Saya memang perlu untuk lebih menjelaskan maksud saya. Saya tidak pernah 
memandang perempuan sebagai gender kelas dua. Mengapa sampai timbul 
istilah gender kelas dua? Apakah karena gender wanita merasa tidak 
seberuntung gender laki-laki dalam kesempatannya di luar rumah? Sehingga 
kemudian merasa dikelas duakan? Dan akhirnya menganggap wanita yang 
memilih menjadi ibu rumah tangga saja sebagai teraniaya? Tidak maju? Dan 
seorang wanita yang maju haruslah mengaktualisasikan dirinya di luar 
rumah?

Bagi saya, gender laki-laki dan gender perempuan adalah gender yang 
sejajar, seimbang dan saling melengkapi. Tidak ada yang kelas satu dan 
kelas dua. Masing-masing gender mempunyai kelebihan dan kekurangannya 
masing-masing. Tidak ada satu genderpun yang bisa hidup sendiri jika ingin 
menyempurnakan jiwanya. Mereka perlu saling mendukung dan berkerjasama 
untuk mewujudkan rumah tangganya yang mencapai tujuannya dunia dan 
akhirat. Bukan hanya untuk sejahtera di dunia ini saja, tetapi yang paling 
utama adalah juga untuk berkumpul kembali di dalam Syurga Nya nanti. 
Berkumpul di dunia ini dalam satu keluarga, dan berkumpul bersama-sama 
lagi di Syurga nanti. Itulah tujuan utama pernikahan menurut Islam yang 
saya pahami.

Di zaman nabi, ketika kehidupan teknologi belum mendominasi masyarakat, 
ketika kehidupan itu masih sederhana, laki-laki hidup berdagang di pasar 
bahkan keluar kota, atau berburu di padang pasir, bahkan berperang, maka 
wanita dengan sukarela menyerahkan tugas keras itu kepada laki-laki, dan 
memilih aktifitas domestik (di dalam rumah). Dan ini kemudian berlangsung 
berabad-abad tanpa permasalahan. Masing-masing merasa puas dengan 
aktualisasi dalam perannya masing-masing. Bahkan bunda Khadijah, saya rasa 
beliau menjadi pengusaha karena mewarisi perusahaan almarhum suaminya 
sebelum Muhammad. Dan Khadijah mengatur usahanya itu (bahasa kerennya: 
management) dari rumahnya yang juga adalah perusahaannya. Tentu saja ia 
memiliki karyawan, rekanan, supplier, dimana ia berhubungan untuk 
melancarkan bisnisnya. Tetapi itu ia lakukan dari dalam rumahnya. Ia tidak 
pernah tercatat melakukan perjalanan keluar kota. Semua bisnis perdagangan 
luar kotanya ia amanahkan kepada pemimpin kafilah dagangnya, termasuk 
Muhammad. Setiap musim dagang ke Syam tiba, ia akan mencari laki-laki yang 
bersedia mendagangkan dagangannya di Syam dengan pembagian keuntungan dari 
hasil dagangannya itu. Semacam kontrak bagi hasil. Tentu saja ada yang 
tidak jujur dalam laporan hasil perdagangannya. Tetapi ia menemukan 
Muhammad begitu jujur dalam laporan perdagangan luar negerinya. Sehingga 
keuntungan yang diserahkan ke Khadijah jauh lebih tinggi dibandingkan 
pemimpin2 kafilah dagang Khadijah yang lain. Itulah yang membuat bunda 
Khadijah simpati, kagum, lalu tertarik. Tetapi kita lihat, tidak ada 
catatan bahwa Khadijah terlalu banyak beraktifitas di luar rumah. Tetapi 
ia mengatur bisnisnya itu dari rumah. Working at home. Sehingga ia bisa 
sekaligus mengawasi perkembangan anak-anaknya dari dua suaminya 
sebelumnya. Tentu saja ia wanita yang hebat. Ia sukses melanjutkan bisnis 
almarhum suaminya. Secara management perdagangan ia luar biasa. Siapa yang 
tidak ingin menjadi seperti dirinya? Terkenal sebagai pengusaha yang 
sukses. Dan ibu rumah tangga yang hangat. Tetapi ada berapa Khadijah di 
Mekkah saat itu? Ada berapa banyak wanita yang mewarisi bisnis dari 
almarhum suaminya dan berhasil? Di tengah budaya penguburan bayi perempuan 
di Arab sana, sepertinya hanya Khadijah yang seperti itu. Banyak laki-laki 
yang datang melamar Khadijah. Tetapi Khadijah tahu bahwa laki-laki itu 
mungkin lebih mengincar perusahaannya dari pada dirinya. Dan Khadijah 
lebih memilih Muhammad, karyawannya sendiri yang jujur dan tidak punya 
ambisi terhadap bisnisnya.

Lalu dunia industri berkembang pesat, kehidupan di luar rumah menjadi 
semakin menarik. Pekerjaan menjadi semakin mudah. Banyak pekerjaan yang 
tidak lagi membutuhkan tenaga fisik yang kuat lagi. Kekuatan otak dan 
berfikir menjadi lebih dominan. Banyak tantangan menarik berkerja di luar 
rumah. Prestise, posisi, kekuasaan, travelling, wawasan, dan banyak lagi. 
Sebaliknya, kehidupan rumah tangga menjadi semakin menjemukan. Semakin 
tidak menarik dibandingkan kehidupan di luar rumah yang dilakoni oleh kaum 
laki-laki. Dan akhirnya perempuan pun menuntut untuk bisa berkerja 
sebagaimana laki-laki di luar rumah. Karena sudah banyak sekali jenis 
pekerjaan yang kira-kira bisa juga dilakukan oleh wanita di luar rumah. 
Dan banyak hal-hal yang menarik dan menantang untuk bisa dilakukan oleh 
wanita di luar rumahnya. 

Namun dengan keluarnya wanita dari rumah, ada beberapa hal yang kemudian 
menjadi tidak terurus lagi di dalam rumah. Utamanya adalah masalah anak. 
Wanita yang menuntut untuk beraktualisasi di luar rumah, menuntut bahwa 
tugas mengawasi anak-anak bukan hanyalah tugas kaum ibu. Padahal di zaman 
nabi, memang sudah demikian. Tugas mendidik anak memang bukan hanya tugas 
kaum ibu. Biasanya anak laki-laki akan diawasi oleh si bapak, dan anak 
perempuan menjadi tugas pendidikan si ibu. Tetapi di dunia industri yang 
menuntut pekerjaan di luar rumah yang sangat lama, hal itu menjadikan 
seolah-olah tugas rumah termasuk mendidik anak adalah menjadi tugas sang 
ibu. Karena si ayah ?di dunia industri- harus berkerja dari Senin sampai 
Jum'at, 12 jam di luar rumah. Lalu konsensus baru diputuskan secara 
sepihak: ayah berkerja di luar rumah selama 12 jam dari Senin sampai 
Jum'at, sedangkan urusan rumah tangga termasuk anak adalah urusan sang 
ibu. Sampai beberapa wanita menuntut untuk bisa berkerja di luar rumah 
juga. Ikut terjun di dunia kerja dan melepaskan pekerjaan domestiknya yang 
membosankan dan tidak menantang itu. 

Jadi keputusan seperti itu tidak berlaku sejak zaman nabi. Karena simply, 
kehidupan di zaman nabi masih sederhana. Dan pembagian kerja lebih 
dikarenakan faktor kekuatan fisik untuk berada di luar rumah. 
Masing-masing terpolakan karena itu dengan kerelaan. Tidak ada wanita yang 
menuntut untuk mengambil peran di luar rumah. Misalnya untuk menggantikan 
sang suami berburu di padang pasir atau berdagang di pasar dan luar kota 
atau bahkan berperang. Mereka menerima pembagian tugas ini secara otomatis 
berdasarkan kemampuan masing-masing. Laki-laki tidak merasa lebih mampu 
menjalankan tugas kaum wanita. Dan kaum wanita tidak merasa juga mampu 
menjalankan tugas kaum pria zaman itu.

Saya tidak meremehkan kemampuan wanita. Selama tidak berhubungan dengan 
kekuatan fisik, jika kompetensi yang dituntut adalah kekuatan berfikir dan 
management, tidak sedikit wanita yang menonjol di atas rata-rata 
laki-laki. Saya pernah memiliki atasan seorang wanita. Saya akui kehebatan 
managementnya. Juga banyak laki-laki di kantor saya mengakuinya. Dia 
memang hebat. Sekalipun dia mempunyai kelemahan, tetapi leadershipnya kami 
akui. Dia memimpin kami seperti seorang ibu. Lebih peka dan sensitif 
terhadap anak buahnya dari pada pemimpin laki-laki. Jadi saya percaya, 
wanita akan cukup mampu untuk bersaing di dunia kerja dengan laki-laki.

Akhirnya saya tidak merasa ragu bahwa wanita akan mampu menjalankan 
beberapa pekerjaan yang dilakukan laki-laki hari ini. Sekalipun untuk 
menjadi ahli seperti laki-laki terkadang wanita harus sedikit lebih 
maskulin dari wanita rata-rata. Sedangkan pria juga akan mampu menjalankan 
beberapa pekerjaan yang dilakukan kaum wanita hari ini. Sekalipun untuk 
menjadi ahli seperti wanita dia harus menjadi lebih feminim dari pria 
rata-rata.

Mengenai pembagian tugas antara suami dan istri hal ini bisa dibicarakan 
antara suami dan istri itu sendiri. Karena kehidupan di zaman ini tidak 
sesederhana di zaman nabi dahulu. Masalah kecukupan nafkah. Masalah sang 
istri yang ingin aktualisasi di luar rumah. Masalah gengsi kaum pria jika 
posisinya dibalik menjadi pelaksana tugas domestik. Dan pasti banyak 
sekali hal-hal yang harus dibicarakan oleh suami istri itu. Tergantung 
pula apa visi misi dari pembentukan keluarga oleh suami istri itu. 

Dunia Industri yang berkembang sangat pesat seperti zaman ini tidak pelak 
akan menuntut pengurbanan yang besar dari keluarga. Antara suami istri 
haruslah ada sikap ingin saling memahami. Mencari jalan yang terbaik bagi 
rumah tangga mereka. Tidak saling menonjolkan ego dan gengsi 
masing-masing. Bahu membahu sebagai partner. Saling membahagiakan. Menjaga 
amanah yang diberikan kepada masing-masing (jangan sampai selingkuh/zina 
di lingkungan kerja). Yang ditujukan untuk mencapai visi pembentukan rumah 
tangga mereka yang tertinggi itu. Carilah kesepakatan yang terbaik untuk 
mencapai visi itu. Dan pada momen-momen tertentu mungkin akan ada 
?teguran? untuk mengevaluasi kesepakatan itu. Saya ingin menganjurkan 
untuk berpegang sekuat-kuatnya pada visi keluarga muslim itu. Menjadikan 
tujuan akhirat keluarga muslim itu adalah segala-galanya bagi kesepakatan 
sepasang suami istri muslim.

Sedangkan pendapat saya tentang pernikahan sebagai salah satu solusi untuk 
pelacuran, karena telah terbukti, bahwa bagi wanita-wanita yang terjun ke 
dunia pelacuran, jika dia mempunyai suami insya Allah tidak akan menjadi 
seorang pelacur. Dalam kasus khusus yang sedikit tidak menutup kemungkinan 
sebaliknya. Tetapi secara umum insya Allah demikian. Karena wanita yang 
terpaksa memasuki dunia pelacuran, dia telah terbukti tidak bisa menemukan 
lapangan pekerjaan yang lebih layak baginya dari pada melacurkan dirinya. 
Entah si wanita itu tidak mempunyai ketrampilan atau pengetahuan yang 
dibutuhkan, atau memang lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka tidak 
tersedia. Jadi alangkah lebih baiknya jika dia melindungkan dirinya kepada 
seorang suami jika dia mampu dari pada menerjunkan dirinya ke dunia 
pelacuran. Tetapi my best advise adalah: alangkah lebih baiknya jika 
setiap wanita bisa memiliki suami. Karena dengan demikian dua fitrah yang 
dia miliki akan bisa terpenuhi, untuk kebahagiaan jiwanya. Sekaligus dia 
akan terbebas dari kemungkinan melacurkan dirinya.

Dan anjuran bahwa perempuan itu sebaiknya menikah dan mempunyai anak, 
tentu saya berbicara bagi sebagian besar wanita mbak Rita. Sebab bagi yang 
bisa memenuhi sunnah nabi ini, jiwanya akan lebih bahagia dibandingkan 
yang tidak. Oleh karenanya nabi melarang hidup membujang (tidak menikah). 
Karena dengan menikah kedua fitrahnya itu akan terpenuhi. Bagi yang 
terpaksa tidak bisa memenuhi kedua fitrah itu (istri dan ibu), atau salah 
satunya (ibu), sebagaimana kedua sahabat anda itu, semoga Allah SWT 
menggantinya dengan kebahagiaan dalam bentuk yang lain. Jadi saya mana 
beranilah Playing God dan menghakimi mbak Rita. Saya hanya menunjukkan 
keberadaan kedua fitrah ini. Tetapi jika memilih untuk tidak memenuhinya 
itu adalah hak setiap pribadi. Tetapi jiwanya ?saya rasa- akan selalu 
mempertanyakan pilihan yang diambilnya itu. Kecuali kalau dipaksa oleh 
keadaan. 8-)

CMIIW.

Salam,




"ritajkt" <[EMAIL PROTECTED]> 
Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
03/24/2006 06:32 AM
Please respond to
wanita-muslimah@yahoogroups.com


To
wanita-muslimah@yahoogroups.com
cc

Subject
[wanita-muslimah] Re:Pelacuran,






Saya mengirim compliment untuk posting Pak Wida yang santun ini. 
Bacanya jadi enak, iya gak Pak Bejo?

Walo pun secara substansi permasalahan, saya sangat berbeda pendapat 
dengn Pak Wida..:))

Pak Ary sudah mereply dengan lbh komprehensif, saya nambahin dengan 
unek-unek aja..:)

Begini Pak Wida, kalo saya menyimpulkan posting Pak Wida di bawah 
ini maka perempuan kembali diletakkan sebagai gender kelas dua, 
dimana seorang perempuan hanya berguna (dan sempurna?) jika berada 
dalam naungan seorang lelaki (ayahnya dan kemudian suaminya). Semua 
carut marut problem sosial kemudian dibebankan pada perempuan yang 
dianggap "tersesat" karena tidak mendapat perlindungan 
suami/ayahnya. Pendapat Pak Wida itu kalo saya lihat hanya akan 
merujuk perempuan yang menyerahkan sepenuh hidupnya hanya untuk 
mengurus suami dan anak-anak (artinya : stay at home mothers) 
sebagai perempuan yang "paling Islami". Aktualisasi seorang 
perempuan di luar rumah menjadi sesuatu yang salah karena itu bisa 
membuat pangsa kerja buat kaum lelaki menipis -> membuat banyak 
lelaki kehilangan akses untuk memperoleh pekerjaan -> membuat anak 
dan istri mereka menjadi pelacur. PCMIIW ya.

Saya kira Pak Wida, dalam Islam justru semangat memanusiakan 
perempuan itu sangat kuat dan bukan kebalikannya. Tentu lebih 
kredibel kalo hal ini diulas temen-temen WM yang mendalami ilmu fiqh 
( halo Mas Aman, I miss U deh..:)). Dari saya cukup saya kemukakan 
ini saja. Bagaimana kita menjelaskan fenomena Bunda Khadijah yang 
pengusahawati nan sukses itu?  Bagaimana pula kita menjelaskan bahwa 
Siti Aisah RA adalah perempuan pertama yang menjadi ahli hukum 
(lawyer) yang dicatat dalam sejarah? 

Perempuan itu sama kok dengan anda, yang lelaki ini, dalam 
menjalankan tugas menjadi khalifah Allah di bumi, masing-masing 
sudah utuh  dngan hardware dan software dariNya yang kumplit (akal, 
pikiran, daya--> termasuk daya seks dan reproduksi dimana kedua 
jenis kelamin ini akan saling melengkapi dengan harmonis). So, 
membesarkan anak itu tugas dua orang pak, bukan cuma tugas ibu. Yang 
kodrat ibu adalah hamil, menyusui dan melahirkan, titik. Diluar itu, 
semua harus dikerjakan berdua pak. Ingat kan dengan riwayat Nabi 
yang menjahit sendiri busananya yang robek? Bandingkan dengan bapak-
bapak kite yang gak pernah mau membantu istrinya mengerjakan tugas-
tugas domestik..:( Semoga Pak Wida tidak seperti itu ya..:)

Dan satu poin penting lagi, seruan bahwa perempuan harus menikah dan 
punya anak itu saya kira kok malahan melanggar sunatullah tuh 
Pak..:).Saya punya teman yang mendapat suami bermasalah kesehatan 
hingga pasangan ini tidak juga dikaruniai anak.  Saya juga punya 
seorang  teman yang sejak duduk di kursi roda ia hingga kini tidak 
menikah. Kedua sahabat saya itu adalah muslimah yang integritas 
ukhuwah dan muamalahnya sangat saya acungi jempol. Bagaimana ini Pak 
Wida,  hla Anda kok berani "playing God" dengan "menghakimi " 
perempuan--perempuan seperti dua teman saya itu ?

Saya jadi ingat lagi kalimat pak Bmuncar, "Selamat datang di dunia 
nyata," Pak Wida..:))

salam,
rita





Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 

Yahoo! Groups Links



 





[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke