http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=7931


Rabu, 27 Des 2006,



Ribuan Warga Kelaparan 


Buntut Banjir yang Kepung Enam Kabupaten di Aceh 


BANDA ACEH - Berhari-hari dikepung banjir, ribuan warga di Kabupaten Aceh 
Tamiang dilaporkan kelaparan. Bantuan makanan untuk mereka terhambat. Sebab, 
satu jembatan menuju daerah itu hancur diterjang air bah. Selain itu, 
jalan-jalan masih digenangi air. 

Jika kondisi itu tak cepat ditangani, bukan tidak mustahil jumlah korban tewas 
akan bertambah. Menurut data Satkorlak Aceh, jumlah korban tewas akibat banjir 
yang menyerang enam kabupaten di Aceh (Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, 
Bireuen, Bener Meriah, dan Gayo Lues) hingga kemarin mencapai 69 orang. "Jumlah 
ini mungkin masih bertambah," kata Sekretaris Satkorlak Aceh Syarifudin 
Ibrahim. 

Korban tewas itu adalah 44 dari Aceh Tamiang, 4 Aceh Utara, 11 Gayo Lues, dan 
10 Bener Meriah. Di Aceh Tamiang yang merupakan kawasan terparah diserang 
banjir, informasi yang dihimpun Rakyat Aceh (Grup Jawa Pos), warga yang 
terisolasi dan belum mendapat bantuan makanan itu tersebar di Kecamatan Tamiang 
Hulu dan Bandar Pusaka. "Jumlah mereka ribuan. Mereka kelaparan," kata salah 
satu petugas Satkorlak Banda Aceh. 

Kecamatan yang terisolasi itu sebenarnya bisa ditempuh lewat jalur sungai. 
Tapi, cara tersebut belum bisa dilakukan karena arus sungai masih deras. 
Menggunakan helikopter juga sulit. Hampir seluruh daratan masih digenangi air.

Hingga kemarin, data tentang jumlah korban tewas, hilang, warga mengungsi, dan 
rumah rusak, masih belum final. Data sementara yang diperoleh Rakyat Aceh dari 
Satkorlak Aceh Tamiang, korban tewas di Aceh Tamiang mencapai 44 orang. Selain 
itu, 200 orang dinyatakan hilang.

Masih menurut data itu, 4.000 rumah rusak berat dan 1.600 rumah hanyut. Khusus 
untuk pengungsi dari Aceh Tamiang mencapai 211.000 jiwa. Mereka tersebar di 118 
titik lokasi pengungsian. 

Pj Bupati Aceh Tamiang Ir Syahbuddin Usman mengakui, jalan darat menuju 
beberapa wilayah selatan Aceh Tamiang, seperti Tamiang Hulu dan sekitarnya, 
belum bisa dilalui. Jembatan yang ada putus dan beberapa titik ruas jalan masih 
digenangi air. Ketinggian air masih satu meter. 

"Satu-satunya jalan yaitu melalui jalur sungai. Itu pun masih terkendala karena 
derasnya aliran sungai," kata Syahbuddin. 

Dia menambahkan, saat ini terus berupaya mengevakuasi warga. Bahkan, pihaknya 
sudah meminta bantuan helikopter untuk mendistribusikan logistik ke sejumlah 
wilayah pedalaman.


KSAD Sumbang Rp 100 Juta

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Djoko Santoso kemarin meninjau 
langsung Aceh Tamiang. Menggunakan tiga helikopter, KSAD yang ditemani beberapa 
petinggi TNI lain mendarat di Paya Bedi.

Di lokasi itulah pemerintahan Kabupaten Aceh Tamiang dikendalikan. Rombongan 
KSAD diterima langsung Pj Bupati Aceh Tamiang Ir Syahbuddin Usman dan unsur 
muspida lainnya. 

Dalam kesempatan itu, KSAD memberikan bantuan langsung kepada Pemkab Aceh 
Tamiang Rp 100 juta. Bantuan itu berasal dari para pengusaha yang tergabung 
dalam Peguyuban Bantuan Kemanusiaan Sekata Dalam Nestapa. 

Setelah berdialog dengan beberapa warga, KSAD menuju Langsa. Dari Langsa, 
dengan bermobil KSAD mendatangi lokasi pengungsi di SMA Unggul Desa Buket 
Tinggi, Kecamatan Mayak Payed. 

Didampingi Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Supiadin AS, Djoko menerima 
pemaparan langsung dari Danrem 011 Lilawangsa Kol Inf Erwin Safitri.

Erwin mengatakan, pihaknya sudah menurunkan tim khusus untuk penanggulangan 
bencana. Tim khusus itu bekerja sejak hari pertama banjir. 

Bekerja sama dengan pemkab setempat, pihaknya mengerahkan empat helikopter 
untuk mendistribusikan logistik ke wilayah-wilayah pendalaman, seperti Tamiang 
Hulu dan Bandar Pusaka di Aceh Tamiang dan wilayah Kecamatan Simpang Jernih dan 
Serba Jadi Kabupaten Aceh Timur.

Upaya itu juga masih terkendala karena beberapa wilayah masih digenangi air. 
Jadi, pihaknya masih kesulitan mendistribusikan logistik. 

Djoko mengimbau semua pihak agar dapat membantu warga yang terkena musibah. 
Bencana saat ini tidak hanya terjadi di Aceh, tapi hampir di seluruh Indonesia. 
"Inilah barangkali akibat bila kita sudah tidak lagi bersahabat dengan alam," 
katanya.


Ungkap Penyebab Banjir

Apa yang menyebabkan banjir melanda enam kabupaten di Aceh? Menurut hasil 
penelitian Nasional Greenomics Indonesia, sebuah LSM yang peduli lingkungan, 
banjir tersebut terkait dengan rusaknya 2,1 juta hektare kawasan konservasi dan 
hutan lindung. Kawasan konservasi itu tersebar di enam kabupaten yang dilanda 
banjir. Data tersebut diperoleh Greenomics, setelah mereka turun di Aceh selama 
tiga bulan. 

"Sampai hari ini (kemarin), tim kami masih mengumpulkan data di sana (Aceh)," 
kata Koordinator Nasional Greenomics Indonesia (NGI) Vanda Mutia Dewi kepada 
wartawan di Jakarta kemarin. 

NGI menilai BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) Aceh ikut bertanggung 
jawab. Sebab, enam kabupaten yang dilanda banjir itu termasuk pemasok kebutuhan 
kayu untuk rekonstruksi Aceh. 

Vanda mengatakan, BRR kurang ketat mengawasi bahan baku berupa kayu yang 
dipakai untuk merehab dan merekonstruksi bangunan-bangunan di Aceh. "Banyak 
kayu yang sumbernya tidak jelas, digunakan dalam rekonstruksi Aceh tanpa 
dikenai sanksi. Ini menyebabkan perilaku aji mumpung untuk memasok kayu ilegal 
dari hasil pembalakan liar atas nama rekonstruksi Aceh," paparnya. 

Padahal, BRR telah memprediksikan, hingga empat tahun target program 
rekonstruksi Aceh selesai, jumlah kebutuhan kayu mencapai 1,7 juta meter kubik. 
"Ini kayu dari mana kalau 2,1 juta hektare kawasan lindung dan 390 ribu hektare 
hutan produksi sudah rusak parah," ujar Vanda. 

Selain karena kontraktor rekonstruksi Aceh melakukan illegal logging, kerusakan 
itu disebabkan buruknya kinerja hak pengelolaan hutan (HPH) yang beroperasi di 
Aceh. Di dalam areal konsesi HPH tersebut, terdapat 300 ribu hektare hutan 
lindung dan kawasan konservasi. 

Studi Greenomics menunjukkan, Aceh baru bisa lepas dari hantaman banjir dan 
tanah longsor tahunan bila mampu merehabilitasi dan memulihkan kondisi hutannya 
seluas 2,32 juta hektare, termasuk sebagian kawasan hutan produksi. "Tidak ada 
pilihan lain selain stop HPH di Aceh untuk selamanya," katanya. 

Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara BRR Mirza Keumala menolak tudingan 
Greenomics bahwa pihaknya ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan hutan Aceh. 
"Proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh kan baru berjalan 1,5 tahun. 
Tidak adil kalau kami dianggap merusak hutan Aceh. Kecuali kalau sebelum kami 
datang, hutan di Aceh masih hijau dan lebat," ujarnya meyakinkan.

Bila kontraktor lokal yang ditunjuk BRR ternyata curang, Mirza mengaku hal itu 
sepenuhnya tanggung jawab pemerintah daerah dan pihak kepolisian sebagai 
pengawas dan pengontrol. "Yang jelas, kami masih memegang komitmen untuk 
memakai kayu dari luar Aceh. Sejak 2006, kami juga sudah memakai konstruksi 
free fabricated untuk mengurangi penggunaan kayu pada bahan bangunan," 
tuturnya. Bangunan free fabricated adalah bangunan yang menggunakan rangka 
aluminium atau baja dan dindingnya terbuat dari baja beton. (ris/jpnn/nue)


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke