Mungkin karena beda pengalaman, beda pula apa yang dilihat. Sebagai orang yang cukup lama berada di Cairo, apa yang ditampilkan oleh Bu Ely ini--begitu saya biasa menyebutnya--adalah beberapa kelebihan yang memang pada dasarnya umum dalam kehidupan sehari-hari di sini maupun di Saudi sana. Itu adalah sesuatu yang sangat baik. Apalagi di Cairo, dari segi keamanan memang cukup terjamin. Penulis artikel ini adalah seorang wanita dan beliau merupakan wanita pertama dari Sumbar--menurut data yang saya dapatkan dari teman-teman Sumbar--yang berhasil meraih gelar Doktor di universitas al-Azhar dengan nilai yang sangat memuaskan. Beliau termasuk salah seorang tokoh yang ikut serta mendirikan Wihdah, organisasi kaum perempuan Indonesia di Mesir.
Sebagai seorang wanita dan hidup di negri yang jauh dari tanah air seperti Cairo dan apalagi di Saudi, bisa dimaklumi kira-kira seperti apa kehidupan yang bisa beliau lihat; kehidupan lahiriyah yang semuanya tampak sangat bagus. Tidak terbayang di benak saya orang seperti beliau atau para wanita Indonesia lainnya berjalan-jalan di malam-malam untuk mengetahui seberapa jauh kehidupan Cairo atau kehidupan Jeddah yang sebenarnya. Memang maksud beliau dalam tulisan ini bukan untuk menceritakan sepenuhnya bagaimana kehidupan di tiga kota tersebut, tetapi hanya menyampaikan apa yang pernah beliau temui dan mencoba mengambil nilai baik yang bisa untuk kita jadikan pelajaran dalam kehidupan kita. Sejujurnya, kehidupan di Cairo begitu juga di Jeddah, bahkan Makkah, tidaklah semuanya indah-indah dan ideal-ideal seperti yang digambarkan. Di Makkah, Jeddah, dan Madinah misalnya, meskipun saya hanya sebentar berada di sana yaitu dalam rangka menunaikan ibadah haji, saya juga sudah menemukan hal-hal yang sebenarnya sangat jauh dari kondisi ideal yang diharapkan. Saya tidak bisa memperkirakan bagaimana seandaianya saja saya bisa tinggal di sana dalam waktu yang lebih lama. Saya tahu di sana ada oknum-oknum yang menjual diri dengan mengetuk-ngetuk pintu rumah, ada tempat-tempat yang dijadikan club, tempat diskotik, dan berkumpulnya para muda-mudi yang sedianya jauh dari pengawasan muthawi'. Bahkan dalam penilaian saya dengan membandingkan dengan beberapa tempat lain yang pernah saya temui, justru kenyataannya lebih parah dari bayangan kita selama ini. Jika anda berkesampatan haji, cobalah berkenalan lebih dekat dengan beberapa orang di sana--baik yang laki-laki atau perempuan-perempuan yang mengenakan cadar itu--sehingga memungkinkan anda untuk masuk lebih jauh melihat kehidupan mereka yang sebenarnya. Saya pernah berkenalan dengan beberapa orang di antara mereka, tanpa saya melihat wajahnya saat kami berada di luar. Namun saat saya diajak bertamu ke rumahnya, saya bahkan bisa melihat dadanya--maaf. Belum lagi jika seandainya saya punya waktu banyak. Dalam suatu kesempatan saya bertemu tanpa sengaja dengan salah seorang adik kelas saya di pondok dulu. Ternyata selama ini dia tinggal di Makkah. Dari pertemuan itu, saya juga mendapatkan banyak hal. Mulai dari cerita-cerita, hingga ditunjukkan tempat-tempat yang tidak kalah parahnya dari club-club di Jakarta. Bedanya hanya pada fisik bangunan belaka. Belum lagi soal beberapa kebobrokan yang saksikan sendiri. Pernahkan anda membayangkan jika Masjidil Haram yang sangat suci dan dikunjungi umat Islam seluruh dunia setiap tahunnya itu, di sana kadang-kadang ada saja yang mampu untuk meninggalkan kotorannya. Barangkali pelakunya terpaksa karena tidak bisa keluar dari Masjid disebabkan tidak punya visa dan dikejar-kejar askar. Ada pula yang menjadikannya tempat bersua, bak cinta di bawah lindungan Ka'bah, barangkali. Cerita-cerita di Jeddah juga kurang lebih sama. Ada sindikat-sindikat, komplotan-komplotan, grup-grup, dengan caranya sendiri dan tempat-tempat tersendiri. Bu Ely barangkali minimal pernah mendengar seandainya tidak terlalu sibuk dengan studi dan kesibukan beliau mengelola TK di Jeddah. Beberapa cerita lain saya pikir sebagiannya sudah saya ceritakan di milist ini dalam beberapa posting sebelumnya. Memang bagaimanapun dan sistem apapun tidak semuanya akan otomatis menjadi indah. Begitulah kehidupan manusia adanya. Lain di Saudi tentu lain lagi di Cairo. Telalu banyak yang bisa diceritakan di sini tentang kehidupannya. Intinya tidak semua seindah yang kita bayangkan. Bu Ely mungkin sedang melihat kelompok-kelompok orang yang sedang asik menikmati keindahan sungai Nil di sore hari. Laki-laki pada tempatnya dan perempuan pada tempatnya. Andai saja berjalan sedikit ke arah yang lebih gelap tentu ceritanya akan lain. Ini dari segi pergaulan muda-mudi. Bahkan saya pernah menjumpai sepasang muda-mudi dengan asyiknya berciuman bibir di tengah taman terbuka dan disaksikan banyak orang. Wow, mesra sekali tampaknya hingga mereka tidak sadar beberapa orang Mesir yang malah mendekat setengah berkerumun dan menjadikan mereka tontonan menarik. Ada salah seorang laki-laki tua yang juga ikut serta menyaksikan dengan geleng-geleng kepala. Setelah saya lewat kursi yang mereka gunakan, karena memang tempat lewat, saya lihat mulut orang tua itu bergerak-gerak sepertinya menegur dan tangannya sambil memberi isyarat. Tampaknya ia tak tahan karena kehadiran kami yang sudah secara umum dipandang sebagai mahasiswa al-Azhar dan orang asing pula. Ada seorang kawan saya, apabila sedang pusing atau keletihan setelah tekanan ujian, dia pergi ke suatu tempat di kawasan Atabah. Di sana dia menyewa seorang perempuan dengan sebuah kamar khusus dalam bayaran tertentu. Kerjanya cuman menonton show aja dengan meminta perempuan itu berbuat apa saja. Namun dia cerita kepada saya, dia tidak sampai melakukan zina bahkan ketika perempuan tersebut merayunya. Saya katakan, kenapa kalau pusing kamu ngga nyebur ke sungai Nil aja. Dia tertawa terkekeh-kekeh. Mungkin faktor usia juga yang membuatnya mengambil cara seperti itu. Biasa, perjaka telat nikah. Saya sendiri, ya seringlah mendapat tawaran-tawaran "haga helwa" macam itu. Hingga saya cukup mengerti modus operandi mereka, dari level kacangan hingga level profesional. Segi ukhuwah, benar ukhuwahnya sangat erat sekali. Namun jujur saja, mereka lebih memuja Arab ketimbang Islam. Saya tidak mungkin bercerita sekarang karena saya sadar hanya akan menumpahkan segala uneg-uneg dan perasaan setelah tersimpan sekian tahun dan apalagi dalam waktu-waktu terakhir ini tekanan yang terjadi terhadap kami begitu kuat. Saya pikir apakah karena mereka merasa orang-orang yang sok beradab sehingga setiap kesalahan yang terjadi di sekitar kami, pasti kepada kami lah semua itu tertuju. Lalu ada saja dari mereka yang kemudian berlagak memaklumi dan saya yakin anda mengerti bahwa sok memaklumi itu tidak lain bermakna bahwa kesalahan itu memang benar dari kami dan karena kami orang yang tidak terlalu tau banyak tentang Islam atau kurang beradab dengan segala adat istiadatnya, maka mereka merasa maklum. Kemudian nasihat dan instruksi-instruksi pun berterbangan dari mulut mereka. Budaya malu mereka cukup tinggi. Jika suatu kali ada pengemis meminta-minta kepada anda, maka orang Mesir yang ada di dekat anda akan memarah-marahinya. Atau kalau pengemis itu meminta-minta kepada orang Mesir, dan anda berada di dekat situ atau memperhatikannya, orang itu dengan sigap akan memberinya seakan-akan dia begitu kasihan dengan pengemis dan dermawan. Hal-hal serupa tidak hanya terjadi pada pengemis, antar teman atau antar orang yang tidak dikenal pun di antara mereka akan seperti itu. Namun budaya malu ini terdapat pengecualian; kencing di tembok. Sehingga ada anekdot di antara kami, di Mesir ini tidak ada WC umum. Karena bagi orang Mesir itu, temboklah WC umum mereka. Kalau kebelet, asal ada tembok aja, selesai. Jangan heran kalau di pusat-pusat kota kadang-kadang anda akan mencium bau pesing yang bisa bikin muntah. Sampai ada kawan saya yang berkomentar, wajar ya kalau di hadis Nabi Saw. sampai ada peringatan segala dalam soal kencing. Memang seperti ini Arab itu rupanya. Makanya, bagi saya sesuatu yang ideal itu memang adalah tuntunan Tuhan yang bersambut dengan kesadaran nurani kita sendiri. Dalam negara-negara muslim yang mengklaim menjalankan syariat Islam dan salah satunya sebagai misal mereka mewajibkan para perempuan berjilbab atau bercadar, maka kita pun tidak heran lagi kalau menemukan para pelacur-pelacur bercadar (Maaf, ini sama sekali tidak bermaksud mendeskreditkan wanita-wanita berjilbab dan bercadar sebagaimana pilihan sadarnya, hanya "semata-mata fakta" yang pernah dijumpai). Demikian sebagian dari kisah-kisah di negri orang dalam bentuk yang jujur dan apa adanya. Wassalam Aman http://aman.kinana.or.id *Selamat buat Mesir yang berhasil menjuarai Piala Afrika untuk kelima kalinya setelah mengalahkan Pantai Gading dalam adu penalti. ----- Original Message ----- From: "Rudyanto Arief" <[EMAIL PROTECTED]> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com> Sent: Friday, February 10, 2006 11:49 PM Subject: [wanita-muslimah] Antara Kairo, Jeddah dan Jakarta > Kairo, Jeddah dan Jakarta adalah tiga kota utama negeri berpenduduk > Muslim. > Di Jeddah tak kan ada sepasang kekasih bemesraan di tempat umum. Beda > halnya > dengann Jakarta atau Ancol > > Kamis, 1 Desember 2005 > > Kairo yang terkenal dengan sebutan kota seribu menara, sepanjang tahun > tidak > pernah sepi dari turis yang datang dari berbagai negara. Lebih kurang dua > puluh menit dari Kairo terdapat madinah Sitta Oktober, sebuah kawasan baru > yang dirancang sebagai kota pelajar sekaligus sebagai arena untuk produksi > informasi dan perfilman. > > Letaknya yang berjarak agak jauh dari jantung kota Kairo membuat kota ini > terasa nyaman, jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk ibu kota. Disinilah > kami > menghabiskan cuti hari raya selama dua minggu. > > Untuk sampai ke jantung kota biasanya kami, saya, suami dan seorang anak > kami yang masih duduk di kelas V SD menggunakan eltramco sejenis angkot. > > Suatu hari seorang bapak bersama tiga orang putra-putrinya yang masih > kecil > ingin menaiki angkot yang kami tumpangi, sementara hanya ada satu kursi > dibelakang dan satunya lagi disamping supir. > > Tanpa harus diminta seorang penumpang yang telah duduk dibelakang dengan > senang hati pindah kesebelah supir agar bapak ini dapat duduk nyaman > bersama > anak-anaknya. Pernah seorang kakek tua turun dari kendaraan agak lama, > supir > seakan-akan minta maaf pada penumpang lainnya, padahal itu bukan ayahnya: > "Maaf agak lama, maklum bapak kita tadi sudah tua jadi geraknya agak > lambat" > . > > Sering kami menyaksikan seorang wanita lewat tengah malam turun dari > angkot > di kawasan padang pasir ini sendirian tanpa rasa takut, karena memang > aman. > > Sering juga kami melihat wanita sendirian menyetir mobil lewat jam satu > malam tanpa rasa khawatir dirampok atau ditodong, padahal tidak terlihat > pos-pos keamanan ataupun petugas keamanan yang berjaga-jaga di sepanjang > jalan. Dalam hati penulis berkata, "Alangkah indahnya ukhuwah yang > terjalin > seperti ini". > > Malam-malam lebaran disepanjang sungai Nil terlihat muda-mudi. Mereka > saling > mengelompok. Pria dengan sesamanya, wanita juga berkelompok dengan > sesamanya. Dengan hanya bermodalkan sebuah thablah (gendang), diantara > mereka ada yang menari tari perut sementara yang lainnya bertepuk tangan. > > Ada juga muda mudi yang duduk santai berduaan. Mereka biasanya adalah > pasangan calon pengantin yang sudah direstui melalui pertunangan. Meskipun > duduk berduaan namun mereka tetap menjaga kesopanan. Tapi bagi muda mudi > yang belum bertunangan, jangan coba-coba untuk berduaan ditempat umum. > Sebab jika ketahuan oleh keluarga perempuan, maka si pemuda bisa babak > belur. > > Sebelas November lalu dalam perjalanan dari Kairo menuju Jeddah, pesawat > SV > 301 yang saya tumpangi, kami duduk bersebelahan tiga orang manula. Dari > percakapan mereka dapat diketahui bahwa mereka berasal dari Suria. > > Ketika sedang asyik berbincang-bincang, seorang pemuda (bekewarga-negaraan > Saudi) dengan membawa boarding pass menghampiri ketiga wanita tersebut dan > mengatakan bahwa seat number-nya diduduki oleh salah seorang diantara > mereka. Wanita itupun meminta agar pemuda tersebut mau menempati tempat > duduknya yang berada jauh didepan. > > Si pemuda melapor pada seorang pramugari. Pramugaripun segera mencarikan > tempat duduk untuk pemuda tersebut, dari depan kebelakang, dari kursi satu > ke kursi lain. Sampai beberapa orang pramugari berbincang dengan pemuda > tersebut, persoalan tidak juga menemukan solusi. Dari kejauhan terlihat si > pemuda masih saja berdiri dengan menyandang tas dibahunya. Pramugari satu > persatu meninggalkannya. > > Waktu sudah larut, pesawat harus segera take off, akhirnya supervisorpun > turun tangan. Setelah berbincang sejenak dengan pemuda tersebut, > supervisor > menghampiri seorang bapak bekewargaan Mesir yang duduk dekat jendela agar > bersedia memberikan tempat duduknya kepada pemuda tersebut. > > Bapak yang sejak tadi juga turut memperhatikan sikap si pemuda dengan > senang > hati bergeser ke kursi kosong yang berada disebelahnya. Pramugari yang > kebetulan warga negara Indonesia bergumam, "Barangkali dia mengira kalau > tidak duduk dipinggir sebelah jendela dia tidak akan sampai di Jeddah". > > *** > > Lain Kairo lain pula Jeddah. Jeddah adalah gerbang masuk dua kota suci > Mekkah dan Madinah adalah kota yang cukup bersih dan teratur. > > Di negeri ini orang hidup berkecukupan, baik warga negara Saudi ataupun > mukimin yang datang dari berbagai negara. > > Suatu hari di musim haji penulis terpaksa kembali dari Mekkah ke Jeddah > bersama putra bungsu ketika itu baru berusia 8 tahun dengan menumpang > taxi. > Musim haji memang selalu zahmah (macet/padat). > > Disamping kami berdua ada beberapa penumpang lainnya yang kebetulan > semuanya > laki-laki. Taxi yang kami tumpangi tiba-tiba belok dari high-way dan > mengambil jalan lama yang sepi. > > Jantung ini seperti hampir copot ketika taxi terus melaju dijalan yang > sepi > ini. Dalam hati penulis bertanya apakah saya akan selamat sampai ke tempat > tujuan? Ketika penulis ceritakan pengalaman ini pada teman sekerja, dia > berkomentar, "Jangankan dari Mekkah ke Jeddah, dalam kota Jeddah saja > wusthan nahar (tengah hari bolong) perempuan tidak aman jalan sendiri". > > Jika Kairo indah karena sungai Nil yang membelah kota, Jeddah tidak kurang > indah dengan pantai laut merahnya. Disepanjang pantai yang terhampar dari > Balad sampai ke Airport tidak terlihat kelompok remaja puteri ataupun muda > mudi yang mojok berduaan. Tidak ada yang berani bermesraan di tempat umum > meskipun pasangan suami istri atau yang sudah bertunangan. > > Jika sepasang pria dan wanita terlihat bermesraan di tempat umum maka > muthawi' (polisi sukarela) akan menanyakan surat nikah. Jika ternyata > mereka > bukan pasangan suami istri mereka akan dibawa ke kantor polisi dan > dikenakan > hukuman cambuk masing-masing tujuh kali. > > Lain lagi cerita Jakarta, kota metropolitan yang penuh kelap kelip > kehidupan > malam. Ketika kami sekeluarga berhari raya disana. Setiap kami cuti di > tanah > air memang cukup membuat sibuk keluarga. > > Diantara mereka pasti ada yang mendampingi kami selama berada ditanah air, > paling kurang untuk menyetir kendaraan karena disamping tidak hafal lagi > jalanan Jakarta yang banyak berubah, kebiasaan setir kiri juga membuat > suami > agak kagok. Tidak seperti biasanya, agar tidak terlalu mengganggu > kesibukan > keluarga, pada cuti kali ini suami berinisiatif untuk menyetir sendiri. > Penulis terkejut ketika mereka berpesan, "Jangan lupa tutup kaca jendela > kalau berhenti di lampu merah". > > Seperti halnya Kairo dan Jeddah, Jakarta juga memiliki pantai Ancol yang > indah. Bedanya barangkali apa yang kita saksikan disini tidak kita temui > dikedua kota tersebut. Pria wanita baik pasangan suami istri yang sah, > ataupun pasangan selingkuh bahkan para remaja biasa bermesraan di tempat > ini, terutama dikawasan yang agak remang-remang. Lebih dari itu bagi > mereka > juga disediakan theater mobil dan tenda-tenda yang dapat disewa yang > justru > memberikan kesempatan kepada pria dan wanita untuk berbuat mesum. > > Tidak ada yang berani menegur karena hal ini dianggap sebagai hak asasi > manusia. Dalam hati penulis bertanya, "Beginikah pemahaman bangsa kita, > bangsa yang berketuhanan yang maha Esa, terhadap Hak Asasi Manusia? > (HAM)". > > Kairo, Jeddah dan Jakarta adalah tiga kota besar yang berada dibawah > naungan > pemerintahan yang berpenduduk mayoritas Muslim. Namun sangat berbeda dalam > membentuk watak dan prilaku sosial warganya, dan sangat kontradiktif dalam > memberikan rasa aman bagi penduduk dalam menjalankan kehidupan > sehari-hari. > > Siapakah yang berperan dalam menciptakan sausana seperti itu? Pemerintah, > masyarakat itu sendiri, ataukah karena mereka berbeda dalam memahami > ukhuwah > Islamiyah, sebagaimana perbedaan faham mereka terhadap hak asasi manusia? > Wallahu a'lam bishshawab. (Kiriman Dr. Elly Maliki, MA/hidayatullah.com) > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/