Ini ana kirim, bagus untuk dibaca-baca oleh yang rajin membaca.
Muammar Qaddhafi yg pk e-mailnya Abah pd mlm/hr Jmt

MQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQMQ

http://swaramuslim.net/more.php?id=2191_0_1_0_M
Menjawab Islam Liberal [Art. Dawam Rahardjo]
Counter Liberalisme Oleh : Armansyah 17 Apr 2006 - 2:00 pm
Assalamu'alaykum Wr. Wb.,
Artikel saya berikut ini merupakan tanggapan maupun jawaban terhadap salah satu 
artikel Sdr. Dawam Rahardjo berjudul : Negara Tak Perlu Mengatur Kepercayaan 
sebagaimana yang dimuat dalam dalam situs Jaringan Islam Liberal. 
 
Artikel ini saya kirim keforum milis MyQuran, dan eramuslim dimana saya aktif 
pada ketiga milis tersebut dan tidak lupa saya juga mengirimkan tulisan ini 
kealamat email Sdr. Ulil Abshar Abdhalla dan juga redaksi situs Islam Liberal 
yang saya temukan dialamat http://islamlib.com/id/kontak.php dengan harapan 
tulisan ini memang sampai ketujuan sebenarnya. 
 
Sebagai sedikit perkenalan bagi anda yang berada dikomunitas Islam Liberal, 
nama saya Armansyah dengan latar belakang pendidikan Komputer dan sekarang 
berdomisili di Palembang. Saya bukan seorang ustadz dan bukan pula santri dari 
salah satu pesantren manapun, tidak juga berasal dari kalangan organisasi 
keagamaan semacam NU ataupun Muhammadiyah (yang merupakan basis dari Sdr. Ulil 
dan Sdr. Dawam), singkatnya saya hanyalah seorang hamba Tuhan yang mempelajari 
agama "secara otodidak".

Pemahaman saya tidak terikat atau tersekat oleh madzhab manapun dan sekte 
apapun, saya Muslim yang memandang Islam sebagai sebuah ajaran yang universal 
atau Islam yang Rahmatan lil'alamin (tetapi maaf, saya tidak setuju istilah 
Liberal disamakan dengan istilah Universal), lebih jauh anda bisa melihat 
profile saya pada situs : http://armansyah.swaramuslim.net/biodata.html

Untuk menghemat pembicaraan ... saya akan langsung memulai tanggapan saya ...
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Kebebasan beragama merupakan hak asasi tiap warganegara Indonesia yang telah 
dilindungi konstitusi NKRI. Hak sipil tiap anak bangsa itu harus tetap 
dilindungi oleh negara yang mengaku demokratis. Namun hak asasi yang paling 
mendasar itu, kini rentan dirampas dengan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu. 
Negara yang demokratis tak boleh membiarkan tren itu berlangsung terus.
 
Tanggapan Saya :
Anda benar, setiap orang boleh dan memiliki hak dalam menjalankan syariat agama 
serta keyakinannya secara bebas. Hal ini tidak hanya berlaku bagi tatanan 
negara yang menurut anda bersifat demokratis akan tetapi memang secara dogmawi 
pernyataan ini telah diserukan didalam kitab suci oleh Tuhan sendiri. Bahwa 
Allah mengakui kemajemukan yang ada dalam sebuah masyarakat dan untuk itu tidak 
ada pemaksaan-pemaksaan tertentu atas suatu keyakinan, apalagi misalnya itu 
untuk memeluk ajaran Islam. Nabi Muhammad sendiri dalam menyampaikan dakwah 
senantiasa dengan jalan yang persuasif, beliau tidak mengirimkan armada perang 
untuk memaksa sebuah negara agar memeluk ajaran Islam sebaliknya beliau hanya 
mengirimkan delegasi-delegasi damai yang bertugas sebagai pembawa pesannya 
kepada para pimpinan negara tetangga. 
 
Rujukan ayat-ayat al-Qur'an yang saya maksud adalah : Qs. Huud 11: 118 ; Qs. 
az-Zukhruf 43: 33 ; Qs. al-Baqarah 2: 256 ; Qs. al-Kaafirun 109:6 dan Qs. 
al-Hujuraat 49:13
 
Tapi sayangnya ... ide diberlakukannya Piagam Jakarta yang memuat kewajiban 
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya malah tidak bisa diwujudkan justru 
dengan alasan konyol kaum kafir.
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Soal pengertian, orang yang menentang kebebasan beragama terkadang mengatakan 
bahwa mereka menolak karena kebebasan itu memang ditafsirkan sebagai kebebasan 
yang sebebas-bebasnya, atau kebebas-bebasan. Padahal yang kita inginkan dari 
kebebasan tidaklah begitu. Kebebasan selalu diikuti dengan tangung jawab, 
sehingga menjadi kebebasan yang bertanggung jawab.
 
Apa itu kebebasan yang bertanggung jawab? Kebebasan yang bertanggung jawab 
adalah kebebasan yang tidak menimbulkan kerugian atau kecelakaan bagi orang 
lain, sekaligus menghargai dan melindungi kebebasan orang lain. Itulah yang 
sesungguhnya bentuk kongkret dari kebebasan yang bertanggungjawab. 
 
Tanggapan Saya :
Secara teori saya setuju dengan apa yang anda maksud sebagai kebebasan yang 
bertanggung jawab ini. Akan tetapi fakta dilapangan berbicara lebih dari apa 
yang terdapat didalam teori tadi. Saya berpendapat bahwa tetap harus ada aturan 
main yang disepakati dalam melakukan kebebasan yang bertanggung jawab tersebut, 
defenisi yang anda berikan masih terlalu luas dan masih bisa dimulti tafsirkan 
sehingga membuat pernyataan anda sangat mungkin disalah terjemahkan oleh 
sebagian orang.
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Kebebasan beragama menyangkut atau termasuk juga kebebasan untuk tidak 
beragama. Bersikap atheis boleh saja. H. Agus Salim, seorang pemimpin besar 
Islam di masa kemerdekaan, pernah mengatakan, orang atheis atau orang tidak 
beragama tetap punya hak hidup di Indonesia. Jadi mereka punya kekebasan untuk 
hidup. 
 
Tanggapan Saya : 
Masalah hidup atau berdomisili saya rasa setiap orang pada dasarnya berhak 
untuk menentukan dimana saja dia inginkan, bumi Allah ini terbuka bagi 
siapapun, entah dia kafir atau muslim, dia atheis atau non-atheis, bukti nyata 
kita lihat dunia ini sarat dengan berbagai bentuk masyarakat yang berbeda 
agama, adat-istiadat, keyakinan dan sebagainya ... jika memang bumi ini hanya 
terbuka bagi orang-orang yang Muslim saja, niscaya orang-orang diluar kelompok 
ini akan diberangus sejak lama oleh sang empunya bumi itu sendiri, yaitu Allah 
azza wajalla.
 
Jadi sekali lagi ini tidak hanya menyangkut Indonesia saja dan tidak pula hanya 
menyangkut sistem kenegaraan semata ... 
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Tapi di sini, saya tetap membedakan sikap atheis dengan atheisme. Atheisme 
merupakan paham yang dipropagandakan atau disiarkan ke khalayak. Konsekuensinya 
adalah sikap anti-agama. Kalau kembali ke konstitusi Indonesia, saya rasa sikap 
itu akan dilarang karena kita sudah mendasarkan diri pada sila Ketuhanan Yang 
Maha Esa. 
 
Ketuhanan Yang Maha Esa antara lain berarti tidak membolehkan kebebasan untuk 
bersikap anti-agama atau tidak suka terhadap agama tertentu seperti yang pernah 
ada di negara-negara komunis atau sebagian negara Eropa Barat. 
 
Tanggapan Saya : 
Sdr. Dawam ... jika kita lihat secara langsung kehidupan ditatanan akar rumput, 
apa yang disebut sebagai sikap atheis dan atheisme nyaris tidak bisa dibedakan 
sebagaimana yang anda utarakan diatas. Orang yang atheis pada saat dia 
mengomentari sesuatu hal pasti akan melakukannya berdasarkan keyakinan 
atheisnya yang boleh jadi secara tidak langsung dapat menyebar atau merasuk 
pada pemikiran orang-orang lain yang sebelumnya bukan seorang atheis sehingga 
orang itu jika terus-terusan bergaul dengan orang yang atheis tadi cepat atau 
lambat pasti ikut terpengaruh, apalagi jika dia sangat awam dalam beragama.
 
Karenanya ya saya setuju sekali bila dengan dasar pertimbangan kemaslahatan 
umat beragama, maka negara kita melarang pemahaman anti-agama tersebut untuk 
tinggal, hidup serta menyebarkan keyakinannya di Indonesia.
 
Berbicara masalah konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, sebenarnya jika mau jujur, 
inipun tidak berlaku untuk orang-orang dari ajaran Katolik, Protestan dan 
sejenisnya yang berpahamkan Tritunggal, sebab konsep mereka jelas bukan lagi 
bersumber pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Disana ada Tuhan Yesus serta Tuhan Roh 
Kudus yang diklaim juga sebagai Tuhan selain Tuhan Bapa. Dan bagaimanapun 
hebatnya mereka berusaha menjelaskan atau mendeskripsikan sistem ketuhanan 
Bapa, Yesus dan Roh Kudus yang menurutnya sangat misterius itu kedalam konsep 
Ketuhanan Yang Maha Esa dinegara Indonesia ini, mereka sebenarnya tetap tidak 
memenuhi kualifikasi yang sesungguhnya dari Ketuhanan Yang Maha Esa itu sendiri.
 
- Panjang lebar masalah ini saya kupas dalam salah satu artikel saya bisa anda 
akses di http://armansyah.swaramuslim.net/analisa_trinitas.htm
 
Akan tetapi faktanya ... dinegara yang berkonsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini 
masih bisa tumbuh subur ajaran-ajaran yang justru tidak mengesakan Tuhan, 
karenanya saya melihat kita sendiripun justru sudah tidak konsekwen dengan 
konsep tersebut dalam sistem berkenegaraan. Untuk urusan atheis kita memang 
tegas menggunakan konsep itu namun sebaliknya terhadap keberadaan agama yang 
bertuhan plural kita malah membuat konsep itu menjadi tumpul dan mencari-cari 
celah memulti tafsirkannya.
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Kita tahu, dalam hadis sudah banyak gambaran tekstual tentang segi-segi fisik 
nabi. Jadi dengan membaca hadis-hadis itu, seorang pelukis sebenarnya bisa 
melukiskan bentuk orang yang kira-kira mirip dengan gambaran hadis tadi tentang 
nabi. Tapi kalau nabi digambarkan gendut, padahal di hadis nabi itu digambarkan 
langsing, itu sudah disinformasi. 
 
Sebab secara logika, nabi tak mungkin gendut, karena dia sehari makan sehari 
tidak. Kalau berjalan, dia seperti orang yang turun gunung alias cepat. Tidak 
mungkin orang gemuk bisa jalan cepat. Karena itu, kalau tidak digambarkan 
seperti itu, mungkin gambar itu bisa dibilang bodoh, tidak punya dasar, atau 
mungkin diniatkan untuk memberi citra buruk mengenai Nabi Muhammad dan agama 
yang dibawanya. Itu tidak boleh. 

Tanggapan Saya : 
 
Mungkin anda lupa bahwa dalam beberapa hadis, justru perawakan Nabi digambarkan 
bertubuh gemuk, terutama ditahun-tahun terakhir kehidupan beliau Saw, berikut 
akan saya tuliskan satu hadis diantaranya :
 
Dari Ummi Qais binti Mahsun, sesungguhnya Nabi Saw ketika sudah berumur lanjut 
dan gemuk, ia memakai tongkat dalam sholat, ia bertekan dengannya. - Riwayat 
Abu Daud
 
Sumber : 
Terjemahan Nailul Authar Jilid 2
Himpunan Hadits-Hadits Hukum
hal 631 Bab : Dimakruhkannya Menganyam jari-jari ...
Diterbitkan oleh PT. Bina Ilmu Jl. Tunjungan 53 E Surabaya, 1993 Telp. 
031-40076 / 523214
Terjemahan dari kitab Nailul Authar oleh Asy Syaukani dari kitab al-muntaqa Ibn 
Taimiyah
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Apakah seseorang yang puas menjadi atheis boleh mengikrarkan diri sebagai 
seorang atheis dalam negara Pancasila? 
 
Menurut saya boleh. Di Perancis, Jean Paul Sartre terang-terang menyatakan diri 
atheis. Di Inggris, Bertrand Russel menyatakan diri agnostik atau setengah 
atheis. Itu mestinya boleh, asal jangan membuat propaganda kebencian, apalagi 
penghinaan terhadap suatu agama. Dalam sejarah kesastraan Indonesia, ada 
seorang yang bernama Suradal. Dia menyatakan diri atheis, sebab di tahun 
1950-an para penyair Indonesia masih berada dalam iklim yang cukup bebas dan 
cukup sekuler. Jadi, mereka berani terang-terangan mengatakan itu. 
 
Tapi dengan berkembangnya kekuatan Islam sebagai mayoritas, banyak orang yang 
takut menyatakan diri atheis. Sebab kalau bilang tidak bertuhan atau tidak 
beragama, dia tak akan dapat KTP. Karena itu, banyak yang menyembunyikan atau 
menyimpan keatheisannya. Mereka tetap menyatakan diri Islam, Budha, Keristen, 
atau lainnya, sekalipun mereka sesungguhnya tidak percaya pada suatu agama. 
 
Tanggapan Saya : 
 
Pernyataan anda ini menjadi rancu dengan pernyataan anda sebelumnya yang 
menyebutkan bahwa paham atheis seyogyanya dilarang dinegara kita, sebab 
bertentangan dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini benar-benar sebuah 
sikap yang mendua, apalagi dibagian akhir komentar anda ini jelas-jelas anda 
malah menyebut Islam sebagai alasan orang takut menyatakan diri atheis.
 
Jelas sangat tidak obyektif dan tidak ada nilai kejujuran didiri anda, sebab 
fakta negara Indonesia ini meskipun mayoritasnya Islam tetapi sistem hukum yang 
dianut bukanlah negara agama dan tidak pula menerapkan hukum-hukum Islam dalam 
konsep bernegara; malah sejarah mencatat setiap kali ada usaha untuk menegakkan 
syariat Islam bagi para pemeluknya dinegara ini selalu dihalang-halangi bahkan 
sampai diperangi.
 
Sekali lagi, saya katakan anda tidak cukup jujur dalam hal ini.
Bukan keberadaan Islam yang menyebabkan orang Atheis takut mengutarakan 
keatheisannya namun karena memang konstitusi kita, Pancasila kita, UUD45 
kita-lah yang mengatur hal ini.
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Negara harus bersikap netral terhadap semua agama dan tak boleh melarang 
timbulnya suatu aliran kepercayaan atau agama apapun. Kalau ada suatu kelompok 
yang misalnya ingin mendirikan agama sendiri, seperti Komunitas Eden, itu tak 
bisa dilarang oleh negara. Artinya, biar pasar atau masyarakat yang menilai. 
Kalau agama itu mengajarkan hal yang aneh-aneh, pasti dia akan ditolak oleh 
masyarakat. Biar masyarakat yang menolak. 
 
Tapi menolaknya hendaklah dengan cara tidak ikut aliran itu saja, bukan dengan 
melakukan tindak-tindak kekerasan dalam rangka menghukum mereka. Sebab di 
Qur'an sendiri sudah dikatakan bahwa yang punya hak menghukum keyakinan 
seseorang kelak hanyalah Tuhan. Hanya Aku yang berhak menghukum, sementara kamu 
hanya bertugas untuk menyampaikan, memberi kabar. Menghukum adalah urusan-Ku, 
kata Tuhan. 
 
Tanggapan Saya : 
 
Disinilah letaknya apa yang sudah pernah saya singgung sebelumnya bahwa 
defenisi kebebasan bertanggung jawab yang anda berikan masih terlalu luas dan 
masih bisa dimulti tafsirkan termasuk oleh diri anda sendiri.
 
Dalam membangun sebuah negara, kita tidak bisa menyamakannya dengan konsep 
menjual barang dagangan dipasar, dimana ada dua atau lebih pedagang yang 
berjualan barang yang sama dengan berbagai model harga dan statusnya. ; Ada 
yang jual mahal tapi manis, ada yang jual murah tapi agak masam, ada pula yang 
berjualan dengan harga terjangkau tetapi manis tidak masampun tidak dan 
seterusnya.
 
Dipasar seperti itu, orang bebas saja mau membeli yang mana, pedagang seperti 
apa, model bagaimana dan lain sebagainya. Bagi yang dianggap tidak layak 
mungkin tidak akan dibeli orang dan tentu tidak akan perlu terjadi tindak 
kekerasan apapun (meski banyak juga kejadian dilapangan orang yang berantem 
gara-gara merasa tersaingi dagangannya).
 
Didalam bernegara, jelas harus ada rambu-rambu yang jelas yang mengatur tumbuh 
kembangnya sebuah ajaran atau agama dinegara tersebut, sebab ini menyangkut 
orang banyak dan tidak jarang memiliki persinggungan kuat dengan agama-agama 
lain yang sudah ada. Misalnya ya seperti yang anda katakan itu : komunitas 
Eden, mereka ini jelas bersinggungan dengan agama Islam yang digunakan sebagai 
basis awal yang akhirnya diselewengkan dan membuat keresahan dimasyarakat serta 
secara dogmawi telah menimbulkan kerugian bagi agama Islam dan umatnya.
 
Ingat, anda pernah mengatakan "Kebebasan yang bertanggung jawab adalah 
kebebasan yang tidak menimbulkan kerugian atau kecelakaan bagi orang lain, 
sekaligus menghargai dan melindungi kebebasan orang lain" - lihat kembali 
tulisan anda tersebut dibagian atas artikel saya ini.
 
Jelas kehadiran serta sepak terjang komunitas Eden sudah diluar dari batasan 
kebebasan yang bertanggung jawab sebagaimana anda maksudkan, oleh karenanya 
tidak usah disalahkan bila terjadi tindakan spontanitas dari masyarakat 
-terutama umat Islam- yang merasa terganggu dengan keberadaannya, sementara 
pihak pemerintah bergerak cukup lamban menangani masalah tersebut.
 
Saya tidak tahu seberapa jauh anda memahami komunitas Eden ini, namun sebagai 
informasi, saya pernah melakukan Mubahalah dengan Lia Aminuddin diawal 
berdirinya gerakan mereka yang waktu itu masih memakai nama Salamullah, anda 
bisa melihat juga analisa lengkap yang saya lakukan terhadap jemaah ini berikut 
dengan jemaah Ahmadiyah pada situs saya di : 
http://armansyah.swaramuslim.net/ahmadi_salam.htm
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Sebab di Qur'an sendiri sudah dikatakan bahwa yang punya hak menghukum 
keyakinan seseorang kelak hanyalah Tuhan. Hanya Aku yang berhak menghukum, 
sementara kamu hanya bertugas untuk menyampaikan, memberi kabar. Menghukum 
adalah urusan-Ku, kata Tuhan. 
 
Tanggapan Saya : 
 
Anda terlalu meliberalkan kontekstual serta sejarah yang berlaku didalam 
kehidupan beragama dan bernegara, konsep anda semakin terasa kosong dari makna.
 
Sebab para Nabi dan Rasul itu diutus selain sebagai pembawa kabar dan penyampai 
wahyu, mereka juga berfungsi sebagai pemimpin dan hakim yang mengatur tata cara 
berkehidupan didalam masyarakat termasuk dalam hal berkeyakinan. ; Misal anda 
bisa melihat dalam sejarah turunnya surah 9 at-Taubah ayat 107 dan seterusnya, 
atau juga kisah bagaimana Nabi memerangi keyakinan terhadap sistem keberhalaan 
masyarakat dikota Mekkah dan Madinah, memerangi keyakinan yang dikobarkan oleh 
Musailamah al-Kadzab ... atau misalnya bagaimana juga dengan cara Ibrahim yang 
menghancurkan berhala yang menjadi kepercayaan atau keyakinan dari kaumnya ... 
juga Musa alaihissalam yang menghukumi sesat keyakinan yang sudah dikobarkan 
oleh Samiri ditengah masyarakat.
 
Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu dan 
bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang 
bertaqwa. -Qs. al-Baqarah  2:66
 
Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi 
penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan 
pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. -Qs. an-Nuur 24:34
 
Anda sebagai orang yang ahli dibidang agama, apalagi pernah aktif diorganisasi 
Muhammadiyah seharusnya bisa lebih tahu dan mengerti mengenai hal ini, tetapi 
sayang pernyataan yang anda kemukakan malah menunjukkan citra anda sebagai 
orang yang memang tidak paham dan mengerti agama ... juga bernegara.
 
Negara adalah keluarga dalam ruang lingkupnya yang luas dan besar, dia punya 
kepala negara yang berfungsi sebagai Imam atau pemimpin rumah tangga, dan 
lazimnya didalam keluarga atau negara, tentu ada yang namanya aturan 
perundang-undangan .... ini salah satu mekanisme hukum agar negara itu tidak 
labil dan bisa mengayomi kemajemukan yang ada dalam masyarakatnya sehingga 
tidak timbul kekacauan demi kekacauan.
 
Saat sesuatu itu berkembang dan berubah menjadi kekacauan, adalah tugas kepala 
negara melalui aparatur atau pembantu-pembantunyalah melakukan tindakan yang 
tegas termasuk menghukum orang yang menjadi sebab terjadinya kekacauan itu. 
Dengan demikian negara bisa berdiri dan berdaulat secara penuh, hanya omong 
kosong saja negara tidak perlu dengan aturan atau perundang-undangan. Ini 
pemikiran yang keblinger.
 
Perut saja perlu aturan makan kok ... coba kacaukan pola makan standar ... 
perut akan berontak dan akan menghukum tubuh misalnya dengan penyakit maagh dan 
sejenisnya, ini baru contoh paling sederhana.
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Apakah negara yang mengakui kebebasan beragama perlu mencantumkan agama resmi 
negara? 
 
Tidak. Negara harus sekuler; mesti memisahkan diri dari agama apapun. Namun, 
ini tidak berarti negara mesti bermusuhan dengan agama tertentu. Soal sikap 
negara terhadap agama-agama, memang biasanya bervariasi. Negara yang komunis 
akan sangat keras terhadap agama dan menganggapnya sesuatu yang negatif bahkan 
sumber penyakit masyarakat. 
 
Di negara sekuler seperti Perancis, ada pembatasan ekspresi keagamaan di ruang 
publik dalam rangka menjaga ruang publik dari sentimen-sentimen keagamaan. Tapi 
di negara-negara lain seperti Kanada, ekspresi keagaman berlangsung bebas. Di 
Amerika, ekspresi keagaman juga berlangsung bebas, sehingga Amerika terkenal 
dengan para penghotbah, pastur-pastur atau pendeta-pendeta yang kondang dalam 
mewarnai wacana publik. Kadang-kadang, pertunjukan seperti itu bahkan sering 
menjadi entertainment atau hiburan tersendiri.
 
Tanggapan Saya : 
 
Sebagai orang muslim apalagi berpendidikan tinggi, anda pasti tahu apa itu 
defenisi agama atau ad-Dien. Kata agama memang sering dipadankan pengertiannya 
terhadap Dien, padahal istilah Dien jauh lebih kompleks daripada pengertian 
a-gama yang berarti sesuatu yang tidak kacau. Ada banyak keharmonisan dialam 
semesta ini, bahkan banyak pula ajaran-ajaran hasil olah manusia yang tidak 
mengandung kekacauan didalamnya, tetapi lucunya itu tidak disebut sebagai agama 
meskipun secara maknawiah sama.
 
Dien merupakan jalan hidup yang berisikan petunjuk, bimbingan dan tuntunan bagi 
manusia didalam berproses didunia ini selaku Khalifah Tuhan. Karena itu Dien 
tidak bisa dilepaskan dari satu titikpun celah kehidupan manusia, baik dalam 
keadaan beribadah vertikal maupun melakukan tugas fungsionaritasnya sehari-hari 
termasuk dalam bernegara. 
 
Seorang pekerja kantoran dia tidak bisa melepaskan Dien saat dia sibuk dengan 
semua urusan kantornya, seorang artis pun tidak bisa menanggalkan Diennya saat 
sedang berada dipanggung menghibur masyarakat dan sebagainya dan seterusnya, 
apapun status sosial kita, pekerjaan kita, pemikiran kita semuanya tidak 
terlepas dari Dien yang sudah diturunkan oleh Allah.
 
Itulah kenapa didalam Islam tidak ada pemisahan antara "agama" dengan 
kehidupan, jika ada ulama atau kyai sampai mengatakan adanya pemisahan antara 
agama dan kehidupan termasuk bernegara, maka orang itu belum pantas untuk 
disebut seorang ulama Islam, belum pantas dia dipanggil seorang kyai, karena 
pengetahuan dan wawasan ke-Islamannya masih teramat sangat dangkal sekali, 
mungkin juga dia sudah terpengaruh budaya barat yang memisahkan gereja dari 
kehidupan namun tetap saja ucapannya tidak bisa dibenarkan baik secara logika 
ataupun dari sudut pandang "agama" itu sendiri.
 
Saat Dien atau okelah kita sebut saja dengan agama itu mulai dipisah dari 
kehidupan sosial, maka saat itu juga manusia akan lepas kendali, dia akan 
berbuat semau-maunya, dia akan korupsi, dia akan menari telanjang, dia akan 
membunuh, mabuk-mabukan, melakukan seks bebas, menerbitkan majalah Playboy, 
melegalisasi pornografi plus porno aksi atas nama seni, meledakkan bom dan 
berbagai tindak kejahatan lainnya, karena dia tidak ada urusan dengan yang 
namanya agama, baju agama baru dipakai saat ada acara kawinan, sunatan, 
tahlilan, maulud Nabi, jumatan, lebaran dan seterusnya. Sungguh saya sangat 
tidak mengerti pola pikir seperti ini, termasuk pola pikir anda Sdr. Dawam 
Rahardjo.
 
Intinya agama itu bisa diterapkan dalam semua bentuk kehidupan dan semua status 
sosial serta kenegaraan, sebab agama tidak melulu mengatur bagaimana cara 
sholat atau bagaimana cara berdzikir, tetapi juga mengatur bagaimana cara 
bernegara, mengatur masyarakat dan tatanan nilai yang ada didalamnya. Akhirnya, 
Dien atau agama adalah bersifat menyeluruh, bersifat totalitas, mencakup semua 
aspek kehidupan, terimalah dia dengan kaffah, wajarlah dalam bersikap, jangan 
memecah belahnya, itulah esensi Dien yang sangat mendasar setelah Tauhid.
 
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah, dan 
janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh 
yang nyata bagimu. Qs. 2 al-Baqarah: 208
 
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya 
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa 
yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.Amat 
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah 
menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk 
kepada-Nya orang yang mau kembali (kepada-Nya). QS. 42:13
 
Dalam kasus pemisahan negara dengan agama yang menurut anda lantas hal ini bisa 
juga diterapkan didalam Islam padahal Machiavelli (1469-1527) saat ia 
mengeluarkan teori tersebut disebabkan latar belakang kekacauan yang berkecamuk 
antara gereja dengan negaranya. 
 
Dibarat sana, jangankan dengan negara ... agamapun bahkan harus dipisahkan 
dengan ilmu teknologi modern, sebab memang agama dianggap berkonfrontasi 
terhadapnya. Setiap keterangan ilmu yang tidak sepaham dengan gereja segera 
dibatalkan oleh Kepala Gereja. Itulah yang terjadi pada Astronom Nicholas 
Copernicus (1507) yang menghidupkan kembali ajaran orang-orang Yunani dijaman 
purba yang mengatakan bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi 
sebagaimana ajaran gereja dan tercantum pada Yosua 10:12-13, melainkan bumi 
yang berputar dan mengedari matahari.
 
Galileo Gelilei yang membela teori tersebut pada tahun 1633 diancam hukuman 
bakar seandainya dia tidak mencabut kembali teori tersebut oleh Inkuisisi, 
yaitu organisasi yang dibentuk oleh gereja Katolik Roma yang menyelidiki ilmu 
klenik sehingga sikap gereja yang kaku itu telah menimbulkan tuduhan bahwa 
agama menjadi penghalang bagi kemerdekaan berpikir dan kemajuan ilmu.
 
Dari keadaan demikian terjadilah berbagai pemberontakan dari dalam. 
Pada tahun 1517 terjadi reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther sehingga 
menimbulkan kelompok Protestan. 
 
Pada tahun 1992, yaitu setelah 359 tahun kecaman kepada Galileo dilontarkan 
oleh pihak gereja, akhirnya gereja Katolik Roma secara resmi mengakui telah 
melakukan kesalahan terhadap Galileo Gelilei dan Paus Yohanes Paulus II sendiri 
telah merehabilitasinya.
 
Rehabilitasi diberikan setelah Paus Paulus menerima hasil studi komisi Akademis 
Ilmu Pengetahuan Kepausan yang dia bentuk 13 tahun sebelumnya dengan tugas 
menyelidiki kasus itu. Komisi ini memberitahukan, anggota Inkuisisi yang 
mengecam Galileo telah berbuat kesalahan. Mereka menetapkan keputusan secara 
subjektif dan membebankan banyak perasaan sakit pada ilmuwan yang kini 
dipandang sebagai bapak Fisika Eksperimental itu.
 
Semuanya ini jika kita mau jujur adalah karena memang kitab yang diyakini suci 
oleh pihak gereja dan barat itu bukanlah murni wahyu Tuhan lagi, namun 
bercampur dengan mitos serta intervensi tangan-tangan manusia jahil lainnya 
sehingga agama dalam kasus mereka memang hanya menimbulkan kekisruhan saja jika 
disatukan dengan sistem bernegara dan sains modern.
 
Sejak jaman dahulu ajaran-ajaran pokok agama telah bercampur-aduk dengan 
keterangan-keterangan tentang mekanisme alam, baik yang bercorak ilmiah rancu 
[pseudoscientific], mitos maupun yang bersifat legendaris. Intuisi dasar 
manusia menyatakan bahwa semua kebenaran itu satu dan saling berkaitan satu 
sama lain karena itu orang mencampur-adukkan semua hal secara sembrono; fakta 
dicampur-aduk dan dikacaukan begitu saja dengan nilai. 
 
Orang yang meyakini kebenaran suatu agama juga disuruh percaya begitu saja 
kepada segala macam mitos penciptaan sehingga kebenaran agama tertutup. Sikap 
menentang para ilmuwan terhadap agama terutama disebabkan oleh adanya perbedaan 
antara ilmu pengetahuan yang telah teruji mengenai alam dengan mitos-mitos 
alegorik yang dipaksakan untuk diyakini sebagai [bukti-bukti] kebenaran 
tertulis mengenai fakta-fakta kosmologis dan historis yang ada. 
 
Fakta bahwa Islam sendiri tidak pernah menuai konfrontasi dengan Sains maupun 
sistem kenegaraan ... Madinah dijaman pemerintahan Nabi, Abu Bakar dan Umar 
mungkin bisa kita jadikan parameter sukses pemberlakuan sistem kenegaraan 
secara Islam.
 
Jaman keemasan Islam yang berlangsung selama periode Abbasiyah di Baghdad 
(750-1258) dan Umaiyah di Spanyol (755-1492), tinggal kenangan belaka.
 
"Pada jaman orang-orang Eropa masih menyelam dalam kebiadaban yang teramat 
gelap, Baghdad dan Cordova, dua kota raksasa Islam telah menjadi pusat 
peradaban yang menerangi seluruh dunia dengan cahaya gilang gemilangnya." 
demikian kata Dr. Gustave Le Bone.
 
Dalam permulaan abad pertengahan tak satu bangsapun yang lebih besar 
sumbangannya untuk proses kemajuan manusia selain dari bangsa Arab. 
Mahasiswa-mahasiswa Arab sudah asyik mempelajari Aristoteles tatkala Karel 
Agung bersama pembesar-pembesarnya masih asyik belajar menulis namanya. 
Disekitar abad X, Cordova adalah kota kebudayaan yang ternama di Eropa dengan 
Konstantinopel dan Baghdad merupakan kota-kota pusat kebudayaan didunia.
 
Sdr. Dawam Rahardjo menulis :
Ketiga, semua itu tak cukup kalau tidak diikuti dengan tahap dialog, taaruf, 
atau saling pengertian antar semua orang yang berbeda pendapat dalam suatu 
agama sekalipun. Sebab, 93% umat beragama di dunia ini menganut agama tertentu 
karena kebetulan, bukan melalui proses pencarian yang intensif terhadap apa 
yang dia anggap benar. Begitulah yang dikatakan teolog Jhon Hicks. Terus 
terang, saya pada mulanya juga termasuk orang yang beragama tanpa proses 
pencarian sejak awal. Saya berislam karena bapak/ibu saya memang orang Islam, 
walau di kemudian hari saya meyakini kebenaran Islam. 
 
Tanggapan Saya : 
 
Mungkin untuk yang terakhir ini kita sama, sayapun pada awalnya Islam karena 
orang tua beragama Islam, tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambah 
dewasanya diri ini, akhirnya saya mencoba menggali dan membuktikan kebenaran 
keimanan Islam saya hingga menjadi seperti sekarang ini.
 
Tidak usah heran, saya sangat universal dalam memahami Islam meski menolak 
keras mempersamakan universal dengan liberal, saya tidak berpaham diatas 
dogmawi semata, saya juga tidak menganut sistem taklid dalam beragama, doktrin 
keagamaan buat saya harus bisa diterima oleh semua kalangan dan dengan akal 
sehat.
 
Demikian.,
Kurang dan lebih saya minta maaf ... semoga artikel saya ini bisa memberikan 
pencerahan atau membangkitkan kembali semangat keagamaan anda yang sudah 
terangkat oleh nilai-nilai liberalisme barat yang ada.
 
Wassalam.,
 
 
Armansyah
http://armansyah.swaramuslim.net



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Everything you need is one click away.  Make Yahoo! your home page now.
http://us.click.yahoo.com/AHchtC/4FxNAA/yQLSAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Galang Dana Untuk Korban Gempa Yogya melalui Wanita-Muslimah dan Planet Muslim. 
Silakan kirim ke rekening Bank Central Asia KCP DEPOK No. 421-236-5541 atas 
nama RETNO WULANDARI. 

Mari berlomba-lomba dalam kebajikan, seberapapun yang kita bisa.

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke