*POLIGAMI* * *
1. Dibolehkannya poligami atau disunnahkannya hal ini tidak berarti lalu setiap laki-laki boleh menikah sekehendak hatinya dan melakukannya untuk kesenangan belaka. Mereka yang menginginkan poligami juga tidak menginginkan wanita yang memiliki suami. Poligami bukan merupakan penghalang para pemuda yang masih bujang. Halangan para pemuda bujangan adalah dari sisi keengganan para pemuda itu sendiri dan sistem sosial yang ada di mana waktu belajar (kuliah) melampaui masa pernikahan. Hal ini juga mengakibatkan para wanita lupa tentang pentingnya pernikahan. Mereka tertimbun oleh setumpuk harapan. 1. Kalau kita bolehkan seorang wanita bersuami lebih dari satu (poliandri), maka tidaklah mungkin suatu kehidupan akan tegak karena adanya fitrah bahwa seorang suami tidak ingin kepemimpinan dalam kehidupan keluarganya dicampuri oleh siapapun. Poliandri akan menimbulkan percekcokan dan kegagalan. Bila poliandri diperbolehkan, lalu sang istri melahirkan hanya seorang anak, akan timbul perselisihan, milik siapakah anak yang dilahirkan itu? Ini merupakan hikmah yang teramat jelas. Tetapi peringatan itu tidak dapat diambil manfaatnya dan sebagian dari kaum laki-laki memilih melakukan *mut'ah* (kawin dengan batas waktu tertentu) dengan seorang perempuan bekas laki-laki lain yang tidak mustahil akan mengakibakan gangguan kesehatan disebabkan campurnya lebih dari satu laki-laki sebagaimana hal ini terjadi di kalangan pelacur yang merebak pada saat ini, misalnya sipilis, aids, dan lain-lainnya. 1. Poligami justru dapat menjadi penyebab keutuhan kehidupan berkeluarga dan mengurangi kemungkinan terjadinya talak. Ketika seorang istri mengalami sakit, frigid, mandul, atau hal lainnya yang dapat menghalangi pemenuhan kebutuhan seksual yang memberatkan suami, maka kemungkinannya adalah talak, sehingga runtuhlah keluarga. Bila keluarga itu memiliki sejumlah anak, maka anak-anak itu akan kehilangan induk dan bimbingan serta mengalami keguncangan jiwa dan hambatan pendidikan. Pilihan lainnya adalah suami melakukan sesuatu yang mungkin saja dapat merusak akhlaqnya. Dengan diperbolehkannya poligami, hilanglah semua kemungkinan itu. Ia bahkan akan menemukan keleluasaan. Sementara itu penyakit atau kelainan yang diderita seorang istri tadi tidak diketahui kecuali oleh dirinya sendiri atau orang-orang yang diminta untuk mengatasi masalah itu. Oleh karena itu, negara-negara yang menjalankan ajaran sesuai dengan ajaran Al Qur'an, yang tidak menolak poligami, dan tidak mencampuri kebijakan hukum-hukum Allah, akan lebih sedikit prosentase perceraiannya. Sementara itu, di negara yang perundang-undangannya melarang poligami atau mempersulitnya, maka seorang suami akan mencari jalan kerusakan. Ia meninggalkan istrinya, atau mempertahankan status suami istri sebatas di hadapan hukum, atau bahkan terpikir olehnya untuk membunuh istrinya agar dia dapat terbebas darinya, atau ia melontarkan tuduhan-tuduhan palsu terhadap istrinya sekadar agar ia terbebas dari istrinya tanpa memperdulikan apakah cara itu benar ataukah batil. Fenomena seperti itulah yang telah ditunjukkan oleh dunia yang jauh dari Allah, jauh dari hukum-Nya yang bijaksana. Jika kita mengikuti berita-berita tentang dunia ini , kita akan menemukan berbagai keanehan. Maka ambillah *ibrah* (pelajaran), wahai orang-orang yang berakal. 1. Poligami juga dapat menjadi pemecahan terhadap masalah sosial-ekonomi bagi banyak wanita. Hal ini karena Allah mewajibkan kaum laki-laki memberikan nafkah kepada wanita, bahkan kewajiban ini lebih diutamakan dari segala jenis nafkah bagi Saudara-saudara terdekat sekalipun. Islam membebani seorang suami untuk menafkahi sekian banyak wanita, bahkan sekian banyak keluarga. Seandainya sisi ini diabaikan, maka akan timbullah kepincangan ekonomi dan ketelantaran sekian banyak wanita yang tidak menikah. Hal ini merupakan bahaya bagi kehidupan sosial, ekonomi dan moral. Suatu hal yang sangat mungkin bila ketimpangan sosial ini akan memaksa wanita menjadi peminta-minta atau jatuh moral dan kehormatannya. Ketentuan Allah tentang poligami merupakan hikmah untuk menghindari malapetaka ini. Hal ini sesungguhnya tidaklah mengherankan karena berasal dari Allah Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui sebagaimana ditetapkan dalam kitab-Nya yang telah dipaparkan dan dirinci. Adapun orang-orang yang berpura-pura meratapi nasib wanita, padahal mereka merupakan musuh-musuh nya, maka mungkin saja banyak diantara mereka yang mengetahui hikmah-hikmah ini, akan tetapi mereka ditimpa suatu penyakit sehingga mencela Islam. Sungguh mereka itu tidak lama lagi akan mengetahui beritanya. [Non-text portions of this message have been removed]