, apabila ada rukun yang ketinggalan maka wudhunya tidak
  sah. Di 
  > sini, apabila masih ada rukun itu yang tidak ada, maka tujuan
  berumah tangga 
  > yang diinginkan oleh Islam masih belum tercapai). Toh, yang ideal
  ini pun 
  > belum tentu terlaksana dengan sebaik-baiknya.
  > 
  > Mereka yang mengecam keras terhadap kebolehannya dengan mengesampingkan 
  > faktor-faktor yang sangat mungkin terjadi dalam kehidupan--menurut 
  > saya--juga sesuatu yang gegabah. Bahkan justru kecaman-kecaman ini
  sedikit 
  > banyaknya berperan dalam membuat perdebatan masalah ini semakin
  runcing, dan 
  > lebih disayangkan lagi membuat pembahasannya berpindah fokus pada
  perdebatan 
  > konseptual belaka dan melupakan kasus-kasus obyektif dalam masyarakat. 
  > Korban-korban akibat kerusakan poligami hanya menjadi fakta-fakta
  empiris 
  > untuk menguatkan kecaman. Bahkan tidak jarang yang kemudian menyudutkan 
  > Islam dengan segala aturan-aturan hukum yang terkandung di dalamnya.
  Seperti 
  > itulah yang pernah disampaikan oleh Lord Kromer--sang pembantai 
  > petani-petani Dansyuwai--dalam sambutannya yang menohok Islam,
  begitu juga 
  > yang dikemukakan oleh Lrua Paulio(?) di al-Jazair yang kemudian
  melarang 
  > poligami secara total.
  > 
  > Fakta-fakta yang kita lihat lebih banyak menunjukkan bahwa poligami
  adalah 
  > kerusakan, tapi fakta juga yang memperlihatkan ada poligami yang tidak
  > menimbulkan masalah, walau jumblahnya sangat sedikit dan terbatas.
  Inilah 
  > yang harus kita lihat secara obyektif, termasuk secara obyektif pula
  untuk
  > melihat faktor-faktor dalam kondisi yang menjadi alasan dalam melakukan 
  > poligami. Bukan faktor-faktor yang hanya keinginan untuk ini dan itu
  yang
  > lebih banyak berupa mimpi-mimpi belaka. Nabi Saw. selalu
  berkeinginan untuk 
  > membantu orang lain dan ikut serta menanggung beban deritanya. Namun
  bukan
  > dengan mimpi-mimpi dengan segala kata-kata yang wah-wah. Lihat
  kenyataannya 
  > secara obyektif, begitulah yang dilakukan oleh Nabi Saw.
  > 
  > Beliau mengawini Ummu Habibah setelah ditinggal suaminya yang memeluk 
  > Krsiten di Habsyah (Eitopia) ketika mereka hijrah ke sana. Dia
  adalah putri
  > Abu Sufyan, pemuka Quraisy, hidup sebatangkara tanpa mempunyai keluarga 
  > lagi. Bahkan lebih dari itu, keluarganya justru memusuhinya dan yang
  lebih
  > menyakitkan lagi justru dari ayah dan ibunya sendiri. Sejak lama
  kaumnya Abu 
  > Sufyan, bani Abdi Syams adalah rival dan musuh Bani Hasyim yang
  merupakan
  > kaum Nabi Saw. Dua kaum ini merupakan kabilah terkemuka dan
  terpandang dari 
  > kabilah Quraisy di kalangan Arab. Lihat, selain faktor individu juga
  banyak
  > faktor-faktor lain yang obyektif mendorong terjadinya perkawinan ini.
  > 
  > Perkawinan dengan Ummu Salamah, sudah kita kemukakan di atas. Namun
  masih 
  > ada yang perlu dikemukakan relevan dengan faktor obyektif ini. Ayah Ummu
  > Salamah ini adalah salah seorang yang masyhur di kalangan Arab sebagai 
  > manusia yang paling pemurah. Ummu Salamah menikah dengan sepupunya,
  Abdullah
  > ibn Abdul Asad al-Makhzumi, yang merupakan orang pertama masuk
  Islam, yaitu 
  > orang yang kesebelas. Dia juga merupakan putra dari bibi Nabi Saw. dan
  > saudara Nabi Saw. sepersusuan. Sewaktu pasangan suami istri hijrah ke 
  > Habsyah, mereka mendapatkan anak yang diberi nama Salamah.
  > Setelah sudah kembali ke Makkah, Ummu Salamah ingin ikut suaminya
  hijrah ke 
  > Madinah. Namun kaumnya menghalang-halanginya. Mereka merebutnya bersama 
  > anaknya dari tangan suaminya. Kemudian kaum suaminya, Bani Abdil Asad, 
  > setelah itu merebut anaknya dengan paksa sampai-sampai tangannya
  terputus. 
  > Karena itulah, setiap hari Ummu Salamah pergi ke lembah menangis sedih 
  > sampai pada suatu hari ada orang dari kaumnya yang kasihan dan
  berbaik hati 
  > dengannya. Orang tersebut membantunya dan berhasil mendapatkan anaknya 
  > kembali, kemudian memberangkatkannya ke Madinah dengan sekedup unta.
  Inilah 
  > sekedup pertama yang hijrah ke Madinah. Lihat bagaimana penderitaan dan 
  > perjuangannya. Nabi mengawininya setelah suaminya tewas karena luka
  dalam 
  > perang Uhud--seperti sudah diceritakan di atas. Dan karena hormatnya
  kepada 
  > suaminya dan sangat mengagungkannya sampai dia menolak lamaran Abu
  Bakar dan 
  > kemudian Umar. Melihat kenyataan obyektif pada dirinya yang penuh 
  > penderitaan, tanggungan anak-anak yatim, dan perlu ada orang yang
  membantu 
  > dan melindunginya, dan kemudian melihat bagaimana perasaan dan
  sikapnya yang 
  > agung sampai menolak lamaran orang setingkat Umar dan Abu Bakar,
  maka tidak 
  > ada pilihan lain bahwa harus Nabi Saw sendiri yang mengawininya.
  > 
  > Lihat faktor obyektif yang dilihat oleh Nabi Saw ketika mengawini
  Barrah 
  > binti Harits yang kemudian diberinama Juwariyah. Ayahnya adalah
  pemimpin dan 
  > pemuka Bani Mushthaliq. Kaumnya ini yang membantu dan memberikan
  fasilitas 
  > kepada kaum musyrikin dalam perang Uhud. Setelah itu, Nabi Saw.
  mendengar 
  > berita bahwa ayahnya sedang mengumpulkan pasukan untuk menyerang
  Madinah. 
  > Sehingga Nabi Saw. segera mengumpulkan orang-orang dan segera
  menghadang 
  > mereka sampai kedua pasukan bertemu di al-Muaraisi', sumber air milik 
  > kabilah Khuza'ah. Kaum muslimin berhasil mengepung mereka dan
  mengalahkan 
  > mereka hanya setelah berhasil menewaskan 10 orang dari mereka. Semua
  anggota 
  > ditawan dan dibawa ke Madinah. Ternyata di antara mereka ini
  terdapat Barrah 
  > putri pimpinan dan pemuka mereka. Dia kemudian mengajukan penebusan
  dirinya 
  > (walau dengan cara angsuran) kepada orang yang mendapatkannya lalu
  mereka 
  > datang kepada Nabi Saw. Dia memperkenalkan diri kepada Beliau bahwa dia 
  > adalah putri pemuka kaumnya dan meminta kepada Nabi Saw untuk membantu 
  > penebusannya. Nabi Saw. menjawab, "Bagaimana kalau lebih baik dari
  itu? Saya 
  > melunaskan tebusan untukmu dan memerdekakanmu dan kemudian
  mengawinimu?" 
  > Barrah menjawab, "Ya, lebih baik." Akhirnya Nabi Saw. melunaskan
  tebusannya 
  > dan mengawininya. Kemudian orang-orang berkata, "(mereka) telah menjadi 
  > kerabat Rasulullah Saw." Sehingga mereka melepaskan semua tawanan dan 
  > memerdekakan mereka. Dan itu pula yang kemudian membuat para tawanan 
  > semuanya ini memeluk Islam. Dalam riwayat lain disebutkan, ayahnya
  datang 
  > dan meminta kepada Nabi Saw. untuk melepaskannya. Kemudian Nabi Saw.
  meminta 
  > kepada ayahnya untuk memberikan kesempatan memilih kepadanya. Ayahnya 
  > setuju. Dan dia sendiri memutuskan untuk tetap bersama Rasulullah
  Saw. Maka, 
  > dia disebut sebagai wanita yang penuh berkah bagi kaumnya.
  > 
  > Begitu juga perkawinan Nabi Saw. dengan Shafiyah binti Huyayy,
  perempuan 
  > berdarah Yahudi. Dia berasal dari Bani Nadhir dan ayahnya merupakan 
  > keturunan Harun as. Saudara Musa as. Dia tertawan di tangan Dahyah
  setelah 
  > suaminya tewas dalam peperangan Khaibar. Melihat itu, para Sahabat yang 
  > cermat mengatakan kepada Nabi Saw, "Dia adalah putri terkemuka Bani 
  > Quraizhah, tidak pantas kecuali untukmu." Nabi Saw menyambut baik
  pendapat 
  > para sahabat ini, apalagi memandang sangat disayangkan perempuan
  terkemuka 
  > seperti dia harus menjadi budak di tangan orang yang perempuan itu
  sendiri 
  > memandang rendah kepadanya. Akhirnya Nabi Saw. mengambilnya (dengan 
  > penebusan) dari Dahyah, kemudian memerdekakannya dan mengawininya. Imam 
  > Ahmad meriwayatkan, bahwa Nabi Saw. memberikan pilihan kepadanya;
  Beliau 
  > memerdekakannya dan mengawininya atau diantar pulang kepada
  keluarganya. 
  > Lalu dia sendiri memilih untuk dikawini oleh Nabi Saw. Pernah Shafiyah 
  > mengadu kepada Nabi Saw. setelah mendengar omongan Aisyah dan
  Hafshah bahwa 
  > mereka berdua lebih mulai dibanding dia pada Rasulullah Saw.
  Kemudian Nabi 
  > Saw. menjawab kepadanya, "Kenapa tidak kamu katakan saja, 'Bagaimana
  bisa 
  > kalian berdua lebih mulia dariku, sedangkan suamiku Muhammad, Ayahku
  Harun 
  > dan Pamanku Musa." Pernah juga Zainab menyebutnya "perempuan Yahudi"
  yang 
  > bermaksud merendahkannya. Sehingga Nabi Saw. menghukumnya dengan "pisah 
  > ranjang" selama sebulan.
  > 
  > Perkawinan Nabi Saw. dengan Saudah dan Aisyah dicomblangi oleh
  Khaulah binti 
  > Hakim. Dorongan dari Khaulah inilah yang membuat Beliau terbuka kembali 
  > setelah 3 tahun wafat Khadijah. Beliau mengawini Aisyah sebenarnya
  sekaligus 
  > sebagai penghargaan kepada Abu Bakar--yang menurut saya juga memang ada 
  > harapan Abu Bakar agar putrinya mendapatkan suami orang yang terbaik 
  > sebagaimana tercium dari ungkapan Abu Bakar sendiri. Sedangkan Beliau 
  > menerima tawaran Khaulah dengan Saudah karena Saudah sudah tidak
  mempunyai 
  > keluarga lagi. Setelah suaminya meninggal, tidak ada lagi yang
  menanggungnya 
  > dan jika ia kembali kepada keluarganya, dikuatirkan mereka akan
  menyiksanya 
  > dan memaksanya kembali ke agama tradisi kaumnya. Sehingga dengan
  melihat 
  > kenyataan itulah, Nabi Saw. menerima comblangan Khaulah dan
  mengawininya.
  > 
  > Perkawinan dengan Hafshah binti Umar ra. justru karena faktor yang
  sama pada 
  > perkawinan dengan Aisyah dan faktor yang terjadi pada istri-istri
  yang lain. 
  > Setelah suami Hafshah meninggal dunia dalam peperangan Badar, dan
  selesai 
  > masa iddahnya, Umar mengajukannya kepada Abu Bakar untuk
  mengawininya. Abu 
  > Bakar tidak memberikan jawaban apa-apa. Kemudian Umar mengajukannya
  kepada 
  > Ustman untuk mengawininya, setelah istri Ustman meninggal dunia
  (Ruqayyah 
  > binti Rasulullah Saw." Ustman menjawab, "Saya tidak ada keinginan kawin 
  > masa-masa sekarang." Sebenarnya--menurut sebagian riwayat--Ustman
  sedang 
  > berharap Rasulullah Saw. mengawinkannya dengan putri Beliau Ummu
  Kultsum. 
  > Umar sangat bersedih hati melihat penderitaan Hafshah dan mendengar 
  > tanggapan kepada dua orang sahabat terkemukan ini. Kemudian Umar curhat 
  > kepada Nabi Saw. sampai kemudian Nabi Saw, menjawab, "Akan mengawini
  Hafshah 
  > orang yang lebih baik dari Ustman, dan Ustman akan menikah dengan
  orang yang 
  > lebih baik dari Hafshah." Sampai kemudian Nabi Saw. melamar Hafshah.
  Tentu 
  > saja Umar gembira bukan kepalang. Setelah peristiwa itu, baru Abu Bakar 
  > membuka rahasia kenapa dia berdiam saja ketika diajukan tawaran oleh
  Umar. 
  > Kata Abu Bakar, "Kamu jangan bersedih terhadapku, (setelah kematian 
  > suaminya) Rasulullah Saw. pernah membicarakan tentang Hafshah, dan saya 
  > tidak mungkin membuka rahasia Rasulullah Saw."
  > 
  > Berbeda sedikit adalah perkawinan dengan Zainab binti Jahsy, karena 
  > perkawinan ini merupakan perintah langsung dari Allah Swt. dan sebagai 
  > penetapan suatu hukum syariat, (saya kira tidak saya ungkap panjang
  lebar di 
  > sini karena akan sangat panjang). Karena itu, ini merupakan salah satu 
  > kebanggaan Zainab terhadap para istri Nabi Saw. yang lain. Dia berkata 
  > kepada para istri Nabi Saw., "Kalian dikawinkan oleh orangtua-orangtua 
  > (keluarga) kalian, sedangkan saya dikawinkan oleh Allah Swt. dari
  atas tujuh 
  > lapis langit."
  > 
  > Inilah sebagian dari cerita sejarah bahwa ketika Nabi Saw. mengawini
  para 
  > istri Beliau, keinginan berbuat baik itu bukan berasal dari
  mimpi-mimpi, 
  > tetapi dengan melihat faktor-faktornya yang sangat jelas dan obyektif. 
  > Silahkan tanya sendiri kepada para pelaku poligami atau berniat
  melakukan 
  > poligami, apakah sudah melihat faktor-faktor itu dengan obyektif? Bukan 
  > hanya ungkapan-ungkapan wah dan retorika politis membantu para wanita, 
  > berjuang bersama-sama istri madu, biar jangan marak prostitusi, dan 
  > sebagainya. Setiap orang dianjurkan untuk mempunyai keinginan yang
  baik dan 
  > berbuat baik , tapi juga harus melihat obyek kebaikan itu sendiri
  dengan 
  > jelas, sungguh-sungguh, dan obyektif. Bukan hanya klaim atau alasan
  yang 
  > dibuat-buat. Pentingnya melihat kenyataan secara obyektif ini merupakan 
  > salah satu dari metode-metode para ulama dahulu dalam menyimpulkan
  suatu 
  > hukum, sebagaimana ditegaskan kembali oleh Prof. Dr. Syaikh Muhammad
  Ali 
  > as-Sayis, mantan Dekan Fak. Syariah al-Azhar dan anggota Lembaga
  Riset Islam 
  > (Majma al-Buhuts al-Islamiyah). Dalam bukunya "Sejarah Fiqih Ijtihad
  dan 
  > Perkembangannya" beliau mengutip bahwa "para ulama dahulu dalam
  berijtihad, 
  > memandang persoalan dengan dua mata; satu mata ke arah teks dan mata
  yang 
  > lain memandang realitas."
  > 
  > Seandainya Nabi Saw. memang mentradisikan (sunnah secara bahasa artinya 
  > tradisi) poligami, kenapa justru perempuan-perempuan janda yang
  dipilih? 
  > Kenapa tidak dengan gadis-gadis muda, perawan, dan cantik-cantik saja? 
  > Bukankah Beliau sendiri--dalam hadis Jabir ketika ada yang meminta
  pendapat 
  > kepada beliau dalam perkawinannya dengan wanita janda--menganjurkan
  menikah 
  > dengan perempuan perawan, "Halla bikran, tulaa'ibuha wa tula'ibuka" (Aw 
  > kamaa Qaala Rasulullah Saw.). Kenapa Nabi Saw. tidak menerima saja
  perempuan 
  > yang menyerahkan dirinya kepada Beliau? Justru tidak usah
  repot-repot dalam 
  > poligami.
  > 
  > Dan ini semua masih dalam lingkup melihat faktor-faktor diluar dari 
  > memandang kelengkapan aturan dalam rumah tangga itu sendiri seperti 
  > kewajiban berlaku adil, pendidikan anak, kepemimpinan yang berdasarkan 
  > musyawarah bukan main perintah, nafkah, tempat tinggal, dan
  lain-lain. Dan 
  > ini saja dulu sudah cukup memberikan gambaran bahwa memang berat,
  dan tidak 
  > gampang. Oleh karena itu, kita tidak lagi heran jika pada kenyataannya 
  > akhirnya banyak kasus-kasus poligami lebih banyak mudarat dan
  kerusakannya. 
  > Dan kesempurnaan yang diakui oleh Islam dalam rumah tangga adalah
  satu orang 
  > laki-laki beristri satu orang perempuan. Dan itu saja, buktikanlah
  sakinah, 
  > mawaddah, dan rahmah yang menjadi pondasi rumah tangga apakah sudah
  tercapai 
  > atau belum? Dan karena itu pula--Rasyid Ridha mengatakan (dalam
  al-Manar) 
  > bahwa--kebanyakan orang-orang yang taat beragama lebih memilih satu
  orang 
  > istri saja kecuali faktor darurat yang mau tidak mau mengharuskannya 
  > beristri lebih dari satu. Dan dia mengatakan, karena itu saya
  melihat tidak 
  > ada satu pun teman-teman saya tokoh-tokoh ulama baik di Suriah dan
  di Mesir 
  > yang beristri lebih dari satu orang.
  > 
  > Demikian sekedar bagi-bagi dari saya. Oh ya, pada masa sekarang orang 
  > bertanya-tanya tentang referensi karena memang penting. Referensi
  tulisan 
  > saya, hadis-hadis semua rata-rata ada di Sahih Bukhari dan Muslim--dan 
  > minimal juga ada di Ashab Sunan--dan sebagian kelengkapan ceritanya
  dari 
  > Sirah-sirah Nabi, yang di dalam hadis kadang-kadang tidak seluruhnya 
  > diceritakan secara runtun dari satu peristiwa ke peristiwa lain.
  Soal nomor 
  > hadis, halaman, dan volume berapa, saya udah lupa dan sedang tidak
  ada waktu 
  > untuk mencarikannya sekarang. Sebagian yang lain, adalah 
  > penjelasan-penjelasan yang pernah saya baca dalam buku yang saya
  sebutkan 
  > masing-masing dalam tiap kutipan. Ada kesalahan, mohon maaf.
  > 
  > Wassalam
  > Aman
  > 
  > ----- Original Message ----- 
  > From: "SUTIYOSO WIJANARKO WIJANARKO" <[EMAIL PROTECTED]>
  > To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
  > Sent: Friday, December 16, 2005 9:41 AM
  > Subject: Re: Balasan: Re: [wanita-muslimah] Budaya Poligami
  > 
  > 
  > > Assalamualaikum.Wr.Wb,
  > >
  > >  Saya tidak tahu apakah ada kaitannya antara takutnya female muslimah
  > > berpoligami dengan perjuangan Islam yang penuh dengan tantangan berat.
  > >  Makanya saya ingin tahu, apakah female muslimah bisa diajak untuk
  > > berjuang dalam hidup ini dalam berdakwah yang penuh dengan
  tantangan itu,
  > > kalau hanya membagi rasa dengan sesama muslimah dalam kehidupan
  polygamy
  > > saja sangat berat.
  > >
  > >  Ini pertanyaan lho, bukan vonis....saya masih yakin banyak wanita
  > > muslimah yang mau berkorban apa saja ( sesuai dengan syariat ) untuk
  > > menegakkan kalimat Allah.
  > >
  > >  soo..show me the way and who u are....
  > >
  > >  salam.
  > >
  > > Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  > >  Pak Satriyo, Wa'alaikum salam wr wb...
  > >
  > > Alhamdulillah saya di do'akan sama Pak Satriyo..amien!!!!
  > > mudah-mudahan saya bisa jadi wanita shalihah:)
  > >
  > > Wah saya justru tertarik dengan pernyataan Bapa yang menyatakan "siap
  > > berpoligami" tapi tidak mau berpoligami??? ini kok sepertinya sedikit
  > > kontradiksi;) apa yang menyebabkan Bapa tidak mau berpoligami???
  > > padahal dengan kesiapan Bapa bearti Bapa sudah bisa memenage segala
  > > sesuatunya??
  > >
  > > Masalah sunah memang benar seperti yang Bapa uraian, dan benar sunah
  > > yang saya rujuk adalah sunah dalam pengertian mencontoh prilaku Nabi..
  > > Tapi prilaku Nabi ini ada juga yang wajib di contoh..iya kan Pak??:)
  > >
  > > Salam,
  > > Chae
  > >
  > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, satriyo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  > >>
  > >> assalaamu alaikum,
  > >>
  > >> chaerunnisa yang shalihah,
  > >>
  > >> sedikit menanggapi pernyataan bahwa poligami itu sunnah. hukum dasar
  > > nikah -
  > >> cmiiw - adalah mubah. dia bisa menjadi wajib, sunnah, makruh, haram
  > >> tergantung sikon-nya. tapi secara umum dalam kondisi normal, Rasul
  > >> me-'wajib'-kan menikah bagi ummatnya. dan di sini menikah ...
  tanpa ada
  > >> keterangan eksplisit apakah untuk pertama atau ke sekian kali. dengan
  > >> demikian, secara implisit, poligami secara khusus juga tidak hanya
  > > sunnah
  > >> hukumnya.
  > >>
  > >> tapi tentu, ada istilah 'sunnah' lain yang juga sering dipakai dan
  > > mungkin
  > >> ini yang chaerunnisa maksud, yaitu sunnah yang artinya tuntunan atau
  > > teladan
  > >> atau contoh dari Rasul. untuk inipun baik monogami dan poligami
  termasuk
  > >> bagian dari sunnah Rasul. tentun sebagai manusia biasa, kadar atau
  > >> tingkatnya berbeda dengan Rasul, sebagaimana juga bedanya puasa
  beliau,
  > >> shalat sunnah beliau, tilawah quran beliau, tarawih beliau, tahajud
  > > beliau,
  > >> dan lain-lain. bukankah beliau pernah menyampaikan kekhawatirannya
  > > tentang
  > >> shalat tarawih yang 'sunnah' nya dilakukan secara individu di rumah?
  > > beliau
  > >> khawatir apa yang beliau atas ibadah sunnah lakukan out of passion
  > > itu oleh
  > >> ummat nantinya akan dijadikan wajib, maka beliau hanya tarawih 3
  > > hari saja
  > >> di masjid.
  > >>
  > >> jadi memang hemat saya - cmiiw - 'sunnah' poligami pun ya tidak
  mungkin
  > >> setara dengan seperti yang beliau lakukan. tinggal masalahnya -
  > > sebagaimana
  > >> juga dengan ibadah yang mahdlah - bagaimana aplikasinya, apakah sudah
  > >> MENDEKATI apa yang beliau 'sunnah' kan ...
  > >>
  > >> sekedar info buat chaerunnisa, saya tidak mau poligami, tapi saya
  > > siap untuk
  > >> itu. bagi saya itu dua hal yg berbeda. terlebih saya sudah komitmen
  > > dengan
  > >> istri bahwa dia ikhlas dan ridla, dan mau memilihkan sekiranya
  > > memang muncul
  > >> sikon untuk hal itu ... karena saya memandang poligami sebagai
  > > sebuah team
  > >> work. buat apa nambah anggota atau awak jika yang ada hanya
  > > perpecahan bukan
  > >> sinergi menuju mardlotillah ...
  > >>
  > >> salam,
  > >>
  > >> satriyo
  >







  Milis Wanita Muslimah
  Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
  Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
  ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
  Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
  Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

  This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
  Yahoo! Groups Links



   



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke