U N D A N G A N:
  
  Salam  p r i h a t i n,

Hingga kini, banyak korban gempa bumi Yogyakarta menghadapi nasib yang mengenaskan. Mereka sungguh berada dalam keadaan yang tidak berdaya. Terdapat
situasi amat mendesak yang membutuhkan perhatian dan kesetia-kawanan kita semua.

Bersamaan dengan itu, Pak Cipto Moenandar kebetulan baru kembali dari Tanah Air. Beliau bersedia berbagi rasa dan pengamatan dengan anda semua, sembari
menceritakan situasi terakhir termasuk para relawan yang bergulat di berbagai lokasi yang akut di D.I. Yogyakarta dan Jateng.

Untuk itu, berbagai warga Indonesia di Belanda mengambil inisiatip mengundang anda untuk menghadiri acara yang juga dimaksudkan untuk menggalang Pengumpulan Dana buat membantu para saudara kita di Tanah Air, yang menjadi korban Bencana Alam Gempa Bumi di Jogyakarta.

Melalui acara tersebut, kami bermaksud mengetuk hati anda sekalian untuk meluangkan kesempatan berbagi rasa dengan menghadiri acara yang akan diselenggarakan pada:  
 
Hari / tanggal.: Sabtu, 10 Juni 2006
Jam:         14 : 00 - 20 : 00
Tempat : HTIB (Hollanda Türkiyeli Isciler Birlïgi)
1e Weteringplantsoen 2 C, 1017 SJ  Amsterdam

Susunan Acara:
1. 14:00 - 15:00 Mendengar dan tanya jawab bersama Pak Cipto Moenandar.
2. 15:00 - 15:15 Sumbangan Tarian dari Agustiati dan Asih (Sanggar Melati Amsterdam, asuhan Ibu Yayah)
  3. 15:15 - 16:00 Pentas Puisi bersama Asahan Aidit, Chalid Hamid, Dini Setyowati, Heri Latief, Mawi Ananta Joni, Sobron Aidit, Zeta Rosa, Zubir Lelo dkk
4. 16:00 - 16:30 Pemutaran Film "TK Paud Rakyat"
5. 16:30 - 17:30 Hidangan Makan Bersama Sederhana, mengharap membuat lidah bergoyang dan perut pun ták bakal berseruling.......
6. 17:30 - 18:00 Pentas Puisi bersama Asahan Aidit, Chalid Hamid, Dini Setyowati, Heri Latief, Mawi Ananta Joni, Sobron Aidit, Zeta Rosa, Zubir Lelo dkk
7. 14:00 - 20: 00 Exposisi Foto Bencana Alam di Yogyakarta

Para hadirin tidak akan dipungut biaya apapun, bahkan akan menerima brosur, menikmati makan bersama dan berbagai pertunjukkan. Acara tersebut dimaksudkan pula untuk menggalang  dana, bersifat kekeluargaan agar kita dapat saling mendekatkan diri. Sumbangan bersifat sukarela sesuai kemampuan.

Terimakasih atas simpati dan niat baik kawan-kawan, untuk turut berpartisipasi secara aktif  buat membantu para saudara kita di Tanah Air.

Salam Sejahtera,
  Ratih Miryanti

Organisasi yang mendukung:
Lembaga Sastra Pembebasan, Stichting Azië Studies, Perhimpunan Dokumentasi Indonesia.

Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi:
- Heri Latief (06-20498914)
- Evarina (06-51686667)

HTIB dapat dijangkau dengan kendaraan umum dari C.S. Amsterdam: Tram 16, 24, 25 turun di Wetering Schans/ Vijzelstraat.

***
  
  Lampiran Karya puisi oleh Fadjar en curhat pengalaman salah satu anggota milis sastra pembebasan:
  
      YOGYA MENANTI
  .....................................................................
  
  Yogya menanti
  dari tumpukan puing puing berserakan
  tangan tangan melambai beri sambutan
  pada relawan relawan yang beri bantuan
  dari seluruh Indonesia dan dunia
  disini tak pandang aliran politik atau agama
  semua pada bekerja sama
  pulihkan derita rakyat akibat gempa.
  
  
  Yogya menanti
  cinta rakyat dari lubuk hati
  curahan air mata
  kesedihan karena kematian
  kita rasakan indahnya setia kawan
  yang lahir dari dasar kemiskinan
  yogya menanti
  dari tumpukan puing puing  berserakan
  kehidupan kita bangun kembali.
  
  
  Yogya menanti
  dibangun kembali pusat peradaban
  kota nasional dan internasional
  segala bangsa jalan lalu lalang
  menikmati kota pusat kebudayaan.
  
  
  
  
                                                   Fadjar Sitepu
  
                                                 2 JUNI 2006



***
  
    --- In [EMAIL PROTECTED], "lalat hijau" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  
  From: "lalat hijau" <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Sun Jun 4, 2006  6:39 am
Subject: catatan 3 hari dari jogja 
  
  Sepengenalan saya, saya bukanlah seorang yang mudah terbawa perasaan (bukan
berarti tidak punya perasaan) terlebih lagi perasaan empati pada orang yang
tak dikenal. Namun perasaan itu tiba-tiba saja bisa muncul sedemikian
besarnya pada warga pengungsi korban gempa kali ini, dan membawa saya
mengikuti arusnya. Ketika datang kesana, apa yang saya lihat langsung di
lapangan sebenarnya tidaklah berbeda dengan apa yang bisa kita lihat di
televisi; bangunan yang runtuh, tenda-tenda yang dibangun di
lapangan-lapangan dsb, tapi ada yang berbeda dan inilah yang paling penting
dari sekedar reruntuhan bangunan yaitu MANUSIA! Manusia yang ditampilkan di
televisi selalu berbeda dengan ketika kita menemui mereka langsung. Faktor
manusia ini tentu saja bukan hal baru bagi Anda, tentunya para relawan,
donatur, atau semua orang yang telah mengetahui apa yang sedang terjadi di
Jogja dan sekitarnya juga bertindak atas dasar faktor yang satu ini. Dan
melalui sikap mereka itulah, sedikit banyak kita kemudian bisa membaca
bagaimana pendekatan dan pemahaman mereka akan manusia. Memang setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda.
  
  Beberapa orang berpikir perhatian adalah kebutuhan manusia yang paling
pokok. Kesedihan akibat kehilangan sesuatu yang berharga (misalnya sanak
keluarga atau harta benda) barangkali bisa disembuhkan dengan mengatakan
pada mereka bahwa kita turut berbela sungkawa dan menaruh perhatian pada
mereka. Ini memang bukan hal yang salah, yang menentukan adalah bagaimana
perwujudan dan bagaimana konteksnya. Bagi segolongan orang, mereka mungkin
masih sulit membayangkan rasanya mengalami kehilangan dalam waktu kurang
dari 1 menit, dalam waktu sesingkat itupun kondisi mereka dipaksa berubah :
tidak punya rumah yang juga merupakan bagian dari eksistensi mereka, juga
makanan, pakaian, pekerjaan, hidup dalam kondisi gelap, kotor, malu, tanpa
rasa aman, jaminan, sementara di saat bersamaan kondisi kesehatan (ia dan
keluarganya) mulai menurun, hanya beberapa waktu setelah ia mendapati orang
yang disayangi telah tiada, semua terakumulasi menjadi satu. Bisa mencakup
semuanya, bisa juga paling tidak sebagian besar dari kondisi itu.

  
  Kenyataannya memang masih ada sebagian orang yang bersimpati namun masih
belum menyadari konteks yang sedang berlaku. Akibatnya, muncullah apa yang
disebut sebagai turis-turis bencana. Mulai dari yang mengendarai mobil
bersama keluarga, naik motor beriringan, bahkan menyewa bus pariwisata ber
AC, mereka datang 'memberi perhatian' pada para pria, wanita, lansia,
anak-anak yang harus berjejal-jejal di bawah terpal yang tidak begitu luas,
yang lapar, mulai sakit, takut dan khawatir akan munculnya hujan deras yang
masih sangat sering turun di malam hari yang mencekam karena penerangan
belum ada, akan datangnya pencuri yang akan mengambil sisa-sisa milik
mereka, akan anak-anak yang tidak punya baju, makanan dan tubuhnya melemah,
mereka juga takut dengan gempa susulan yang masih setiap hari mereka
rasakan, takut akan begitu banyak hal mengenai kemungkinan yang sangat
mungkin terjadi di saat kesedihan masih membayang akibat meninggalnya
saudara, suami/istri, anak, orang tua, sahabat mereka. Di suatu saat ada bis
atau mobil lewat, kecepatannya melambat namun penumpang di dalamnya hanya
membuka kaca dengan sebuah tatapan pada mereka, beberapa juga
menunjuk-nunjuk reruntuhan rumah mereka. Dan setelah itu, berlalu. Di lain
waktu, mobil-mobil atau kendaraan itu berhenti. Para penumpangnya turun
(apakah ada yang mengeluh mual atau tentang AC mobil yang tidak bekerja
baik?). Sebuah bungkusan atau sebuah kardus, entah apa isinya, mereka bawa
dan segera saja mereka mencari ketua RT setempat. Beberapa yang lain sibuk
memotret atau mengabadikan lewat handycam, terutama ketika bungkusan itu
diserahkan kepala rombongan kepada ketua RT setempat. Sementara para bayi
yang terbaring kedinginan di tanah itu diambil gambarnya. Untuk koleksi
pribadi, untuk latihan menjadi fotografer atau untuk ditunjukkan kepada
teman-temannya guna mengatakan bahwa ia sudah pernah pergi ke lokasi
bencana. Sudahkah kalian melihat mereka? Belum pernah, aku sibuk, tak sempat
datang, tapi kantorku/gerejaku/kampusku/partaiku sudah menyumbang 1 dus mie
instant, yah jangan dilihat nilainya lah (lihatlah bahwa itu membuktikan
kalau aku bukan orang atau golongan yang tidak memiliki rasa kemanusiaan).
Lainnya menimpali: Aku sudah menghadiri sebuah konser amal yang hasil
penjualan tiketnya akan disumbangkan kepada korban bencana, asik nih
foto-fotonya, gila Element keren banget nggak sih.Yang lain lagi berkata: di
posko katanya sudah menumpuk sumbangan, aku juga khawatir bantuan dikorupsi
lagipula bisnis lagi sepi, kalau ada waktu aku akan datang sendiri
menyerahkan sumbangannya. Ya sudah.
  
  Pada perjalanan berangkat, saya menemui cukup banyak mobil dengan tempelan
kertas "Keluarga Korban Bencana". Di kota Yogya sendiri malah nyaris setiap
mobil terutama yang berplat nomor selain AB yang hanya membawa manusia
(tanpa sesuatu yang mirip seperti bantuan) menempelkan kertas itu. Namun
saya lupa menanyakan hal itu kepada kawan-kawan di Yogya. Mungkinkah gejala
seperti tulisan "Pro Reformasi" "Pribumi Asli" di depan pintu waktu Mei 1998
juga berulang di Yogya kali ini?
  
  Gempa kali ini memang tak sama dengan tsunami Aceh yang terletak jauh dari
pulau di Indonesia yang menjadi pusat dan yang paling padat (dan banyak
masalah): pulau Jawa, akses pun lebih mudah ditempuh. Mestinya ini bisa
membuat kekurangan pangan, tenda, obat-obatan dsb dapat cepat diatasi, namun
kenyataan yang terjadi tidaklah demikian, sebaliknya selain munculnya
turis-turis bencana tadi, faktor keamanan kemudian menjadi masalah
tersendiri. Kesulitan yang dialami para pengungsi bertambah, tidak hanya
kesedihan, kekurangan dan kekuatiran, namun kesemuanya itu kini juga telah
terakumulasi dalam bentuk kegeraman. Apalagi ketika adanya laporan tindakan
pencurian/penjarahan dimana pelaku penjarahan menyamar sebagai turis bencana
atau relawan. Mereka membawa mobil (bahkan ada juga yang melaporkan tindakan
ini dilakukan staf ambulans) dan tim untuk menjarah dan mencuri sisa-sisa
barang yang tak terlindung di antara reruntuhan, tenda atau posko-posko, di
tengah suasana gelap. Betapa menakjubkan jika memikirkan bahwa kejahatan
yang sangat sangat jahat ini bisa muncul di negara yang masyarakatnya begitu
agamis, yang beberapa waktu lalu ratusan ribu rakyatnya menggelar demo anti
kebejatan dan yang sangat menjunjung akhlak dan moralitas di atas segalanya
ini. Presiden mengatakan tidak ada penjarahan, ada pula yang mengatakan
penjarahan memang ada tapi tidak sistematis. Apapun kata mereka, bentuk
kemarahan para pengungsi itu dapat dilihat di lokasi, mulai dari yang halus,
misalnya lewat tulisan: "Kami bukan Tontonan", "Piknik ya?" dsb hingga
pemeriksaan dan pelarangan masuknya mobil yang tidak membawa bantuan dan
bukti jika mereka benar-benar relawan yang terpercaya. Suasana tidak aman
juga tidak hanya terjadi di lokasi bencana. Beberapa preman yang mengaku
sebagai penggalang bantuan juga menjalankan aksinya. Dengan memaksa
orang-orang menyumbang dalam bentuk uang tunai, bahkan ditentukan jumlah
minimalnya, bahkan ada yang menetapkan jumlah minimal 50 ribu. Apakah
perilaku macam ini disebabkan karena sering melihat wanita pakai tank top
dan rok mini? Sekali lagi bisa kita periksa otak kita masing-masing.
  
  Lalu apa yang dilakukan oleh pemerintah dan para politikus? Ketika
perjalanan berangkat, terutama melewati Klaten, bisa dilihat bagaimana para
politikus memanfaatkan bencana ini sebagai jualan. Kibaran bendera parpol
dan tenda-tenda yang penuh dengan atribut parpol (yang banyak a.l: PKS,
Partai Demokrat, PAN, PKB) sepertinya sengaja didirikan dan dipasang di
pinggir jalan-jalan raya, tentu dengan tulisan besar-besar: "Posko Partai..
Peduli Gempa". Pemandangan 'lucu' juga dilihat kawan saya dimana sebuah
posko PKS (Partai KeADILan SEJAHTERA) dengan benderanya yang begitu besar
berkibar di atas, ternyata dibawahnya hanya membagikan 4 dus mie instant
untuk begitu banyak pengungsi yang lapar. Pemandangan itu boleh jadi
menunjukkan apa yang menjadi prioritas mereka mendirikan posko. Memang
benar, tidak ada pemberian yang benar-benar murni diberikan tanpa berharap
balasan. Orang yang memberi paling tidak akan mengharapkan balasan berupa
ucapan terima kasih atau agar tindakannya dicatat oleh malaikat di surga,
atau untuk mendapatkan kepuasan pribadi melihat orang lain senang. Saya
sendiri mungkin tidak akan menaruh perhatian begitu besar jika yang tertimpa
bencana bukan Yogya, kota yang saya cintai dan telah memberikan saya banyak
hal menyenangkan itu, jadi mungkin ini seperti keinginan membalas budi. Dan
kita tahu apa yang diharapkan oleh partai tersebut, hanya saja menurut saya
balasan yang mereka harapkan atas pemberian mereka tersebut sudah
keterlaluan. Barangkali salah satu kunci keberhasilan dalam dunia politik
memang adalah sifat oportunis, namun benarkah hanya itu? Bagaimana bisa
mereka menganggap masa prihatin akibat bencana ini sama seperti masa
kampanye pemilu? Lagipula apakah yang diperjuangkan para penyandang sifat
oportunis selain kepentingan dan ambisi dirinya sendiri? Tentu saya tidak
akan mau memasrahkan masa depan saya kepada mereka.
  
  Yang dilakukan pemerintah juga tak jauh beda, bahkan jauh lebih buruk jika
mengingat bahwa seharusnya merekalah yang memiliki kewajiban dan tanggung
jawab terbesar dalam menangani masalah yang menimpa warganya. Saya tidak
tahu apakah bantuan dari pemerintah yang dikumpulkan dari berbagai negara
dan sumbangan rakyat lainnya itu sudah mulai didistribusikan atau belum.
Atau mereka masih menunggu para pengungsi mencari KTP mereka yang hilang di
antara reruntuhan serta sapuan aliran hujan dan menunggu ketua RT dan lurah
(yang mungkin masih sering sibuk dan susah ditemui) membuatkan surat
pengantar bagi warganya? Bagaimana dengan warga yang tidak disukai lurah
atau RT setempat atas alasan pribadi? (seperti yang terjadi pada pemilihan
penerima BLT). Laporan adanya RT yang tidak mau mendistribusikan bantuan
yang telah dipasrahkan kepadanya inipun memang ada. Logistik pun menumpuk,
mungkin busuk dan akhirnya dibuang karena para pengungsi yang muak oleh
birokrasi macam itu memilih lebih percaya pada bantuan pihak non-pemerintah.
Kelebihan dalam hal sumber daya (termasuk transportasi) juga tidak membuat
pemerintah mampu mendistribusikan bantuan ke daerah-daerah terpencil yang
masih belum dapat dijangkau bahan-bahan darurat macam makanan, pakaian dan
tenda sama sekali, mungkin juga ada yang proses evakuasinya belum tuntas.

  Padahal dalam perhitungan para ahli (entah ahli apa), masa-masa ini (1
minggu setelah musibah) harusnya sudah dapat dikatakan telah melewati masa
darurat sehingga kini lebih memerlukan bantuan macam obat-obatan (karena
penyakit yang selalu menghinggapi para pengungsi), penerangan, trauma
healing, dsb. Beberapa daerah memang malah sudah mulai mengalami surplus
bantuan bahan makanan di wilayah mereka. Inilah kenyataannya. Dan para
relawan penggalang dan pendistribusi bantuan non-pemerintah sendiri
sepertinya sudah tak ambil pusing dengan bantuan dan langkah lambat
Bakornas, para relawan dan donatur luar negeri nampaknya juga makin lebih
percaya kepada koordinasi posko-posko bantuan non-pemerintah, dan entah
apakah hal ini juga dirasakan oleh para warga pengungsi. Bagi beberapa
pengungsi, kekecewaan pada birokrasi tanpa hasil tadi diluapkan dalam bentuk
penjarahan yang dibawa para pengantar bantuan. Inilah dilemanya, pendataan
dan catatan tentang apa yang dibutuhkan pengungsi, siapa yang menerima, dan
perlunya aturan agar bantuan bisa dibagikan secara merata jelas sangat
diperlukan agar tidak ada pengungsi pria mendapat bantuan pembalut, atau
lansia mendapat susu bayi, agar tidak ada yang terkorupsi, agar bantuan
dapat sesuai dengan apa yang dibutuhkan, dalam hal jumlah atau jenisnya.
Namun contoh yang ditunjukkan birokrasi ruwet ala pemerintah itu telah
menyebabkan pengungsi anti dengan tanda tangan di formulir dan pemusatan
bantuan di satu titik.
  
  Hanya 3 hari 2 malam saya datang ke Yogya, saya merasa bersalah dan sungguh
berat ketika harus pulang kembali karena harus menghadiri acara yang jika
tidak saya hadiri juga akan membuat saya merasa bersalah pula. Saya merasa
kecil dan tidak berguna (kali ini dengan level berbeda dibanding perasaan
tidak berguna yang saya rasakan sebelum ke Yogya). Setiap kali ada orang
yang datang ke posko kami, mengatakan bahwa di daerah anu masih belum ada
tenda, masih banyak bayi yang belum mendapatkan bantuan susu dan makanan,
namun persediaan di posko saat itu sedang habis sehingga orang itu harus
pergi dengan kecewa. Setiap kali ada keadaan dimana mobil pengangkut
membutuhkan sopir, atau keadaan dimana bahan-bahan yang ada kekurangan mobil
untuk mengangkutnya. Setiap kali hujan turun begitu deras menyelimuti hawa
dingin malam di Yogya dan sekitarnya, setiap kali saya duduk tanpa ada
sesuatu yang dilakukan atau tanpa tahu yang mesti dilakukan, ketika
perjalanan pulang paling berat itu mengantarkan saya kembali kesini dan
banyak lagi. Perasaan ketika tidak bisa memberi adalah lebih berat daripada
ketika hendak mengorbankan milik kita untuk diberikan kepada orang lain.
Jadi jika Anda ingin menghindari keduanya, tentu bisa, tapi itu tergantung
pada pandangan pribadi Anda akan manusia itu tadi. Lihat saja pihak-pihak di
atas dan pilihlah pendekatan mana yang lebih cocok untuk Anda, atau Anda
memiliki pendekatan sendiri? Semuanya terserah Anda. Jika bergabung dengan
posko pihak non-pemerintah menjadi pilihan Anda, atau malah ingin mendirikan
posko sendiri karena Anda tidak percaya dengan orang lain selain diri
sendiri, satu hal yang penting adalah koordinasi. Saling berhubungan dengan
posko-posko lain, bertukar informasi sehingga bantuan yang diberikan bisa
tepat sasaran (dari segi jenis, jumlah dll). Sedang untuk yang tidak
memiliki kesempatan untuk terjun langsung ke lapangan seperti saya kini,
keberadaan di lapangan juga bukanlah hal terpenting. Daripada seperti turis
bencana atau malah penjarah, yang penting kini adalah apa yang bisa Anda dan
saya lakukan disini untuk mereka? Saya harap akan ada banyak.




     
http://www.geocities.com/herilatief/
  [EMAIL PROTECTED]
  Informasi tentang KUDETA 65/Coup d'etat '65
Klik: http://www.progind.net/  
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/
  




__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]



Galang Dana Untuk Korban Gempa Yogya melalui Wanita-Muslimah dan Planet Muslim. Silakan kirim ke rekening Bank Central Asia KCP DEPOK No. 421-236-5541 atas nama RETNO WULANDARI.

Mari berlomba-lomba dalam kebajikan, seberapapun yang kita bisa.

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....




SPONSORED LINKS
Women Different religions beliefs Islam
Muslimah Women in islam


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke