--- In [EMAIL PROTECTED], "d. candraningrum" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:

Halo Akbar dan Mas Ikhsan,
Liebe Freunde HANIF-Milisters,

A. DISIPLIN KOSMOLOGI ILMU
Approach yang dipakai oleh Mas Ikhsan dan Akbar, keduanya dari 
disiplin "Ekonomi". dalam filsafat ilmu, Ekonomi, terletak di antara 
dua disiplin ilmu besar:

1. Geisteswissenschaft (boleh diterjemah bebas sbg Social Sciences)
tugas utama adalah VERSTEHEN-to understand.
2. Naturwissenschaft (boleh diterjemah bebas sbg Hard Sciences)
tugas utama adalah ERKLAEREN-to explain.

Ekonomi adalah pengkaji perilaku manusia, d.h.VERSTEHEN, dengan 
metodologi aritmatik, d.h. ERKLAEREN. Posisi ekonomi berada di 
antara kedua disiplin ilmu itu. Dewi, karena mempelajari sastra, 
berada dalam disiplin ilmu VERSTEHEN. Kalau kurang tepat, mohon 
dikoreksi.


B. VERIFIKASI-FALSIFIKASI
Akbar, telah menyebutkan kata "falsifikasi". Dalam pisau analisis 
ilmiah, ketika seseorang melakukan penelitian, tentu ada batas. 
dalam batas itu, atau sering disebut area study, seorang peneliti 
meletakkan hasil akhirnya sebagai VERIFIKASI. Tetu saja, verifikasi 
itu "hanya" akan berlaku dalam batas itu saja. hal ini, salah 
satunya diketahui dengan cara mem-FALSIFIKASI. FALSIFIKASI itu bukan 
dalam rangka menunjukkan bahwa penelitian si A adalah SALAH. 
Falsifikasi di sini, bermakna, bukan MENYALAHKAN, tapi menyebutkan 
batas dari VERIFIKASI itu. Ketika seseorang mengajukan Falsifikasi, 
seseorang menunjukkan keterbatasan teori A akan batas A. Tetapi, 
dibalik itu, dia sedang MENGUKUHKAN VERIFIKASI teori A atas batas A. 
biasanya, yang dilakukan selanjutnya dari sebuah aksi FALSIFIKASI 
adalah menunjukkan teori B atas area B. VERIFIKASI dan FALSIFIKASI 
itu, secara surface level, terlihat seperti menyalahkan satu sama 
lain, padahal, secara DEEP STRUCTURE, itu saling mengukuhkan dan 
memetakan studi masing-masing. 

Mengapa penelitian berkembang maju pesat, karena rantai "verifikasi-
falsifikasi-verifikasi-falsifikasi-sampai tak terhingga" ini 
dipahami secara holistik oleh peneliti-peneliti profesional yang 
menyadari betul akan keterbatasan konsep-nya. Rantai itu adalah 
rantai DIALEKTIKA. Dengan mengakui keterbatasan konsep-nya itu, 
sering kita lihat pula, peneliti-peneliti profesional selalu enggan 
mengatakan bahwa penemuannya yang paling valid atau paling benar. Ke-
enggan-an tersebut, salah satunya, dirasai oleh kesadaran peneliti 
akan keterbatasan ruang dan waktu. Ruang dan waktu inilah yang akan 
memberikan penjelasan yang berbeda atas suatu hal. misal, hal 
poligami. "Ruang dan waktu masyarakat komunal" dan "ruang dan waktu 
masyarakat modern" akan melihat poligami dengan "perspektif/kaca 
mata" yang berbeda.

C. DIALEKTIKA PRO-KONTRA POLIGAMI

Karena saya berangkat dari GEISTESWISSENSCHAFT (kosmologi sastra, 
agama dan filsafat), maka saya coba lihat persoalan ini dari kaca 
mata yang saya miliki. 

Pro-Kontra Poligami di Indonesia, sebenarnyalah, menunjukkan adanya 
suatu enclave masyarakat transisi, dari masyarakat komunal 
(tradisional) ke masyarakat ego (modern). saya sedang tidak 
mempertentangkan keduanya, dan keduanya tidak berarti paradoksal.

1. Pro-Poligami
Pro-poligami ini didukung oleh msyarakat dan individu yang 
mengafirmasi "ego komunal", secara relijius "ego ketuhanan". Teh 
Ninih telah menikah dengan Tuhan dan masyarakatnya, tinimbang dengan 
Aa Gym. kelemahannya, adalah, bahwa ego Aa Gym menjadi superior 
dalam kosmologi masyarakat komunal-ketuhanan. Sejarah poligami, 
memang satu paket dengan sejarah segregasi perempuan (seperti saya 
tulis di Kompas dan JakPost). Jadi ketika Teh Ninih, ikhlas, dia 
sedang tidak mengklaim "ego", dia sedang mengklain "ego Tuhan".

Persoalannya adalah, Indonesia ini berada dalam dunia transisi, 
jamaah Aa Gym adalah jamaah transisi. Dalam banyak hal, Aa Gym, 
bahkan memperkuda aparatus modern untuk mem-verifikasi dakwah-nya 
(lewat tivi, radio, dll, juga bisnis modern). Seandainya, Aa Gym, 
menjalankan dakwahnya secara "tarikat", yang jelas-jelas 
mengafirmasi sistem komunal, tentu Aa Gym tidak akan dihujat media. 
Media yang didiami oleh Aa Gym telah mengafirmasi dunia "Ego".

2. Kontra-Poligami
Masyarakat yang menolak poligami, telah matang dalam dunia ego, 
dunia spesialisasi, dunia modern. tatkala jelas terlihat 
bahwa "super ego" yang dimiliki Aa Gym telah menindas "Ego" Teh 
Ninih. Masyarakat ini melihat bahwa parade poligami Aa Gym dan 
beberapa pejabat negara adalah parada kelas atas. kelas ekonomi 
atas. jadi telah menghina kelas ekonomi bawah. Di sini mereka 
melihat Aa Gym memiliki "split-personality". Misal, ketika dia 
miskin, dia tidak akan poligami, karena dia tidak mampu. Ketika dia 
kaya, dia melakukannya. Masyarakat media, terutama, KHAWATIR, kalau 
langkah ini ditiru oleh kelas menengah ke bawah. ini akan jadi 
persoalan besar.

Masyarakat Muslim yang mengkritik poligami, belum tentu sedang tidak 
setuju dengan Quran-Hadith. Tapi, secara DEEP STRUCTURE, mereka ini 
sedang "nyentil"/mengkritik polah dan tingkah lagi pentinggi agama 
Muslim yang sudah tidak lagi "uswatun hasanah", menjadi contoh yang 
baik bagi ummat. Juga mengkritik petinggi agama akan pentingnya LAKU 
(bhs Jawa) alias "Jihad". Menurut mereka, Aa Gym telah terpeleset 
Jihad-nya, di tengah masyarakat Muslim Indonesia yang miskin ini. 

3. Transisi-Poligamy
Kompilasi Hukum Islam Indonesia, sebenarnya, telah mewadahi 
keberadaan kosmologi transisi tersebut. Dengan memberikan syarat 
SANGAT KETAT pada poligamors. Syarat paling berat adalah IJIN ISTRI 
PERTAMA. Ini yang diciderai oleh Aa Gym. Terbukti, dari laporan 
Pengadilan Agama Bandung, Aa Gym menikah pada bulan Juli di Malaysia 
itu belum mendapat ijin dari Teh Ninih. Makanya, Teh Ninih kollaps 
dan masuk rumah sakit.

4. SOLUSI TEH NINIH
Teh Ninih telah melakukan solusi cerdas. dengan kembali meng-
afirmasi kosmologi komunal, kosmologi ketuhanan, dan mengesampingkan 
kosmologi ego yang dia miliki. Teh Ninih, dari tinjauan sosial, 
telah menikah, bukan lagi dengan Aa Gym, tapi dengan Jemaah Aa Gym 
dan dengan Tuhan Aa Gym. 

Sedang Aa Gym sendiri, mengetahui sekali akan dua kosmologi 
tersebut. Dia dapat berpindah, kapan pun dia suka, untuk 
menjustifikasi perbuatannya. Atau, bisa jadi, dia sedang khilaf dan 
lupa diri bahwa masyarakat Indonesia, masyarakat Muslim terbesar di 
dunia ini, sedang sekarat, berada dalam jurang kemiskinan. Ingat 
lagi, bahwa separoh penduduk Indonesia miskin. Tindakan apa yang 
seharusnya dilakukan oleh Petinggi Agama Islam di tengah kemiskinan? 
Poligami? Saya kira, tindakan ini tidak akan populer. Juga untuk 
para politisi Partai Islamis, tindakan ini, justru akan megurangi 
konstituennya. So, hati-hati rek nek arep poligami, massa bakal 
menurun loh.....

salaam,
dewi candraningrum

p.s.: Berikut narasi singkat sastra Persia-India menyangkut 
poligami, yang telah dilakukan, jauh sebelum Aa Gym berpoligami. 
Karya sastra perempuan2 ini ditulis sekitar abad 19. Selamat membaca.
___________________________________________________________________

Muenster, 10 Desember 2006

"Tuhanku, Nikahi Aku"

Dewi Candraningrum*

Berikut ini adalah adaptasi dari kisah-kisah yang dinarasikan oleh
Cornelia Sorabji dalam memoarnya (India Recalled, 1936; India
Calling, 1932; Love and Life Behind the Purdah, 1901; Sun Babies,
1904). Karya-karyanya meninggalkan jejak sejarah Perempuan India di
masa transisi, dari kosmologi tradisional ke era modern. Banyak
dikisahkan resistensi perempuan-perempuan yang hidup dalam Harem
(Tradisi Arab) atau Zenana (Tradisi India). Sistem masyarakatnya
diatur oleh segregasi ketat antara ruang publik, ruang laki-laki dan
ruang domestik, ruang perempuan. Sistem segregasi ini mewujud dalam
baju, yaitu Hijab dalam tradisi tanah Arab atau Purdah dalam tradisi
masyarakat tradisional India. Kejap-kejap resistensi perempuan
dilukiskan tatkala kosmologi masyarakat modern bertemu dengan
masyarakat tradisional. Dalam masyarakat transisi tersebut, jelas
terlihat bagaimana perjumpaan dua peradaban itu telah menimbulkan
sejumlah kekerasan epistemik terhadap peran perempuan yang sudah
mulai memasuki ranah publik. Tugas-tugas publik dan domestik tidak
lagi melulu dikuasai salah satu kubu. Baik laki-laki maupun
perempuan telah setara dalam tugas publik dan domestik dalam
masyarakat modern. Kekerasan metafisik, psikologis, fisik, estetik,
dan epistemik yang disematkan kepada tubuh, peran dan nilai
perempuan, sebenarnya, dalam rangka penuntasan transisi tersebut.
Berikut adalah kisah adaptasi itu:

"Tuhanku, Nikahi Aku"
Pagi ini, udara di Harem Khatiwar terasa sembilu. Pagi ini Harem
Khatiwar diguyur air mata gagu. Sang Raj menikah untuk kali yang
keempat. Raj memiliki beberapa istana. Kepada-nya kuasa publik
diberikan secara absolut. Publik adalah Raj. Dalam istana-nya,
dibangun-lah sebuah istana kecil, Harem, yang elok, dihiasi taman-
taman nan indah. Kelok-kelok rumput yang hijau, dan desir angin
menyapu kolam tempat mandi para Rani-nya. Rani-rani itu berlarian ke
sana ke mari menangkap kupu-kupu, mencerabut bunga-bunga, dan daun-
daun berbentuk segi tiga. Indah sekali pemandangan di harem itu.
Sang Raj yang lelah di sore hari dari mengurusi persoalan publik,
akan beristirahat dan memandang lekat-lekat ke-tiga Rani yang
dimilikinya. Mereka bak oase yang tak henti-henti memancarkan cahaya
benderang-nya. Tapi pagi ini, udara Harem terasa sesak. Raj menikah
lagi. Menurut nasehat Mullah, Raj dapat menikahi empat istri. Mullah
pulalah yang telah menikahkannya, dengan ke-empat Rani-nya.

Dari beberapa kamar, muncul suara-suara yang berbeda-beda. Kamar
dari istri tertua, sujud bertafakur. Memohon pada Dzat yang Maha
Agung. "Tuhanku, Nikahilah Aku", ucapnya lirih. Rani Sepuh menyisir
rambutnya yang mulai memutih. Acap kali dia betulkan sajadah yang
terhampar di hadapannya. Rani Sepuh berketetapan untuk menikah
dengan jiwa abadi-nya, menghilang-kan suara tubuh-nya. Pergi
berhaji, mencari suci jiwa. Telah ditinggalkannya hiruk pikuk suara-
suara tubuh. Telah ditutupnya pintu indera sembilan. Meninggalkan
kenikmatan dari kesembilan indera tubuh yang dimilikinya. "Kepada
Tuhanku, aku menuju", ucapnya lirih.

Dari kamar Rani Dwi terdengar kerisak suara kertas-kertas. Rani Dwi
sedang membaca. Dia adalah Rani paling cerdas dan pintar yang telah
dipilih oleh sang Raj untuk menjadi salah satu penasehat-nya.
Seringkali Rani Tri cemburu sekali karena setiap kata-katanya selalu
didengar oleh Sang Raj. Sang Raj sangat mengagumi kecerdasan Rani
Dwi. Rani Dwi yang pendiam itu, adalah Rani yang dalam.
Dijebloskannya suara tubuh-nya dalam lembar-lembar kertas yang dia
tulis. Rani Dwi, Rani Pemurung. Rani Dwi, Rani Pendiam. "Duhai
filsuf-ku, sinarilah daku yang dungi ini, nikahilah aku", ucapnya
lirih.

Dari kamar Rani Tri terdengar gedubrak suara kayu. "Prang",
dilemparkannya bantal-bantal yang tersusun rapi di atas tempat tidur
itu. Menangis tersedu-sedu, merah padam, wajah bening nan ayu itu.
Selama ini, dari ketiga istri Raj, Rani Tri-lah yang paling cantik.
Tapi, sekarang, dengan kehadiran Rani Catur, Rani Tri tak lagi yang
paling cantik. Rani Catur memiliki kualitas kecantikan yang lebih
superior darinya. Murung. Berhari-hari, tersedu-sedu dalam tangis.
Linglung, bergelas-gelas air mata tumpah. Tak digubrisnya tangis
bayi di tangan pembantunya. "Seperti sembilu hati ini", ucapnya
lirih.

Dari kamar Rani Catur, istri yang sungguh muda belia itu, terdengar
sapuan kerisak bedak yang ditaburkannya di atas pipinya. Sungguh
belia! Ayu pula! Kualitas kesempurnaan tubuh seorang perempuan ada
padanya. Puncak usia kecantikan seorang perempuan, ada padanya.
Bunga yang harum. Tapi pula bunga yang akan layu dalam tempo
beberapa tahun. Rani Catur, Rani yang hijau. Rani Catur, Rani yang
tergelak-gelak dalam tawa bahagia menyaksikan istana yang megah,
kereta yang mewah, perhiasan yang benderang. Raj telah
mengunjunginya beberapa kali. Namun tak tersirat rasa girang itu di
pelupuk matanya. "Dia terlampau tua untukku", ucapnya lirih.

Harem pagi ini hiruk lagi. Pikuk suara-suara perempuan itu sudah tak
terlihat lagi. Rupanya Sang Raj mencari istri lagi. Syaratnya adalah
menceraikan salah satu istri dari keempat istrinya. Sang Raj
bertitah kepada Rani Sepuh, "Menikahlah dengan Tuhanmu. Jemputlah
kematianmu. Semoga damai jalanmu". Ijinkanku hidup seribu tahun
lagi. Ijinkanku menghabiskan suka dunia ini. Ijinkanku memenuhi
nasehat Mullah istana kita. Ijinkanku memenuhi janji Tuhanku, akan
perempuan-perempuan fana ini. Ijinkanku habiskan fana ini.

Rani Sepuh berjalan pelan, diraihnya beberapa tas, dan mulailah dia
dan beberapa pengawal berjalan menuju Mekkah. Sepanjang perjalanan,
Rani Sepuh membentangkan sajadah di hadapannya, ditariknya tasbih
dan berdzikir sepanjang jalan sambil berucap lirih, "Tuhanku, nikahi
aku".

*Penulis adalah perempuan yang mendengar suara-suara para Rani itu.
____________________________________________________________________

--- In [EMAIL PROTECTED], "A. Akbar Susamto" 
<akbarmonash@> wrote:
>
> Pak Ikhsan, saya tertarik dengan posting ini. Dan untuk membuat 
diskusi lebih obyektif, mungkin ada baiknya saya mulai dengan 
mengatakan bahwa saya termasuk yang setuju dengan ijtihad bahwa 
hukum dasar poligami itu mubah/boleh dan bukan sunnah/anjuran (i.e. 
secara umum saya tidak mendukung poligami). Jadi, kalau ada 
perbedaan pendapat nanti, larinya bukan ke judgment "siapa pendukung 
kelompok mana harus menulis di media apa". Begitu juga, yang akan 
saya ikuti adalah topik poligami, dampak (dalam tinjauan ilmiah), 
dan kemungkinan pengaturannya, bukan "si dia bagaimana mengapa ada-
ada saja".
>    
>   Saya coba pake ISI Web of Knowledge di library monash uni dengan 
kata kunci "polygamy", database-nya Social Sciences Citation Index 
(SSCI) dan Arts & Humanities Citation Index (A&HCI), bahasa-nya all-
language, jenis tulisan article. Hasilnya ada 131 tulisan.
>    
>   Dengan kata kunci "polygamy AND effect", dan skenario lain tetap 
seperti di atas, ditemukan hanya 8 tulisan. Dari delapan ini, saya 
ambil beberapa sampel yang judulnya saya anggap paling mencolok dan 
sesuai dengan kata kunci tadi. 
>    
>   Sebagian besar tulisan2 yang ada di sana memang sama dengan yang 
njenengan posting di email.
>    
>   Hanya saja, pake logika falsificationism, saya ingin 
menyampaikan bahwa pernyataan "semua studi menunjukkan poligami 
berdampak negatif" yang njenengan tulis tidak sepenuhnya tepat. 
Tulisan yang njenengan paste ini saja sudah cukup untuk pembuktian 
saya (masih ada beberapa yang lain yang sudah saya baca sekilas, 
tapi gak usah ditulis di sini,kepanjangan). 
>    
>   "..There were no significant [Raven's Progessive Matrices] test 
score differences between adolescents from monogamous families and 
adolescents from polygamous families.." [Elbedour, Salman; Bart, 
William M; Hektner, Joel. 2003. Intelligence and family marital 
structure: The case of adolescents from monogamous and polygamous 
families among Bedouin Arabs in Israel.." The Journal of Social 
Psychology. vol 143 (1), pp. 95]
>    
>   Tentang pernyataan "Tidak ada satu pun studi yang menunjukan ada 
dampak positif dari poligami", saya belum bisa mem-falsifikasinya 
secara tegas. Tapi tentu tidak berarti bahwa pernyataan mutlak tidak 
bisa ditolak. Setidaknya, njenengan bisa baca tulisan ini, yang 
ditulis oleh ekonom, memuat beberapa "economic advantages of 
polygamy" dan mendukung agar poligami tetap diperbolehkan.
>    
>   Westley, C. 1998. "Matrimony and Microeconomics: A Critique of 
Gary Becker's Analysis of Marriage", Journal of Markets & Morality. 
vol 1(1), pp. 67-74.
>    
>   Tentang 11 simpulan itu, saya belum sempat baca satu2 dan 
mungkin akan kesulitan karena spektrum keilmuan yang terlalu luas, 
dari biologi ke psikologi, dari kedokteran sampai ekonomi. Tapi, 
pembuktian saya pada poin pertama dan nukilan pendapat pada poin 
kedua di atas cukup mengingatkan kita bahwa judment tentang poligami 
tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa, apalagi dengan prejudice 
awal yang antipati. 
>    
>   Tentang pendapat ini:
>   ..proxy yang digunakan dalam ilmu ekonomi atau sosial 
kuantitatif terapan, adalah keluarga dengan kepala keluarga 
perempuan. Proxy ini memang tidak terlalu akurat karena bisa jadi 
keluarga seperti ini bukan karena dipoligami, tapi karena akibat 
lain seperti kematian, perceraian dsb... 
>    
>   Dalam hal itu, ... Kesimpulannya... Mereka biasanya memiliki 
pendapatan lebih rendah, tingkat tabungan yang lebih, lebih rentan 
terhadap krisis, fertilitas yang lebih tinggi, infant mortatility, 
kalori intake yang lebih rendah, pendidikan yang lebih rendah dsb 
dsb.
> 
>   Inaccurate proxy gives you just inaccurate results! Inaccurate 
results are just.. (apa ya? he2x)
>    
>   Tentang studinya pak Ikhsan, saya belum baca. Tapi kalau boleh 
saya tebak, di situ elemen poligami-nya pasti dibawah 5%. Betul gak? 
>      
> 
>  __________________________________________________
> Do You Yahoo!?
> Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
> http://mail.yahoo.com
>

--- End forwarded message ---


Kirim email ke