16.03.2006
   
  Kontrak Eksploitasi Gas Natuna
   
  Oleh: Sutami, 68H
   
  (Negara dan bangsa harus ditempatkan di atas segala-galanya)
   
  Pemerintah Indonesia hanya kebagian pajak saja. Masyarakat dibuat miris 
dengan terungkapnya kerja sama PT Exxon Mobile dengan Pertamina  di Natuna, 
Kepuluan Riau. Kerja sama itu  untuk mengeksploitasi kandungan gas alam cair. 
Selama duabelas tahun terakhir, pemerintah hanya menerima pajak dari hasil 
ekploitasi gas yang ditangani Exxon Mobile. 
   
  Bagaimana Kontrak Ganjil Bisa Terjadi? 
   
  Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Alvin Lie bersuara lantang 
mengkritik kelalaian pemerintah dalam kontrak kerjasama di Natuna. Selain 
membuat pemerintah hanya kebagian pajak dari ekplorasi ini, kontrak ini  juga 
semestinya sudah berakhir pada bulan Januari tahun lalu. Alvin Lie menilai ada 
pengaruh yang luar biasa dari Exxon Mobile dalam kontrak yang ganjil ini
   
  Alvin Lie: "Ternyata Blok Natuna penghasil gas di Indonesia sejak tahun 94  
dikelola Exxon dengan basic aggrement seharusnya berakhir januari  2005. Dengan 
pola bagi hasil Indonesia 0 Exxon 100 %. Data ini sahih karena keluar dari 
mulut kepala BP Migas sendiri. "
   
  Kontrak Diubah
   
  Kepala Badan Pengelola  Migas Kardaya Warnika membenarkan hal ini. Warnika 
menjelaskan, Blok Natuna sejak tahun 80an dikelola oleh perusahaan Esso yang 
kini berubah menjadi Exxon. Namun pada saat itu pemerintah masih mendapatkan 
hasil dari pengelolaan Blok Natuna. Tetapi pada tahun 1994 Esso dan Pertamina 
mengubah kontrak dengan penguasaan sepenuhnya oleh Esso, sementara pemerintah 
pusat hanya kebagian pajak saja.  
   
  Kardaya: "Lalu setelah itu kontrak itu di-amend. Oleh suatu kontrak yang 
diberi judul basic agremeent. Antara Pertamina dengan Esso. Exxon mobil saat 
itu bernama Esso. Di dalam basic aggrement itulah diatur pembagiannya. Apa yang 
saja baca dalam kontrak itu begitu. Kita hanya mendapatkan dari pajak. Tidak 
betul bahwa kondisi itu mulainya dari 2004, tapi dari tahun 1994, pada waktu 
Basic Aggrement ditandatangani. Jadi tidak betul split itu tahun 2004. tapi 
sejak tahun 1994."
   
  Pemerintah Daerah Masih Dapat Bagian
   
  Kalau sejak tahun 1994 pemerintah pusat hanya kebagian pajaknya saja, tidak 
demikian dengan pemerintah daerah. Adalah pemerintah Provinsi Riau yang tetap 
mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan ladang gas yang terletak di sebelah 
Utara pulau Kalimantan ini. Bagi hasil Exxon dengan pemerintah Riau ini baru 
berhenti saat Kabupaten Natuna memilih masuk dalam Provinsi Kepulauan Riau yang 
terbentuk tahun lalu. Seperti yang dikatakan oleh juru bicara pemprov Riau, 
Zulkarnaen. 
  Pengelolaan ladang gas Natuna tersebut baru bisa dinikmati sejak tahun 1999. 
Sebelum undang-undang otonomi daerah diberlakukan, pemprov Riau, kata 
Zulkarnaen hanya kebagian tak lebih dari satu persen. 
   
  Pemerintah 60 Persen, Kontraktor 40 Persen
   
  Sementara Pengamat Perminyakan, Kurtubi, menilai kontrak yang diberlakukan di 
ladang gas Natuna ini sangat aneh. Dalam sejarahnya, tidak pernah ada model 
macam itu dalam ekploitasi migas.  Menurut Kurtubi, ekploitasi gas alam cair 
oleh kontraktor asing harus melalui bagi hasil dengan pemerintah. Biasanya 
pemerintah mendapat bagian 60 persen, sementara 40 persen menjadi hak 
kontraktor asing tersebut.
   
  Kurtubi: "Kalau di migas gak ada kontrak model seperti itu. yang ada adalah 
contract production sharing. Tidak dikenal itu pemerintah hanya dapat pajak 
saja. Yang ada contract production sharing dimana kontraktor itu mengeluarkan 
biaya untuk mencari dan memproduksikan gas, nanti setelah berproduksi 
biaya-biaya tersbeut di cover dalam pola post recovery, persisnya dibagi antara 
kontraktor dengan pemerintah. Nah aneh kalau pemerintah Cuma dapat pajak saja.“
   
  Skema Kontrak Disetujui Pemerintah
   
  Tapi Pernyataan ini ditolak oleh Juru Bicara Exxon Mobile Deva Rahman. 
Menurut Rahman,  kontrak macam itu dimungkinkan karena karakteristik Blok  
Natuna yang tergolong unik dibandingkan kawasan lain. Di Blok Natuna 70 persen 
dari kandungannya terdiri dari CO2. Oleh karena itu untuk mengelola Blok 
tersebut diperlukan  teknologi dan biaya tinggi. Rahman menolak keras tudingan 
kontrak tersebut ilegal. Ia menjelaskan, pemerintah dan para pejabatnya telah 
menyepakati skema itu. 
   
  Deva Rahman: “Pemerintah memang membuat pengaturan seperti itu karena blok 
Natuna memiliki kandungan CO2 yang sangat tinggi. Sehingga pemerintah membuat 
keputusan untuk kontrak melalui skema tadi. Itu memang sudah disetujui oleh 
pemerintah dan pemerintah yang menyetujui itu.”
   
  Kontrak Baru Sampai 2007
   
  Gas yang terkandung di blok Natuna memang menggiurkan banyak pihak. Lapangan 
gas yang dikenal dengan nama teknis D-Alpha ini ditemukan pada tahun 1973. 
Lapangan ini  Memiliki kandungan hidrokarbon yang diperkirakan sebesar 46 
triliun kaki kubik. Dalam kontrak awal ExxonMobil memiliki bagian 76 persen 
dari Production Sharing Contract (PSC) di lapangan gas Natuna, sedangkan 
Pertamina sebesar 24 persen. Kontrak awal yang ditandatangani 1985 itu, semula  
berakhir pada 9 Januari 2005. Namun karena adanya amandemen melalui perjanjian 
dasar maka diberikan perpanjangan dua tahun, setelah pemerintah  menilai 
proposal yang diajukan. Sehingga masa kontrak baru akan habis tahun 2007. 
   
  Tidak Hanya di Natuna
   
  Apa yang terjadi di Natuna ternyata juga terjadi di daerah lain. Kontrak yang 
merugikan pemerintah juga terjadi dalam ekploitasi  gas alam cair di Aceh. 
Lagi-lagi kontrak ini melibatkan pemerintah dan Exxon mobil. Seperti yang 
dinyatakan juru Bicara Bidang Energi Jaringan Advokasi Tambang JATAM,  Andre S. 
Wijaya.
   
  Andre: "Di Aceh misalnya mereka membuat kontrak jangka panjang, itu sudah 
jelas menguntungkan mereka. Pemerintah atau negara ini harus mengalah dengan 
kehilangan dua pabrik pupuk, satu pabrik kertas di Aceh karena kelangkaan gas 
di sana. Kalau kita melihat jauh lebih dalam lagi kita kehilangan lowongan 
pekerjaan bagi ribuan karyawan pabrik-pabrik tadi. Di sisi lain, gas yang 
seharusnya menerangi Aceh Utara justru lari ke Taiwan, ke Jepang."
   
  Kontrak-kontrak kerjasama macam ini jelas tidak masuk akal dan merugikan 
negara. Karena itu desakan para aktivis meminta kepada pemerintah meninjau 
ulang seluruh kontrak karya pertambangan di Indonesia. Tentu saja berikutnya 
para pelaku yang terlibat dalam kontrak kerjasama yang merugikan negara 
tersebut harus segera tersentuh tangan hukum.

                
---------------------------------
Brings words and photos together (easily) with
 PhotoMail  - it's free and works with Yahoo! Mail.

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke