DISKUSI LANJUTAN II - Pro akang Wida dan teman lain yg tertarik

Islam dan Kesetaraan Gender
by Ahmad Badrudduja - mod Bacaan Islam Bermutu


Assalamu 'alaikum,
Ana mau mencoba nimbrung memulai diskusi. Soal pertama
yang menjadi perdebatan, antara lain, adalah masalah
kesetaraan jender.Ana tidak punya waktu untuk
buka-buka literatur tentang apa yang dimaksud dengan
kesetaraan jender itu. 

Istilah ini, ana kira, mencakup makna yang amat luas.
Oleh karena itu, diskusi tentang masalah ini mesti ada
pembatasan yang sempit, supaya tidak melebar ke
mana-mana.

Kalangan yang memperjuangkan kesetaraan jender
membedakan antara dua istilah, "seks" atau kenis
kelamin, dan "jender". Seks, atau "jins" dalam bahasa
Arab, adalah perbedaan biologis yang dibawa sejak
lahir, seperti kelamin laki-laki dan perempuan.
"Jender" adalah hubungan sosial antara laki-laki dan
perempuan berdasarkan perbedaan kelamin itu. Misalnya,
perempuan harus tinggal di rumah, sementara laki-laki
lah yang berhak berkiprah penuh di luar. 

Itu pengertian dasar. Perngertian ini memang berasal
dari Barat, sebab studi-studi tentang jender memang
berkembang pertama di Barat. Kalangan di luar Barat
umumnya banyak memakai hasil-hasil studi yang
dihasikan di sana. 

Apakah yang berasal dari Barat harus serta-merta
ditolak, itu masalah lain lagi.

Dengan luasnya definisi tentang kesetaraan jender yang
tidak mungkin diurai dalam surat pendek ini,
sekurang-kurangnya kita bisa memahami semangat dasar
para pejuang kesetaraan jender itu, yakni keadilan
hubungan antara laki-laki dan perempuan. 

Keadilan sebagai nilai yang umum dan universal jelas
disetujui semua pihak, semua agama, semua orang.
Masalahnya memang selalu, konsep dan metode keadilan
seperti apa yang dikehendaki. Di sini, orang-orang
bisa mengajukan teori yang macam-macam. Bahkan dalam
Islam pun, terori tentang keadilan itu pun dipahami
secara berbeda-beda dari kelompok satu ke kelompok
lain. 

Karena itu, ketika keadilan diterjemahkan dalam contoh
kongkret, terjadi perbedaan. Ada banyak masalah
perumusan keadilan yang berhubungan dengan kesetaraan
jender yang menjadi bahan perdebatan. Ana akan coba
melihat satu per satu.

(1) Maslah hak bagi perempuan atas pendidikan. Inilah
isu pertama yang menjadi 'menu pembuka' disuksi jender
di dunia Islam. Buku Tahrir al-Mar'ah yang kemudian
menjadi Tahrir al-Mar'ah al-Muslimah karya murid
Muhammad Abduh, yakni Qasim Amin, berbicara banyak
tentang itu. 

Protes utama Qasim Amin terhadap masyarakat Mesir saat
itu adalah bahwa perempuan di sana mendapatkan status
'anshaf al-rijal', setengah laki-laki. Kesempatan
perempuan untuk belajar terbatas atau sengaja
dihalang-halangi oleh kaum laki-laki. 

Untuk memberikan gambaran betapa seriusnya masalah
pendidikan buat perempuan ini, hendaknya diingat bahwa
hingga akhir abad 19 dan awal abad 20, masih ada
diskusi di kalangan fukaha tentang boleh tidaknya
perempuan sekolah atau belajar tulis-menulis. Salah
satu kumpulan fatwa ulama fikih klasik dari mazhab
Syafi'i, yaitu Imam Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa
al-Haditsyyah, memuat pertanyaan tentang ini. Jawaban
beliau adalah bahawa hukumnya haram bagi perempuan
untuk belajar tulis-menulis. 

Walau Qasim Amin 'dikutuk' di mana-mana oleh sebagian
umat Islam, tetapi ana harus akui, dialah yang berjasa
besar membuka masalah ini. Jika sekarang perempuan di
Mesir dan dunia Islam lain bisa belajar dengan besar,
the credit must goes first to Qasim Amin. 

2. Masalah hak pendidikan buat perempuan tentu menjadi
pintu masuk ke masalah-masalah lain. Setelah pintu
pendidikan terbuka, otomatis hak perempuan dalam
kegiatan masyarakat harus dibuka pula. Di sini, muncul
perdebatan kedua, yaitu sejauh mana perempuan
diperbolehkan aktif dalam ruang publik. Ruang publik
di sini berarti dua, yakni posisi-posisi dalam
pemerintahan; dan bidang-bidang kegiatan umum dalam
masyarakat di luar pemerintahan. 

Diskusi tentang masalah ini tidak sepele. Terjadi
perdebatan keras di sana, antara yang setuju dengan
pemberian kesempatan luas pada perempuan di ruang
publik, dan yang menolak dengan keras. 

Contoh isu yang paling sederhana dan sekarang masih
diperdebatkan adalah, bolehkan perempuan menjadi
anggota parlemen. Lebih jauh lagi, bolehkan perempuan
menjadi presiden atau pemimpin negara.

Isu kecil-kecil juga bisa disebut di sini. Bolehkah
perempuan menyetir mobil? Di Saudi, fatwa resmi ulama
wahabi mengharamkan perempuan menyetir mobil. Fatwa
ini pernah dikritik keras oleh salah satu intelektual
Ikhwan, Syekh Muhammad Al-Ghazali, dan gara-gara itu,
antara lain, beliau kemudian terlempar dari posisinya
sebagai profesor di Univ. Umm al-Qura, Mekah.

3. Masalah kesetaraan jender berikutnya yang menjadi
perdebatan sengit adalah soal kedudukan perempuan
dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan akhwal
syakhsyissah. Di sini ada banyak masalah cabang.

(a). Masalah hak perempuan dalam waris. Umumnya para
pejuang kesetaraan jender berpendapat bahwa formula
kewarisan 2:1 dalam hukum faraidl kurang sesuai dengan
asas keadilan. Di Indonesia, salah satu pelopor untuk
ide ini pertama-tama adalah Prof. Hazairin dari
Universitas Indonesia di 1950-an, diteruskan oleh
almarhum Prof. Munawir Sjadzali. 

Sebagai catatan: jangan dilupakan, Prof. Munawirlah
yang memulai ide diadakannya Kompilasi Hukum Islam
pada zaman Orde Baru. Atas prakarsa beliau, disusunlah
konsep kompilasi hukum Islam, dan draft kemudian
disahkan melalui Keppres pada 1991. Kompilasi inilah
yang diprotes oleh teman-teman yang memperjuangkan
kesetaraan jender sekarang. 

(b). Masalah kedua dalam rubrik akhwal syakhsyiyyah
yang menjadi debat di dunia Islam adalah poligami. Ada
perkembanga yang menarik dalam diskusi tentang soal
ini. Mula-mula, di dunia Islam yang muncul adalah
apakah poligami tidak harus dibatasi dengan
syarat-syarat yang ketat agar tak disalahgunakan oleh
kaum laki-laki.

Lalu, muncullah sejumlah insiatif di beberapa negara
Islam untuk "memperketat" praktek poligami. Beberapa
hukum itu masih bertahan hingga sekarang. Misalnya, di
banyak negara Islam, poligami diperbolehkan, tetapi
dengan beberapa syarat. Antara lainm, harus
sepengetahuan isteri pertama, harus dengan seizinnya,
harus bisa menunjukkan bahwa laki-laki aspiran
poligami itu mampu secara finansial, dan semua proses
itu harus dilakukan di hadapan peradilan agama. 

Mula-mula, sejumlah ulama protes. Syarat-syarat itu
dianggap, oleh sebagian mereka, sebagai "mengadakan
hukum baru yang tidak ada dalam agama" (wadl' hukmin
lam yanzil bihi al-syari'). Aturan itu juga dianggap
bid'ah yang tidak ada sandarannya dalam agama. 

Tapi, protes-protes itu kemudian pudar, dan sebagian
besar kalangan ulama sekarang, setidaknya di
Indonesia, tidak keberatan dengan adanya pengetatan
syarat-syarat poligami itu. Ini, sungguh, keberhasilan
perjuangan kalangan Islam yang menghendaki kesetaraan
jender. 

(c). Masalah lain, masih dalam lingkup akhwal
syakhsyiyyah ini, adalah soal pembatasan umur nikah.
Umumnya, saat ini, semua negara membuat aturan
berkaitan dengan batas umur nikah dengan formula yang
berbeda-beda. Usul ini, lagi-lagi, juga ditentang oleh
sebagian (besar) kalangan ulama, karena, sekali lagi,
dianggap sebagai mengadakan hukum yang tidak ada dalam
agama. 

Anehnya, masalah yang dulu dipertikaikan itu sekarang
sudah hampir bisa diterima oleh banyak ulama. Bahkan
kompilasi hukum Islam yang pertama pun mengandung
klausul umur ini. Yang baru dalam counter-draft KHI
adalah bahwa batas umurnya disamakan, yaitu 21 tahun. 

4. Memang tak bisa diingkari, perbedaan tentang
soal-soal kesetaraan jender ini tidak bisa dilepaskan
dari metode ushul fikih yang dipakai. Itulah sebabnya,
sejauh yang ana baca, counter legal draft KHI itu
dimulai dengan kerangka berpikir atau ushul fikih yang
melandasi, meskipun apa yang ditulis di sana memang
masih terbatas, sehingga meninggalkan banyak hal tanpa
jawaban yang pasti. 

Bagaimana pendapat ana pribadi?

Ide tentang keadialan jelas ide Islami. Bahkan, inti
ajaran Islam adalah, antara lain, keadilan. Keadilan
tentu, pada dasarnya, mencakup semua hal, termasuk
dalam hal hubungan antara laki-laki dan perempuan. 

Masalahnya adalah, bagaimana keadilan itu dicapai, di
mana lingkupnya? Apakah menolak ajaran Islam tentang
poligami, seperti dikemukakan oleh feminis Muslimah
itu, termasuk dalam lingkup keadilan atau tidak? Di
sini terjadi perdebatan yang tak mudah.

Poligami, buat ana, adalah bagian dari ajaran Islam.
Tetapi, ana setuju dengan aturan-aturan ketat yang
membatasinya. Meskipun demikian, dalam pandangan ana,
perkawinan ideal yang dikehendaki Islam adalah
perkawinan monogami. Sebab, perkawinan semacam inilah
yang lebih mungkin memberikan jaminan keadilan bagi
perempuan.

Jika kita lihat masalah ini dalam perspektif sejarah
yang panjang, sebetulnya banyak terjadi kemajuan yang
luar biasa dalam perjuangan kesetaraan jender di dunia
Islam. Hal-hal yang dulu menjadi pertengkaran dan
perdebatan, sekarang sudah bisa diterima dengan luas
oleh kalangan ulama. Contoh-contoh sudah ana kemukakan
di atas.

Kesimpulan?

Sebetulnya masalah dasarnya, kesetaraan jender sudah
diterima oleh kalangan Islam, baik sebagai konsep atau
praktek. Yang menjadi masalah adalah bidang-bidang
spesifik yang ana kira itu adalah bagian dari masalah
furu'iyyah.

Tentu tidak adil kalau ana mengakhiri tulisan ini
tanpa memberikan komentar atas masalah yang selama ini
menjadi bahan pertengkaran, yakni soal waris. Prof.
Munawir mengatakan, pola kewarisan Islam dengan
formula 2:1 tak adil. Umumnya orang-orang menolak. 

Bagaimana komentar ana?

1. Harus diingat bahwa lepas dari perbedaan pendapat
tentang soal ini, Islam memperkenalkan konsep yang
penting yang belum tentu ada pada semua masyarakat.
Yaitu, perempuan mempunyai hak atas harta warisan. Ini
adalah sumbangan penting.

(2)Ana kira, Prof. Munawir tidak cermat. Tidak semua
kasus kewarisan dalam Islam mengikuti formula 2:1, dan
bahwa perempuan pasti mendapat hak lebih sedikit dari
laki-laki. Contoh: jika ada seseorang perempuan
meninggal dan mempunyai anak perempuan dan seorang
suami. Pembagian warisnya: si suami mendapat serempat
dari harti peninggalan, sementara si anak perempuan
mendapat selebihnya. Dalam hal ini, perempuan mendapat
hak lebih besar dari laki-laki. Formula 2:1 berlaku
pada kasus kedudukan si pewaris sederajat, misalnya,
sama-sama dalam kedudukan sebagai anak.

(3) Apakah formula kewarisan dalam Islam bisa diubah
sesuai dengan perkembangan zaman? Pada dasarnya bisa.
Apa dalilnya? Menjawa ini tak mudah, tapi akan ana
coba:

a. Dalil umum yang bersifat naqli: semua ayat yang
berkaitan dengan ajaran menegakkan keadilan, misalnya,
innallaha ya'murukum bi al-'adli wa al-ihsan.

b. Dalil kedua diambil dari contoh-contoh bagaimana
sahabat menjalankan siyasah syar'iyyah. Salah satu
contoh: pada zaman Nabi dan Abu Bakar, jika ada
seseorang menalak isterinya tiga sekaligus dalam satu
majelis, maka talaknya jatuh tiga. Pada zaman Umar,
ketika dia melihat orang-orang sering menggampangkan
urusan cerai ini, di mana banyak kejadian seseorang
menjatukan talak bai'n atau talak tiga secara kontan,
dan hal itu menimbulkan mudlarrat pada perempuan, maka
beliau mengubah hukum yang sudah berjalan pada zaman
Nabi dengan menetapkan bahwa talak semacam itu jatuh
sekali. Kebijakan sahabat Umar ini adalah bentuk
siyasah syar'iyyah yang diakui sebagai 'abqariyyah
atau kecerdasan beliau dalam menerjemahkan konsep
keadilan dalam Islam. Apakah dengan demikian Umat
mengubah hukum Nabi? Secara lahiriah ya, tetapi dari
segi esensi tidak. 

c. Dalil ketiga adalah kaidah ushul fikih yang sudah
diketahui semua orang, yakni taghyyur al-ahkam bi
taghayyur al-azminati wa al-amkan, hukum selalu
berubah sesuai dengan waktu dan tempat. 

Pertanyaannya adalah: apakah perubahan zaman dan
tempat dapat mengubah semua hukum yang secaar nash ada
dalam Quran dan hadis? 

Untuk menjawab masalah ini, kita tak bisa mengemukakan
pendapat yang sifatnya umum. Harus dilihat kasus per
kasus. Pada dasarnya, ketentuan dalam Qur'an dan
Sunnah yang shahihah harus diikuti oleh umat Islam.
Tetapi, jika karena perubahan zaman terjadi perubahan
illat hukum, maka di situ kita bisa mulai diskusi. 

Bahwa hukum yang secara nash ada dalam Quran dan
Sunnah bisa diubah, sebetulnya bukan merupakan isu
baru. Seperti sudah ana contohkan, hal itu sudah
pernah dilakukan oleh Sayyidina Umar. Tentu, perubahan
itu harus dilandasi pertimbangan yang matang untuk
keadilan masyarakat. Perubahan itu tidak boleh demi
hanya memuaskan hawa nafsu. Tetapi, harap diingat,
bahwa soal hawa nafsu ini hanya diketahui oleh
masing-masing pihak yang terlibat dalam perbedaan
pendapat. Pihak satu tak selayaknya menuduh pihak lain
mengikuti hawa nafsu hanya karena mengikuti pendapat
yang berbeda. Hendaknya diingat pesan berharga dari
Imam Fakhr al-Din al-Razi, muallif dari tafsir Mafatih
al-Ghayb, yang mengatakan bahwa masing-masing pihak
cenderung menganggap bahwa ayat yang mendukung
pendapat si A, akan dikatakan oleh yang bersangkutan
sebagai "muhkam", sementara ayat yang dipakai oleh
lawannya ia anggap sebagai "mutasyabihat". Begitu juga
sebaliknya. 

Siapa yang berhak untuk menentukan keadilan
masyarakat? 

Dalam masyarakat yang kian demokratis, maka wewenang
untuk menentukan maslahat itu ada pada lembaga yang
disebut parlemen atau lembaga syura. Sebab, lembaga
inilah yang berwenang memutuskan hukum. 

Apakah ini merampas hak Allah sebagai syari'?

Tentu tidak. Sebab, Allah memberikan manusia hak untuk
ijtihad agar hukum-hukum yang Ia turunkan dapat
dilaksanakan dalam cara yang sesuai dengan
perkembangan zaman. 

Demikian kontribusi pertama yang dapat ana sampaikan.
Tentu keterangan ini semata-mata pendapat pribadi ana
yang dla'if. 

Kalau ada yang salah, mohon dikritik.

ahmad



  ----- Original Message ----- 
  From: [EMAIL PROTECTED] 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, August 30, 2006 9:02 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] PERNIKAHAN NABI (was : Salam dari UK


  Kita memang perlu membaca lagi Islam dengan lebih hati-hati. Nabi diutus 
  kepada bangsa Arab saat itu dengan tradisi yang sangat rusak parah 
  (jahiliyah). Lalu nabi melakukan perubahan atas perintah Tuhan dengan 
  memberikan "nilai-nilai" yang baik pada tradisi yang berlaku saat itu. 
  Kita tentu saja tidak bisa mengharapkan nabi akan melakukan perubahan yang 
  radikal yang seluruhnya baru dari apa yang berlangsung di Arab zaman itu. 
  Itu akan menjadi tidak mungkin dan melawan sunnatulLaah tentang perubahan 
  / perbaikan.

  Pada kita sekarang ada al-Qur'an dan al-Hadits. Keduanya menyampaikan 
  nilai-nilai keimanan yang bersifat universal dan juga rekaman perbaikan 
  pada kebudayaan di zaman nabi. Untuk nilai-nilai keimanan, seperti 
  kehidupan akhirat setelah kehidupan saat ini, dan pentingnya kita untuk 
  menjadi baik pada kehidupan saat ini agar berbahagia pada kehidupan nanti, 
  maka saya tidak bertanya lagi. Itu saya terima secara bulat tanpa saya 
  mempunyai eksperimen untuk mempertanyakannya. Untuk rekaman perbaikan pada 
  kebudayaan di zaman nabi, saya percaya bahwa yang turun kepada nabi itu 
  adalah "ruh dari perubahan" itu sendiri. Nilai-nilai kebaikan yang 
  diaplikasikan pada budaya yang sedang berlangsung zaman itu. Itulah yang 
  harus kita tangkap. Saya percaya nabi sangat memuliakan kaum wanita. 
  Beliau melarang penguburan bayi perempuan hidup-hidup, yang bahkan Umar 
  ketika sebelum Islam pernah melakukannya terhadap putrinya sendiri. Beliau 
  memerintahkan menghormati ibu 3 kali lebih banyak dari pada ayah. Beliau 
  memperhatikan urusan kaum wanita dan memerintahkan untuk bersikap baik 
  terhadap istri. Beliau membatasi poligami menjadi hanya 4, kewajiban 
  bersikap adil atau monogami saja. Beliau memberikan hak waris yang 
  sebelumnya tidak ada. Beliau memberikan hak kesaksian yang sebelumnya 
  belum ada. Belaiu melarang mewariskan istri (yang menganggap wanita 
  hanyalah properti yang bisa dipindah tangankan). Beliau memberikan hak 
  wanita untuk menentukan mahar tetapi menganjurkan untuk meringankan. Dan 
  masih cukup banyak perbaikan-perbaikan yang nabi lakukan bagi kehidupan 
  wanita zaman itu. Itulah bentuk perubahan perbaikan yang nabi lakukan 
  terhadap budaya yang berlaku di zaman itu.

  Hari ini kita membaca kembali agama kita Islam. Sebagian ulama berasumsi 
  zaman nabi adalah Khoiru Ummah, Khoiru Qurun, maka diambil semuanya secara 
  fisik sebagaimana 14 abad yang lalu dengan harapan semangatnya (Ruh dan 
  nilai Islam) juga ikut. Sebagian lagi ingin membebaskan dari bentuk di 
  zaman nabi bahkan tidak mau mengambil semangat perubahan dan kebaikannya 
  yang telah nabi lakukan. Zaman ini adalah zaman yang mengagumkan sehingga 
  terkadang kita memuja segala kemajuan zaman ini dan memandang rendah 
  warisan masa lalu. Padahal saya melihat zaman ini adalah zaman yang 
  dipenuhi dengan semagat Materialisme dan miskin Spritualisme. Sedangkan 
  masa lalu adalah kebalikannya. Bisakah kita mengambil Ruh, semangat dan 
  nilai-nilai kebaikan yang turun kepada nabi 14 abad yang lampau dan untuk 
  menerapkannya di zaman modern ini? Sehingga kemajuan materialisme akan 
  seimbang dengan kemajuan spiritualisme? Apakah kita memerlukan nabi baru 
  untuk mewujudkan harapan ini di zaman modern ini? Tidak akan ada seseorang 
  di zaman ini yang akan diangkat oleh Tuhan menjadi nabi karena telah 
  pekatnya materialisme dan pencemaran ruhani di zaman ini. Mungkin itu akan 
  terletak pada isyarat nabi SAW tentang Imam Mahdi dan "kedatangan" nabi 
  Isa AS. WalLaahu a'lam.

  Salam,

  "Ari Condro" <[EMAIL PROTECTED]> 
  Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com
  08/30/2006 08:28 AM
  Please respond to
  wanita-muslimah@yahoogroups.com

  To
  <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
  cc

  Subject
  Re: [wanita-muslimah] PERNIKAHAN NABI (was : Salam dari UK

  Mas Wida, pengkondisian semacam yg anda tulis di bawah ....

  INILAH YG MENJADI PENYEBAB KENAPA HAK WANITA HANYA SEPARUH DARI PRIA.

  hak waris, hak kesaksian dan lain lain. karena wanita hanya dikawini 
  karena fisiknya saja, sementara kematangan mental dan kapabilitasnya tidak 
  diperhatikan. ketidakmampuan mental untuk "nyambung" dengan suami itu 
  juga yang membuat budaya POLIGAMI jadi sesatu yg wajar dan diamini begitu 
  saja oleh masyarakat di sana. bahkan sampai saat ini, POLIGAMI tetap 
  menjadi budaya, karena wanita dan harkat dirinya adalah sosok yang tetap 
  dan selamanya subsisten. dan ini adalah neraka subsisten yang sistemik 
  dan dibudayakan.

  Dan dalam kondisi semacam ini diminta menjadi tonggak masyarakat di jaman 
  ini ? bayangkin jika dijaman ini kita rame rame mencotontoh nabi, 
  menikahkan anak pada usia 12 tahun saja ... kita nggak akan mendengar 
  lagi orang teriak ttg gender equality :D

  SEKARANG :

  bayangkan anda di sana, melihat wanita yg sampai tua (dalam ukuran saat 
  itu), katakan usianya sudah 17 tahun dan merasa sebagai perawan tua. dia 
  mendapat warisan separuh dari saudara lelakinya (tapi tetep aja gede, 
  sodagar minyak gitu lho ...), dan menunggu sampai 5 tahun lagi, sampai 
  usia 22 tahun (dan merasa sebagai super perawan tua), wajar kalau dia 
  memilih NIKAH MISYAR. dengan lekai tua beranak banyak, pokoke dapat 
  SUAMI.

  dia terpaksa hidup alam fenomena psikologis masyarakat semacam itu karena 
  dibudayakan. dan lingkup agama kita, yg sudah tua dan mentradisi, tidak 
  mampu membebaskan para wanitanya dari belenggu jaman. HARI GINI GITU LHO 
  ..... sementara nun jauh di sana, di ISTAC malaysia, kita sedang 
  meributkan metode islamisasi ilmu pengetahuan dengan menolak segala 
  sesuatu yg ebrasal dari masyrakat barat. di saat lain, sebagai orang 
  idnoiensia jaman sekarang, kita dihadapkan pada pilihan SEOLAH OLAH :

  kalau ingin berislam penuh, maka kita harus merengkuh budaya kita persis 
  seperti kisah sedih diatas,
  di luar itu berarti kita memilih ISLAM YG SEKULER, yang SIPILIS.

  Hatiku menjerit mendengar metode berIslam yg tidak masuk akal dan bisa 
  diterima nurani semacam itu.

  salam,
  Ari Condro

  ----- Original Message ----- 
  From: [EMAIL PROTECTED] 

  Dan jika kita melihat ke 
  bangsa Timur Tengah, gadis-gadis Arab sudah menunjukkan fisik yang 
  dewasa 
  di umur yang sangat belia (bongsor). 
  . 


  [Non-text portions of this message have been removed]

  =======================
  Milis Wanita Muslimah
  Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
  Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
  ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
  Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
  Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
  Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

  This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 

  Yahoo! Groups Links

  [Non-text portions of this message have been removed]



   


[Non-text portions of this message have been removed]



=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke