Budaya Merokok- Sayang Anak atau Sayang Suami?

Masih ingatkah kita beberapa waktu lalu tatkala kasus gizi buruk merebak di Indonesia?
Dalam tayangan televisi tampak seorang pria dari keluarga pra sejahtera dengan wajah
yang tampak tak bersalah menggendong anak balitanya yang kurus kering, perut membuncit
karena kurang gizi. Si bapak tampil dengan rokok yang masih mengepul di tangan satunya.

Kondisi yang memprihatinkan ini sebenarnya dapat di cegah. Gizi buruk tidak melulu disebabkan
kemiskinan. Tapi juga karena aspek sosial-budaya yang ada di masyarakat kita. Terutamanya masalah
individual dan keluarga.
Antropolog FISIP UI Achmad F Saifuddin mengatakan; di masyarakat masih ada pemikiran bahwa laki-laki
dianggap lebih baik, lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sehingga di dalam keluarga, kepentingan laki-laki
harus lebih diutamakan. Cara berpikir yang demikian ini menyebabkan kecukupan gizi anak bagi keluarga miskin
terabaikan. Ada banyak keluarga Indonesia yang anaknya mengalami gizi buruk, namun bapaknya terus saja
merokok.
Kebiasaan merokok berarti telah mengeluarkan sejumlah uang yang di 'bakar' dengan sia-sia, yang seharusnya
bisa di manfaatkan untuk membeli kebutuhan protein atau menambah gizi anak-anak juga untuk para ibu yang
sedang hamil. Kondisi gizi buruk yang menjadi masalah utama di Indonesia, diantaranya busung lapar, kekurangan
protein, vitamin A, zat besi dan yodium.

Tatang S Falah, dari Direktorat Gizi DepKes menjelaskan, bahkan lima dari sepuluh ibu yang hamil menderita anemia 
dan bisa meningkatkan risiko melahirkan serta berat badan bayi yang rendah. Empat dari sepuluh anak sekolah
menderita anemia dan tiga dari sepuluh anak sekolah kekurangan yodium.

Keluarga Fulana adalah suatu contoh. Anaknya yang pertama kini berusia 6,5 tahun.
Dulu sempat menderita marasmus[ gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat], sekarang sudah sehat.
Anaknya yang kedua, 1,7 tahun; saat ini menderita gizi kurang. Beratnya hanya tujuh kilogram.
Suami Fulana adalah buruh tani dengan penghasilan Rp. 10.000/hari. Suaminya merokok dua kali sehari dan
menghabiskan Rp. 3.300 untuk membeli rokok.
Fulana sendiri tak tega bila suaminya tidak merokok setelah capai bekerja di sawah.

Kita tidak bisa berharap masalah gizi buruk bisa ditangani sepenuhnya tanpa menyelesaikan akar masalahnya.
Faktor budaya yang lebih mementingkan rokok daripada gizi anak sebaiknya tidak dipertahankan.
Agar kita dapat memiliki generasi mendatang yang sehat, cerdas dan produktif.
Bukan generasi yang suatu saat justru menjadi beban.
------------------------------------------------------------------------------------
l.meilany
030506


[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....




SPONSORED LINKS
Women Islam Muslimah


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke