Laagiii blehhh.. hajar blehhhh........ kiwil juga jadilah...... Hehehehhe
   
  CMIIWweeeee perjuangan...
   
  Salam bleeeehhhhh

IrwanK <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Maksudnya nyerang siapa? Kiwil? :-P
Betul?

Wassalam,

Irwan.K

On 1/2/07, Rye Woo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Hajar Truss Bleeeeehhhhhhh......... ;-), kapan lagiiii, mumpung msh ade
> kesemptn...
>
> CMIIWweeeeeee perjuangan..
>
> Salam.....perjuangan
>
> IrwanK <[EMAIL PROTECTED] <irwank2k6%40gmail.com>> wrote:
> Obat bagi kepentingan pribadi.. di atas kepentingan keluarga.. dengan jual
> ayat/agama.. :-p
> Juga ajang mentasbihkan diri sendiri lebih baik dari orang lain..
> bahwa yang lain namun tidak berilmu dan berharta dilarang mengikuti..
> Buktinya: nikah" diam".. dan pake cara nodong untuk keikhlasan sang istri
> yang sempet klenger dulu..
>
> CMIIW..
>
> Wassalam,
>
> Irwan.K
>
> On 1/2/07, abu faris <[EMAIL PROTECTED]<abinya_faris1991%40yahoo.com>>
> wrote:
> >
> > Pologami obat bagi orang yang mempunyai syahwat besar
> > daripada zinah sedangkan racun apabila menelantarkan
> > istri dan anak2 nya
> >
> > --- "L.Meilany" <[EMAIL PROTECTED] 
> > <wpamungk%40centrin.net.id><wpamungk%40centrin.net.id>>
>
> > wrote:
> >
> > > Benar, Pak Ambon.
> > > Mengulas tulisan yg sifatnya fakta atau opini itu
> > > juga susah.
> > > Yg jelas, persepsi laki2 dan perempuan tentang
> > > masalah 'adil' mungkin beda
> > > Jadi nggak akan pernah bisa nyambung.
> > > Keadilan bagi perempuan bukan cuma menyangkut fisik
> > > semata- yg kelihatan
> > > tapi juga menyangkut batin. Lahiriah dan batiniah.
> > >
> > > Jadi, nggak bisa gitu memandang poligami hanya dari
> > > sudut pria saja.
> > > Poligami dimasa sekarang bukan melulu masalah
> > > teologis, tapi juga menyangkut kehidupan
> > > bermasyarakat, sosekbud.
> > > Laki2 memandang poligami hanya dari sisi agamanya
> > > saja, sedangkan perempuan secara holistik-
> > > keseluruhan.
> > >
> > > Selama masih beda, maka praktek poligami akan terus
> > > diomongin terutamanya oleh perempuan.
> > > Karena laki2 lebih menekankan pada masalah fisik
> > > semata, pokoknya asal 'adil' urusan
> > > materi semuanya dianggap beres.
> > > Sedangkan perempuan, anak2, kerabat itu lebih perasa
> > > :-)
> > >
> > > Salam
> > > l.meilany
> > > ----- Original Message -----
> > >
> > > From: Ambon
> > > To: Undisclosed-Recipient:;
> > > Sent: Thursday, December 28, 2006 5:51 PM
> > > Subject: [wanita-muslimah] Poligami: Obat Atau
> > > Racun?
> > >
> > >
> > >
> > >
> > http://www.indomedia.com/bpost/122006/28/opini/opini1.htm
> > >
> > > Poligami: Obat Atau Racun?
> > >
> > > Pelaku poligami yang kaya raya mungkin bisa
> > > berhasil berbagi materi secara 'adil'. Tetapi,
> > > berhasil atau gagalnya ia berbagi keadilan di
> > > wilayah perasaan tak akan ada yang tahu.
> > >
> > > Sainul Hermawan
> > > Dosen FKIP Unlam
> > >
> > > Telatkah bicara soal poligami ketika berita
> > > tentang poligami Aa Gym mulai mereda? Jawabnya tentu
> > > tidak, karena persoalan poligami bukan hanya gosip
> > > murahan tetapi ia juga salah satu tema penting dalam
> > > penelitian Sosiologi dan Antropologi. Karenanya,
> > > persoalan poligami perlu terus didiskusikan dalam
> > > kerangka ilmiah atau dalam kerangka apa saja,
> > > termasuk untuk tujuan gosip murahan.
> > >
> > > Akumulasi dari seluruh rangkaian pembicaraan
> > > tentangnya akan memberikan informasi bagi publik
> > > untuk menyikapi poligami secara bijak. Dalam
> > > pengertian, bukan hanya menilai poligami dari satu
> > > sudut pandang tetapi juga dari berbagai pengalaman
> > > orang yang pernah mengalaminya.
> > >
> > > Ketika seorang muslim bicara soal legalitas
> > > poligami, ia akan merujuk QS ayat 3: " ... maka
> > > menikahlah dengan wanita-wanita (lain) yang kamu
> > > cintai; dua, tiga, atau empat orang wanita, namun
> > > bila kamu khawatir tidak dapat berbuat adil maka
> > > nikahilah satu orang wanita saja ...." Tetapi kita
> > > harus ingat, kalimat ini penggalan dari kalimat
> > > panjang yang memerlukan penafsiran yang luas pula.
> > > Tetapi, pecinta poligami pemula sering memplesetkan
> > > ayat ini hanya untuk sebagai bemper pengaman.
> > >
> > > Ayat tersebut bukan sekadar membolehkan, tetapi
> > > juga melarang. Jadi, jangan ditafsirkan ayat ini
> > > sepenuhnya mengizinkan. Poligami itu sah-sah saja
> > > asal pelakunya adil, kalau tidak bisa adil jangan.
> > > Sebenarnya, imbauan semacam ini sering kita jumpai
> > > pada kotak obat. Ibarat obat, poligami bukan obat
> > > yang cocok bagi siapa saja. Setiap obat pasti selalu
> > > disertai dengan catatan kontra indikasi.
> > >
> > > Misalnya, obat A dapat untuk mengobati penyakit B
> > > asalkan pemakai tidak punya gejala penyakit C, D, E
> > > dan sebagainya. Demikian juga poligami, ia bisa jadi
> > > obat jika perempuan yang akan diobatinya tidak
> > > mengidap 'penyakit' tertentu. Tetapi dalam soal ini,
> > > sebenarnya siapa yang sakit? Laki-laki atau
> > > perempuan?
> > >
> > > Saya punya seorang kawan (laki-laki) yang selalu
> > > bercerita keinginan kuatnya untuk berpoligami.
> > > Dengan ungkapan yang sangat ekspresif dia berucap:
> > > "Pokoknya aku harus poligami. Aku sudah memasuki
> > > masa puber kedua. Aku tak bisa kerja kalau hasratku
> > > tak tersalur." Tetapi sampai detik ini, ia belum
> > > berani melakukannya karena istrinya tak mengizinkan.
> > > Bagi istrinya, lebih baik 'diracun' daripada dimadu.
> > > Ia menghadapi dilema. Tak poligami tak bisa kerja,
> > > sementara kalau memaksakan diri poligami ia akan
> > > melakukan sesuatu yang dibenci Tuhan: perceraian.
> > > Akhirnya ia selingkuh. Ia bisa kerja. Tetapi ia
> > > menjalani kemunafikan setiap hari. Munafik juga
> > > dibenci Tuhan. Akhirnya kejenuhan datang juga,
> > > perempuan yang diselingkuhinya ternyata lebih
> > > menjijikkan daripada istri yang telah memberinya
> > > keturunan.
> > >
> > > Menghadapi poligami, perempuan dan laki-laki bisa
> > > sama-sama 'sakit'. Laki-laki sakit karena hasrat
> > > seksual primitifnya, tak menemukan saluran lain yang
> > > bisa membelokkan ke arah selain poligami. Perempuan
> > > juga 'sakit', karena ia makhluk yang dilahirkan
> > > dengan naluri lebih perasa daripada laki-laki.
> > >
> > > Di sinilah kompleksnya berbuat keadilan dalam
> > > ranah perasaan yang sangat abstrak. Pelaku poligami
> > > yang kaya raya mungkin bisa berhasil berbagi materi
> > > secara 'adil'. Tetapi, berhasil atau gagalnya ia
> > > berbagi keadilan di wilayah perasaan tak akan ada
> > > yang tahu. Kecuali hanya Tuhan dan perempuan yang
> > > mengalaminya. Kita hanya bisa menerka lewat
> > > senyumnya, perempuan yang dimadu itu bahagia.
> > > Tetapi, senyum itu bisa sedangkal lautan yang
> > > dalamnya bisa diduga. Tetapi apa yang dirasakan hati
> > > perempuan yang menjalani poligami, siapa yang tahu?
> > >
> > > Karena itu, pembela poligami tak perlu terlalu
> > > bernafsu untuk menyalahkan mereka yang antipoligami,
> > > apalagi dengan menggeneralisasi dan memplesetkan
> > > surah suci hanya untuk kepentingan nafsu primitif
> > > laki-laki yang ada sejak Islam belum ada. Kasus
> > > poligami yang sering saya ketahui, ternyata tidak
> > > didorong oleh keinginan utama untuk menjalankan
> > > perintah agama. Agama selalu jadi tameng legitimasi
> > > untuk melapangkan jalan, menenangkan kegamangan
> > > pikiran dan perasaan pelakunya. Kalau begitu,
> > > poligami religius atau sekuler menjadi tipis
> > > batasnya. Meskipun kita punya teladan dalam soal
> > > ini, baik yang universal ataupun lokal, setiap
> > > peniruan selalu tak mulus karena sejarah dan nasib
> > > manusia tak pernah benar-benar sama.
> > >
> > > Demikian pula penentang poligami, tak perlu
> > > terlalu jauh memvonis mereka yang berpoligami atau
> > > seorang lelaki yang menikahi lebih dari satu
> > > perempuan adalah 'penjahat kemanusian' yang
> > > merendahkan martabat perempuan. Ingat, kenyataan
> > > perempuan itu tak homogen. Dunia perempuan itu
> > > sebuah belantara luas yang mustahil disimpulkan
> > > hanya oleh sebuah tulisan yang penuh keterbatasan
> > > dan nafsu. Dunia perempuan itu penuh warna.
> > >
> > > Jadi, kalau pelaku poligami baik laki-laki maupun
> > > perempuan, berpoligami dengan meneladani hidup Rasul
> > > itu sangat baik dan terpuji. Tetapi, jarak
> > > peneladanan itu sangat abstrak karena kita dan Rasul
> > > terpisah jarak ruang dan waktu yang begitu lebar dan
> > > jauh. Mungkin lebih baik kita melakukan peniruan
> > > pada teladan yang lebih dekat, meskipun dengan
> > > semangat yang tak beda dengan peneladanan pertama.
> > > Misalnya dengan becermin pada model poligami Guru
> > > Ijai. Ketika Guru Ijai berpoligami, tak ada
> > > kasak-kusuk dan fitnah di sekitarnya. Popularitasnya
> > > tak memudar. Poligaminya tampak damai dan
> > > menentramkan. Mereka tak perlu roadshow untuk
> > > menjelaskan tentang istri tua dan istri mudanya
> > > serta keluarganya baik-baik saja.
> > >
> > > Jadi, kalau masih amatiran, sebaiknya jangan
> > > berpoligami daripada nantinya ikut-ikutan memelintir
> > > ayat Tuhan untuk kepentingan nafsu belaka.
> > > Memelintir ayat Tuhan, akhir-akhir ini jadi trend
> > > dengan tujuan 'meningkatkan pendapatan asli diri
> > > sendiri'. Poligami amatiran jelas bukan obat, tapi
> > > racun sejati, bukan hanya bagi wanita, tapi juga
> > > bagi agama.
> > >
> > > e-mail: [EMAIL PROTECTED] <sainulh%40yahoo.com> <sainulh%40yahoo.com>
>

[Non-text portions of this message have been removed]



         

 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke