http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/17/opi3.htm
Beras dan Kebijakan Antipetani Oleh Ari Kristianawati PEMERINTAH SBY-JK tidak mau mendengar kritik keras dari berbagai kalangan, dengan nekat melakukan impor beras sebanyak 110 ribu ton dari Vietnam. Beberapa pengamat kritis, semisal dari Econit dan lndept mendakwa impor beras yang dilakukan pemerintah, melalui SK Menperindag Mari Elka Pangestu bermotif bisnis dan rent seeking activities. Satu ton beras impor konon menghasilkan fee sebesar 20-30 dolar AS. Bisa dibayangkan jika mengimpor 110 ribu ton keuntungan (fee) yang diraup kalangan lmportir-pejabat-bahkan elite politik sebesar 2-3 trillun rupiah. Namun di balik logika bisnis impor beras, sebenarnya ada motivasi ekonomi-politik yang "disembunyikan". Impor beras merupakan bentuk kebijakan ekonomi-politik pertanian yang mengacu kepada kepentingan pasar bebas atau mazhab Neo-liberalisme. Kebijakan lmpor beras adalah pemenuhan kesepakatan AOA (Agreement on Agriculture) WTO yang disepakati oleh Presiden Soeharto tahun 1995 dan dilanjutkan pemerintahan penerusnya sampai sekarang. Lantas apakah butir-butir kesepakatan AOA WTO yang "terpaksa" harus dijalani oleh pemerintahan Soeharto hingga penerusnya? Pertama, kesepakatan market access (akses pasar) komoditi pertanian domestik. Pasar pertanian domestik di Indonesia harus dibuka seluas-luasnya bagi proses masuknya komoditi pertanian luar negeri. Baik beras, gula, terigu, dsb. Kedua, penghapusan subsidi dan proteksi negara atas bidang pertanian. Negara tidak boleh melakukan subsidi bidang pertanian, baik subsidi pupuk atau saprodi lainnya serta pemenuhan kredit funak bagi sektor pertanian. Ketiga, penghapusan peran STE (State Trading Enterprises) Bulog, sehingga Bulog tidak lagi berhak melakukan monopoli dafam bidang ekspor-impor produk pangan, kecuali beras. Dampak pemenuhan kesepakatan AOA WTO sangat menyedihkan bagi kondisi pertanian lndonesia semenjak 1995 hingga sekarang ini. Sektor pertanian di lndonesia mengalami keterpurukan dan "kebangkrutan". Akibat memenuhi kesepakatan AOA WTO, lndonesia pernah menjadi negara pengimpor beras terbesar di Dunia pada tahun 1998 sebesar 4,5 juta ton setahun. Rata-rata per tahunnya setelah 1998 lndonesia selalu mengimpor beras dari pasar beras dunia sebesar 2,1 juta ton. Demikian lndonesia menjadi negara yang masuk kategori 5 besar dunia pengimpor produk pertanian lain semacam gula, terigu, buah-buahan dari pasar komoditi pertanian global. Keterpurukan sektor pertanian di lndonesia bila dikatakan secara "jujur" mulai terjadi manakala Orde Baru mempraktikkan program pertanian yang berorientasi kepada "ideologi' revolusi Hijau tahun 1970-an hingga 1980-an. Di situ petani dipaksa "bekerja" dengan program pertanian modern yang sarat dengan asupan pertanian kimiawi yang merendahkan kualitas kesuburan tanah untuk jangka panjang. Para petani dipaksa bertanam dengan menggunakan sarana produksi pupuk, obat hama, benih, dsb yang dipasarkan oleh beberapa perusahaan MNC/TNC yang mendapatkan lisensi pemerintah. Penggunaan saprodi produk perusahaan MNC/TNC tersebut harus dibeli petani dengan harga mahal dari tahun ke tahun. Akibatnya biaya produksi pertanian selalu melambung dan tidak terjangkau oleh "kocek" petani domestik. lronisnya harga jual produk pertanian terutama beras, dikontrol dan dibuat murah harganya oleh pemerintah. Keberhasilan swasembada beras pada tahun 1984/1985 akhirnya dicapai dengan mengorbankan "ideologi" pertanian yang memiliki kearifan lokal dan ramah terhadap lingkungan. Swasembada beras yang "semu" karena setelah tahun 1984/1985 produksi beras nasional mengalami penurunan jumlah produksi karena berbagai faktor seperti semakin rendahnya kesuburan tanah, konservasi lahan pertanian yang menyempit untuk proyek industrialisasi, serta semakin berat biaya produksi yang ditanggung petani. Termasuk pula karena kegagalan panen karena hama, banjir, dsb. Beberapa kalangan aktivis pergerakan petani di lndonesia menyebutkan "merosotnya" produksi beras nasional semenjak tahun 1985 karena problem warisan struktural pertanian masih melekat dalam kehidupan petani. Di antaranya, semakin banyak petani yang berlahan sempit (menjamumya petani gurem), tidak adanya kemajuan teknologi pertanian yang berorientasi ekologis, dsb. "Membunuh" Petani Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah pada medio 1 November 2005 sebanyak 70.050 ton dan awal Januari 2006 sebanyak 110 ribu ton dan mungkin akan terus dilanjutkan selama sisa waktu empat tahun pemerintahan SBY-JK adalah bentuk kebijakan yang "membunuh" kesejahteraan petani. Apalagi praktik "dagang" pemerintah menjelang pelaksanaan kebijakan ekonomi yang kontroversial selalu diiakukan. Stok beras di pasaran dibuat langka baru kemudian harga naik, akhirrya masyarakat dipaksa memahami impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah. Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah berdampak dua hal. Pertama, membuat lesu motivasi bekerja para petani karena hasil kerja kerasnya akan kalah berkompetisi dengan beras impor di pasaran. Kedua, mempurukkan tingkat pendapatan petani domestik yang "rendah" menjadi sangat rendah. Hasil survei LSM KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria) tahun 2003 mengatakan, tingkat pendapatan petani Indonesia yang memiliki luas sawah 0,5 hektar kalah dibandingkan dengan upah bulanan buruh lndustri di kota besar. Perinciannya para petani yang memiliki tanah/sawah 0,5 hektar untuk sekali musim tanam memerlukan biaya produksi sebanyak Rp2,5 juta . Termasuk biaya sarana produksi, upah pekerja, pemeliharaan, dsb. Sementara hasil dari produksi beras/padi sawah seluas 0,5 hektar kalau dijual--setelah sebagian untuk dijadikan stok logistik rumah tangga hanya menghasilkan untung sebesar Rp3,5 juta hingga Rp 4 juta. Jadi keuntungan bersih hanya Rp1 juta sampai Rp2 juta, dan dibagi 3 bulan, rata-rata per bulan para petani hanya mengantongi "laba" Rp700 ribu. Jika impor beras diiakukan dan harga beras petani semakin anjlok, bisa dibayangkan bersama berapa keuntungan yang akan didapatkan oleh para petani negeri ini. Seharusnya pemerintahan SBY-JK tidak melakukan kebijakan yang berwatak antipetani. Seorang SBY yang doktor pertanian, pernah menulis tesis tentang "revitalisasi pertanian" dengan beberapa item kesimpulan, yang diungkap Khudori, di antaranya: pertama, untuk membangun kembali pertanian maka intervensi asing semacam IMF dan World bank harus dinetralisasikan dari bidang pertanian. Kedua, pemerintah perlu mengorientasikan kebijakan fiskalnya untuk mendukung sektor pertanian. Ketiga, pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pertanian yang berorientasi kepentingan petani. Namun sayangnya keyakinan atau ide "cerdas" SBY dalam disertasinya berbalik dengan realitas kebijakan ekonomi-politik pertanian yang direncanakan dan diimplementasikan. Pemerintahan SBY-JK nekat melakukan impor beras. Melihat realitas demikian maka sudah saatnya kaum petani di Indonesia yang jumlahnya 60 juta orang bangkit, membangun gerakan petani yang berperspektif ideologi kerakyatan. Petani harus bersatu menolak liberalisasi pertanian sampai kapan pun jua. Seperti halnya komunitas petani di Korea Selatan, Prancis, Meksiko, dsb. (11) -Ari Kristianawati, pegiat Perhimpunan Citra Kasih, Jawa Tengah [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/