Saya coba memahami keterwakilan 30% ini ya Mia.
Kalau tidak salah sih ini aturan untuk pemilihan calon legislatif dari
partai-partai.
Selama ini, anggota legislatif mayoritas adalah lelaki, sementara perempuan
hanya sekitar atau mungkin di bawah 10% jumlahnya. Dengan demikian,
keterwakilan perempuan termasuk isu-isu perempuan dalam perundang-undangan
jadi kurang terbahas, kalaupun dibahas lebih banyak dalam perspektif
laki-laki.
Persyaratan yang membuat partai-partai harus mencalonkan minimal 30% adalah
perempuan merupakan upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam
legislasi.

Kalau dalam pemahaman saya, selama ini partisipasi perempuan dalam legislasi
masih sangat kurang. Makanya perlu ditingkatkan dengan pemberian angka 30%
ini. Bukan berarti wanita hanya diwakili oleh 30% saja. Kalau wanitanya siap
dan sanggup, bisa saja bertarung di wilayah publik dengan kondisi yang lebih
fair. Ini menurut pemahaman saya lho.

salam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com

On 1/18/07, Mia <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Aku barusan ngobrol2 dengan temen, mencoba mengerti jalan pikiran
> kenapa keterwakilan perempuan 30% banyak ditentang oleh cowok maupun
> cewek. Aku mencoba mengerti jalan pikiran temen2 cewek yang jadul.
>
> Aku ngebayangin di jaman nabi. Perempuan statusnya adalah hak milik
> suku, seperti kambing unta dimilikin komunal. Trus nabi bilang
> perempuan warisnya 1/2 dari laki-laki. Jreng! Dari harta milik
> statusnya naik punya kepemilikan, walaupun cuman 1/2.
>
> Sekarang, dimana status perempuan di wilayah domestik, dikatakan bahwa
> wilayah publik mesti diwakilkan oleh perempuan minimum 30%. Bisa
> mulain di parlemen, parpol, trus ke eksekutif, terus kemana-mana.
>
> Jangan-jangan kita lagi ngikutin sunnah nabi....gleggg. gimana?...:-)
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke