Jalan Islam yg benar harus melalui pendidikan spt pada masa kejayaannya beberapa abad yg lalu.
Mengapa Nasrani dan Yahudi unggul sekarang? Coba lihat saja kualitas universitas mereka. Kualitas universitas akan ikut menentukan kualitas suatu bangsa. Kualitas universitas akan tinggi jika sistem pendidikan secara menyeluruh juga berkualitas. Kualitas ini hanya akan dicapai dg jumlah investasi yg cukup dan dedikasi yg tinggi dari semua pihak. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "He-Man" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Jalan Islam > > Oleh : Haedar Nashir > > Banyak jalan orang menjadi Islam. Menjadi lebih Muslim. Meningkat lagi > jadi mukmin. Amar bin Yasir sekeluarga pada awal masuk Islam sempat > tak tahan oleh siksaan kaum Quraisy, sehingga seolah berubah akidah > dan menimbulkan gunjingan di kalangan para sahabat kala itu. Tapi Nabi > sangat memercayai dan memakluminya. Sahabat Nabi yang satu ini > akhirnya menjadi sahabat akbar. Umar bin Khattab masuk Islam melalui > proses yang kontoversial, tetapi akhirnya menjadi tokoh penting dalam > barisan depan Islam. Menjadi Khalifah yang ternama, populis, jujur, > dan egaliter. > > Para Wali dan pendakwah generasi awal memiliki cara sendiri dalam > menyebarkan Islam di Nusantara tercinta ini. Dengan pendekatan yang > lentur dan penuh damai, penduduk negeri ini secara mayoritas kemudian > menjadi Muslim. Tapi kisah sukses Islamisasi tersebut tak sekali jadi. > Tidak linier. Islamisasi berlangsung secara kultural, bagai air > mengalir. Menurut Benda Islamisasi itu berlangsung dalam dinamika > persambungan sekaligus perubahan. Di Jawa prosesnya menurut Geertz > melahirkan komunitas santri dan abangan, yang kini melakukan > konvergensi. Sehingga menjadi Islam tidak berarti melucuti diri secara > total dari akar kultural sebelumnya. Selalu hadir dialektika yang > unik, kadang penuh mozaik. > > Tapi di kemudian hari memang tumbuh kerigidan. Pola ortodoksi hadir > dengan kuat hasil transmisi Islam Timur Tengah akhir abad ke-19. > Mengalir deras arus pemurnian dalam gelombang yang cenderung keras. > Islam kemudian menjadi kaku dan mudah memvonis. Islam harus identik > dengan kesantrian dalam orientsi ortodoksi yang serba formalis. > Sedangkan dunia abangan menjadi sesuatu yang diasingkan, seolah bukan > Islam. Kendati kata Nakamura ada sisi lain, melahirkan sosok kesalehan > khas orang Jawa. Atau menampilkan format lain, dalam sosok Kyai Dahlan > yang mujadid (reformis), berorientasi amal-kemajuan, dan menampilkan > warna kesalehan sufistik (ihsan). > > Karena pola ortodoksi yang kuat, tabligh pun lantas kehilangan > kearifan. Kehilangan hikmah. Kurang sentuhan edukasi. Kering dialog > yang cerdas. Kurang pemahaman tentang proses menjadi Islam. Menjadi > Muslim. Menjadi mukmin. Menjadi muhsin. Tabligh hanya mengenal satu > jalan, serba memvonis. Sangat sensitif terhadap perbedaan. > Mengasingkan keberislaman orang lain yang dianggap kurang Islami. Atas > nama tabligh, dengan mudah memandang orang tak sepaham sebagai sesat, > tidak Islami. Tabligh berarti kaku, serba keras. Menjadi penafsir > tunggal dan otoritatif. > > Padahal Tabligh sejatinya menyampaikan risalah Islam "bi al- hikmah, wa > al-mauidh=83t al-hasanat, wa jadil-hum bi al-lati hiya ahsan (QS. > An-Nahl: 125). Arus-utama tabligh ialah "mencegah kemunkaran dengan > kekuasaan/tangan, lisan, dan hati" yang mendahulukan kekuatan karena > hati adalah selemah-lemah iman. Atau memakai pandangan yang populer, > "sampaikan kebenaran walaupun pahit", qul al-haqq wa law kana murran. > Tabligh pun serba pahit seperti pil kina. Katanya, obat memang harus > pahit. Menjadi Muslim dan juru dakwah pun lantas menjadi sulit untuk > tersenyum. Menebar sukma kasih sayang. > > Atasa nama tabligh, di antara kita sering dengan mudah memandang orang > lain sesat paham dan tidak Islami. Menganggap bengkok dalam ber- Islam. > Lalu perlu diluruskan. Lahirlah pandangan Islam jalan lurus. Tabligh > dalam praktik lebih mengedepankan tandhir sambil mengabaikan tabsyir. > Akibatnya Islam yang ditampilkan dalam tabligh menjadi kehilangan > hikmah. Telunjuk dengan mudah melihat orang lain serba salah, diri > sendiri paling benar. Kadang kehilangan muhasabah diri, apakah kita > telah benar-benar Islami lahir dan batin, lisan dan tindakan. Islam > yang menjadi teladan. > > Maka sungguh tak mudah menampilkan risalah Islam yang lentur, damai, > dan berproses kultural. Islam warna kasih sayang, Islam rahmat bagi > semesta alam. Islam yang hikmah, Islam yang maudhitaltul hasanah. > Islam yang dialogis. Islam yang penuh tasamuh, toleran. Islam yang > menampilkan suasana tuma'ninah. Islam tawashut, jalan tengah. Islam > yang lemah-lembut. Islam moderat, tanpa harus kehilangan pondasi > keyakinan Islami. > > Kenapa tak mudah? Karena Islam rahmat pun akan didekonstruksi oleh > pandangan lain yang kontras. Bahwa Islam mewajibkan umatnya untuk taat > dan yakin total tentang kebenaran agamanya, tanpa kompromi. Bahwa > toleransi dan damai ada batasnya. Bahwa umat Islam pun harus membela > diri, tidak boleh berdiam diri dan menyerah. Bahwa pada kenyataannya, > banyak musuh-musuh Islam. Islam damai dianggap tak mampu menghadang > dunia serba keras terhadap Islam. Islam moderat pun dianggap mandul > dan tak memberikan solusi. Tandingannya ialah Islam yang formalis dan > keras, karena dari model seperti itulah Islam dan umat menemukan > eksistensi dirinya. Itulah Islam yang tak "tercemar", Islam "murni". > > Di sinilah dilema teologis Islam damai. Islam rahmat. Islam kultural. > Pada akhirnya harus memiliki teologi yang kokoh, yang akan berhadapan > dengan perspektif teologi yang lain, yang menampilkan Islam yang > "haqq", Islam yang "murni", dan Islam "ideologis". Sekali bandul > risalah Islam damai diayunkan, maka ayunan itu akan berputar-putar di > lahan umat Islam sendiri yang beragam-macam pandangan-pandangan > keislamannya. Pada titik inilah risalah Islam damai dan Islam rahmat > tidak akan mampu menembus dinding dan tembok teologis Islam yang > mengeras. Lebih-lebih ketika ideologi-politik Islam ikut masuk di > dalamnya, maka Islam kian mengeras. Kehilangan daya lentur. Jalan > Islam yang mengeras selalu punya dalih teologis hingga sosiologis. > > Bahkan seolah menjadi solusi tunggal dari hingar-bingar > liberalisme-sekulerisme yang naif dan dicemaskan. Dari politik global > yang memusuhi Islam hingga beragam paham yang dipandang sesat. Lalu > Islam yang mengeras tampil ke permukaan. Para tokoh atau aktivisnya > pun menjadi idola baru, sebagai penjaga Islam garis lurus. Pemilik > ghirah Islam garda depan. Penjaga Islam murni, Islam ideal. > Lebih-lebih ketika kaum liberal-sekuler pun menampilkan radikalisme > atau sikap fundamentalis yang tak kalah garangnya. Islam jalan "lurus" > jadi pilihan. > > Di sinilah dilema Islam damai. Islam moderat. Bagaimana Islam damai > dan moderat hadir di tengah ketidakadilan dunia yang serba mengancam > dan memporakporandakan tatanah kehidupan, termasuk yang menimpa umat > Islam sedunia. Islam damai bahkan didekonstruksi karena > ketakberdayaannya melawan kekerasan terhadap umat Islam. Islam moderat > pun dipandang kehilangan karakter Islamnya yang murni. Begitulah > logika teologis dan sosiologis yang memperlemah peran Islam damai, > Islam rahmat, Islam moderat. > > Di tengah perbenturan dunia kehidupan yang serba ekstrem itulah, tak > mengherankan jika sementara aktor Islam pun harus menyerah terhadap > keadaan yang serba dilematik. Setidak-tidaknya mencari cara yang lebih > aman. Kadang menampilkan sisi lain, yakni berayun-ayun di banyak medan > gerakan. Tentu ada nilai plusnya, untuk merawat keseimbangan. Tapi > jika tanpa pencerahan, yang tinggal adalah pengawetan ortodoksi. > Kekakuan tetap tak pernah beranjak dari tempatnya. Bahkan telah > menjadi "true believers", yang bersikukuh menempuh jalan yang > cenderung mengeras dalam klaim Islam jalan lurus. > > Kita tak tahu persis corak jalan Islam yang dapat memberi harapan baru > di masa depan. Akan seperti apakah wajah dan tampilan Islam di negeri > tercinta ini. Alih-alih sambil menanti pergumulan yang tengah > berlangsung, tak ada salahnya menengok pula dunia umat di akar bawah, > juga di sebagian lingkungan elite dan aktivis. Benarkah kita > sungguh-sungguh telah menjadi otentik dalam ber-Islam? Jawabannya > harus faktual, bukan idealisasi. > > Sementara di dunia nyata beragam masalah masih terus melilit umat ini. > Dari perkara-perkara politik yang sarat dilema hingga ke masalah > sosial-ekonomi yang terus mengalami marjinalisasi. Keduanya tak kalah > krusial menyelimuti tubuh umat Islam saat ini. Padahal, kemarjinalan > yang terawetkan, dengan mudah dapat menjadi katalisator bagi tampilan > Islam yang serba mengeras. Lalu, --jangan sampai-- jalan Islam ke > depan akhirnya bergerak ke ranah terjal di Republik ini. > ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/