Kang Wida, saya termasuk yang penasaran dengan pola hubungan anak-ortu, jaman saya duluuu; bapak sedang tidur, kita berjalan didepan kamarnya saja berjingkat-jingkat, tidak pernah berani meminta sesuatu kepada ortu, meski sepatu dah bolong, kalo ortu belum membelikan ya dipakai sampai kaki sakit. Kalo ibu lupa memberikan uang saku (hanya untuk transport) tidak berani minta dan ke sekolah berjalan kaki. karena kami semua tahu betapa miskinnya ortu kami. Bahkan bila tidak ada nasi pun kami tak berani bertanya, cuma diam menahan lapar atau ke kebun mencari singkong atau ketela rambat, merebusnya dan makan dengan riang.
sekarang anak saya dengan tenang menukar handset telpon genggam tanpa ijin, sampai saya kalang kabut. Ada perubahan sangat mendasar pola hubungan ortu-anak di tahun 70-an dan tahun 2000-an. Saya tidak menganggap anak sebagai investasi atau pun sub-ordinan, saya percaya kalo kami (sbg ortu) mati mendadak anak-anak akan survive (life will find a way - kata Michael Crichton). Tidak juga terlalu memaksa anak belajar dengan meyakinkan pada mereka bahwa sekolah bukan untuk kepentingan ortu; tapi untuk kepentingan mereka. Dalam beberapa hal anak-anak saya tampak kurang ajar; tapi juga memiliki kemandirian. hubungan dengan kasus pokok bahasan; saya juga menemukan seorang Ibu yang memang agak membenci anaknya, ini unik sekali. Nah kalo masalahnya 'uang' yang hutang itu ibu, saya sih setuju saran suami si mbak itu ; udahlah impasin aja, shodaqoh pada ibu khan baik. Nah hubungannya dengan keinginan memiliki rumah saya memiliki pengalaman unik. pertama menikah dan masih ngontrak bermimpi punya rumah sendiri meski kecil, akhirnya terlaksana membeli rumah type 21; pas mau pindah terasa amat kecil ... akhirnya batal pindah, dalam hati berpikir kalo agak gedean enak kali ya, usaha lagi dan berhasil membeli rumah type 36, sedikit di rehab. bersama waktu anggota keluarga saya bertambah, ada adik ipar,ponakan, mertua, yang hidup bersama; pas mau pindah, lagi2 merasa ruangan tidak cukup; urung pindah, usaha mendapat rumah yang lebih besar; tercapai dengan rumah type 45; kejadian sama berulang lagi. sampai akhirnya saat membeli rumah type 54 dengan tambahan tanah baru berani pindah :=)) itupun musti menambah bangunan (maklum keluarga besar). sekarang saya gak merasakan perbedaan antara tinggal di rumah sendiri atau ngontrak, punya mobil pribadi atau tidak, punya penghasilan atau tidak .... saya kok merasa tentram saja ya :=)) membiarkan hidup mengalir bagai air ..... mungkin faktor usia memang berpengaruh; I am 40 now.... :=)) salam -------------- Linux user #421968 LINUX machine #329358 UBUNTU user #4001 ------------ quoted ----------------------- Tue, 22 Aug 2006 16:26:20 +0700 [EMAIL PROTECTED] wrote: ------------------------------------------- Mbak Chae berpendapat seperti ini dalam posisinya sebagai seorang anak atau sebagai seorang ibu? Apakah sudah pernah memakai kedua jenis kacamata itu? Salam, ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/