Kolom IBRAHIM ISA
----------------------------
Selasa, 09 Mei 2006.

MANUSIAWI-KAH  MENGADILI PASIÉN  SUHARTO?

Berita akhir-akhir ini menunjukkan  bahwa  kesehatan mantan Presiden
Suharto memburuk sehingga harus  menjalani operasi. Dinyatakan kemudian 
bahwa operasi pada usus telah dilakukan dengan sukses dan keadaan 
pasien Suharto diberitakan membaik.

Sehubungan dengan sakitnya pasien Suharto,  Kejaksaan Agung, mengambil
sikap seperti yang bisa dibaca berikut ini:

"JAKARTA--MIOL":  Kejaksaan mempersilahkan mantan Presiden HM Soeharto
berobat ke luar negeri. Lanjutan proses hukumnya akan dilakukan setelah
dinyatakan sehat oleh dokter.
"Kami sekarang bicara Pak Harto yang sedang sakit. Kami doakan supaya
sembuh. Kalau perlu berobat keluar negeri, silakan berobat keluar
negeri. Kami akan kasih kesempatan berobat," papar Jaksa Agung Abdul
Rahman Saleh kepada wartawan di Kantor Presiden Jakarta, Senin (8/5).
Sementara soal proses hukumnya, Jaksa Agung menyatakan, untuk sementara
dihentikan dulu hingga sembuhnya Soeharto. "Proses hukumnya untuk
sementara ini berhenti dulu sampai beliau sehat," ujarnya.(Msc/Wis/OL-02).
Sekian berita yang bisa dibaca di dalam media..

Sikap Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, yang menyatakan proses hukum
Suharto untuk sementara dihentikan dulu hingga sembuhnya Suharto,  wajar
dan bisa difahami. Tertuduh yang sakit itu  tidak mungkin dibawa ke
sidang pengadilan untuk diproses perkaranya.  Maka ditunggu sampai yang
bersangkutan dalam kondisi kesehatan yang memungkinkan ia tampil di
pengadilan.

Namun, yang terpenting ialah bahwa dalam era reformasi dan demokratisasi
dewasa ini ,----  sekali-kali tak diperkenankan adanya usaha untuk 
memperpanjang sampai  berlarut-larut  situasi seperti semasa rezim
orba.  Ketika itu  negara ini samasekali tidak menggubris hukum.
Keadilan hanya bagi yang berkuasa. 

Sudah waktunya negeri ini, bangsa ini, nasion ini, negara Republik
Indonesia ini: 
PUTAR HALUAN,  Banting Setir.  Berbuatlah untuk menjadikan negara ini
benar-benar  NEGARA HUKUM.

Mulailah ---- Siapapun yang bersalah, yang melakukan pelanggaran hukum,
yang terlibat dalam pelanggaran HAM terbesar dalam sejarah Indonesia,
seperti  semasa erzim Orba-nya  Presiden Suharto,  tanpa terkecuali  -- 
harus diproses sesuai prinsip-prinsip hukum dan keadilan, sesuai UUD
negara  RI , sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari suatu negara hukum,
suatu  RECHTSTAAT.

Penguasa  dewasa ini, pemerinah sekarang  ini, segenap lembaga judisal
dan legeslatif,   serta seperangkat biorkrasi dan elitenya yang
bertengger di situ, ----  akan tetap menjadi  cemoohan yang  memuakkan
bagi rakyat, ----  bila pada saat kita sedang berusaha hendak menegakkan
negara hukum,  hendak mengakhiri situasi "impunity",   mengubah
ketiadaan hukum, -----  muncul pelbagai usul, saran dan ide untuk 
''memaafkan Suharto"  mengingat apa yang dikatakan  "jasa-jasanya"
selama menjabat sebagai presiden RI.  Digunakanlah pula argumentasi  
"kemanusiawian" untuk melimpahkan belas kasihan pada orang yang paling
bertanggung-jawab atas amburadulnya negara hukum Republik Indonesia.

Orang-orang  dan fihak-fihak tertentu, terutama dari kalangan elite yang
"ikut mujur" dengan berkuasanya rezim Orba,  buru-buru mengajukan 
alasan ''kemanusiawian" dan segala macam pertimbangan  untuk  apa yang
mereka
bilang  "melupakan masa lampau", agar kita bisa "memandang kedepan",
memulai dengan "halaman baru"  dsb. Mereka-mereka itu ,  adalah
orang-orang  yang selama ini  tetap saja  memicingkan matanya,  
menyumbat telinga hatinya terhadap imbauan dan ketukan hati  serta 
penderitaan para korban  "Peristiwa 1965" dan keluarganya yang
kesemuanya meliputi sekitar 20 juta warganegara Indonesia yang tak
bersalah, yang sampai saat ini terus-merus didiskriminasi  dan di
stigmatisasi, atas tuduhan dan fitnahan  terlibat dengan peristiwa
G30S,  tanpa bukti dan tanpa dasar hukum apapun.

Usul dan saran seperti itu,   adalah suatu usaha untuk menutup mata 
masyarakat terhadap pelanggaran  dan kejahatan yang dilakukan  oleh
mantan  Presiden Suharto.  Yang hakikatnya adalah suatu kejahatan
terhadap kemanusiaan.  Usul-usul  untuk memaafkan Suharto adalah  suatu
usaha yang kasar dan berbahaya untuk memutihkan kejahatan-kejahatan dan
pelanggaran hukum yang dilakukan dan yang berlangsung atas tanggungjawab
mantan presiden Suharto.

Wahai penguasa dan golongan elite!!:
Bertanyalah pada hati nurani masing-masing dengan segala kejujuran dan
keterbukaan: --- Bisakah dihapuskan begitu saja tanggung-jawab Suharto
atas penyerobotan kekuasaan negara dari mantan Presiden Sukarno ketika
itu,   dengan menyalah gunakan SUPERSEMAR. Bisakah tutup mata terhadap 
konspirasi  Jendral Suharto dan kliknya yang   memulai suatu kampanye
persekusi dan eksekusi terhadap  ratusan ribu bahkan mungkin sampai 3
juta (menurut kata-kata mantan panglima RPKAD Jendral Sarwo Edhi) rakyat
Indonesia yang tidak bersalah. Bisakah dimaafkan dan dilupakan
keterlibatan dan tanggungjawab mantan Presiden Suharto atas kebocoran
sampai 30% kas negara (menrut mantan Menteri Perekonomian Prof Sumitro
Djojohadikusumo), yang kesemuanya itu masuk dalam kantong elite yang
berkuasa,   meralelanya budaya Korupsi-Kolusi-Nepotisme   (KKN) yang
telah membawa negara dan rakyat ke jurang krismon dengan  beban utang
luarnegeri   yang mendekati 150 milyar dolar Amerika 

Bagaimanakah baiknya, menurut hukum yang berlaku di Indonesia, yang 
sama-sama semua menyatakan adalah suatu negara hukum <meskipun
kenyataannya masih jauh dari situ>.

Sudah  menjadi catatan sejarah bangsa, bahwa adalah di bawah kekuasaan
rezim Jendral Suharto terjadinya pembantaian masal terhadap lebih sejuta
rakyat, warganegara Indonesia yang tak bersalah,  pada tahun-tahun
1965-1966.

Tidak sedikit pakar Indonesianis,  dalam maupun luarnegeri, yang telah
membeberkan dengan fakta-fakta kongkrit  jalannya peristiwa sejak 1
Oktober 1965 di Indonesia. Telah diungkapkan pula  berlangsungnya
peristiwa tragedi nasional, yang dimulai dengan penyebaran berita,  yg
seratus persen  adalah  k e  b o h o n g a n   besar  dan rekayasa
belaka mengenai "kekejaman dan kebiadaban"  perempuan-perempuan
Gerwani/PKI  yang berorgi dimuka para jendral korban G30S di Lubang
Buaya, kemudian momotong kemaluan serta mencungkil mata para korban
sebelum dibunuh. Semua itu ternyata   adalah berita rekayasa belaka. 
Menjadi jelas pulalah sebab musabah mengapa pemberitaan berita bohong
dan isepan jempol tsb disebarluaskan begitu rupa dan dalam waktu begitu
panjang? Kalau tidak dalam suatu rangkaian rencana rahasia yang sudah
disiapkan terlebih dahulu, untuk mengadakan penangkapan, penyiksaan,
pemenjaraan dan pembunuhan yang ekstra judisial.  Memproklamirkan
terlebih dahulu bahwa orang-orang komunis dan pengikut atau
simpatisannya  sebagai orang-orang biadab dan pembunuh,  sehingga
kemudian ada semacam 'legitimasi'  untuk  membuat mereka,  ----
orang-orang komunis dan pengikut serta simpatisannya,  semuanya berad a
di luar hukum sehingga bisa dengan leluasa dibunuh secara sewenang-wenang.

Ternyatalah, ----- Terbunuhnya perwira-perwira tinggi TNI di Lubang
Buaya, dimanipulasi sedemikian rupa untuk membenarkan dan melegitimasi
pengejaran dan pembunuhan serta penghancuran semua kekuatan nasional
yang mendukung Presiden Sukarno,  semua kekuatan Kiri,  khususnya PKI
dan semua yang dianggap simpatisan atau pendukung PKI. Semua ini adalah
tanggungjawab yang secara riil memegang kekuasaan di Indonesia, yaitu
tentara di bawah Jendral Suharto.

Tangan-tangan Suharto sungguh berlumuran darah rakyat Indonesia yang tak
bersalah apapun. 

Bisakah kekejaman, kejahatan dan pelanggaran terhadap HAM terbesar di
Indonesia  di bawah Jendral Suharto dimaafkan dan dilupakan begitu
saja?  Kalau itu yang dilakukan maka itu adalah suatu tindakan
pembodohan rakyat  seperti semasa Orba yang  hendak diulang lagi? 
Bandingkanlah sikap mereka-mereka yang berkuasa pada zaman Orba terhadap
mantan Presiden Sukarno ketika itu.  Presiden Sukarno difitnah,
diburukkan namanya,  dituduh macam-macam tanpa bukti apapun,  kemudian
dikenakan tahanan rumah sampai beliau menghembuskan nafas terakhir.

Sampai detik inipun, nama baik dan status politik mantan Presiden
Sukarno sebagai tahanan politik, dan jutaan warganegara Indonesia
korban  Peristiwa 1965, adalah  idem ditto,  masih belum dibersihkan
nama baiknya, dan masih belum direhabilitasi sepenuhnya hak-hak
kewarganegaraan dan hak-hak politiknyua.

Wajar dan bisa difahamilah  sikap  Kejaksaan Agung,  bahwa "Proses Hukum
Soeharto Dihentikan Sementara", menunggu sampai sang pasien sembuh, 
---- selanjutnya  bila  kondisi yang bersangkutan sudah memungkinkan,
maka  tertuduh Suharto, ---  harus diurus menurut hukum yang berlaku.

Kalau tidak berbuat demikian, maka  kata-kata yang  sering diucapkan 
penguasa dan para elite, bahwa ada maksud  hendak menegakkan negara
hukum Indonesia,  hendak mengakhiri  "ketiadaan hukum", hendak
"memberantas korupsi" ,  hendak memberlakukan HAM dan menegakkan
kebenaran dan keadilan, apa lagi hendak memulai proses  r e k o n s i l
i a s i     nasional  ---- itu  hanyalah omong kosong belaka. Penipuan
semata-mata terhadap bangsa dan tanah air dan terhadap dunia luar.

Karena, bukankah sikap dan tindakan apapun yang dilakukan pemerintah dan
lembaga  pengadilan   terhadap setiap pelanggar hukum dan HAM,  semua
itu harus didasarkan atas kebenaran, keadilan dan prinsip-prinsip negara
hukum.

* * *





Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....




SPONSORED LINKS
Women Islam Muslimah
Women in islam


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke