Hidup Abu Amien Rais! Antum layak dicalonkan sebagai khalifah Indonebia kelak 
kalau sudah berdiri!
  
Bali Bisa Membuat Perda Syariat Hindu
  Source: Korantempo, 26 Juni 2006
   
  DENPASAR - Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais menyebutkan 
keberadaan peraturan daerah yang dianggap sebagai turunan dari syariat Islam 
bergantung pada keputusan legislatif di daerah masing-masing. "Seperti di Aceh, 
yang 90 persen anggota DPRD-nya menghendaki, ya, wajar saja," kata dia setelah 
menghadiri pelantikan pengurus Partai Amanat Nasional Bali di Kuta, Sabtu lalu.
   
  Namun, dia menegaskan, perda yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan
ideologi negara sehingga merusak persatuan bangsa. "Kalau bertentangan,
harus dibatalkan," ujarnya.
   
  Selain itu, pembuatan suatu perda harus melalui proses yang demokratis,
tanpa ada pemaksaan pada kelompok yang berbeda pendapat. Karena itu, daerah 
seperti Bali, yang mayoritas warganya beragama Hindu, bisa saja meminta agar 
perda yang dihasilkan oleh DPRD-nya merupakan turunan dari ajaran Hindu.
  
Ia menilai langkah semacam itu tidak akan menjadi hal membahayakan bagi
Pancasila, karena hanya beberapa daerah tertentu yang memiliki karakteristik
yang khusus.
   
  Dalam kesempatan terpisah, Luthfi Assyaukanie, pengajar sejarah pemikiran
Islam di Universitas Paramadina, mengingatkan bahwa titik-titik konsentrasi
untuk menyukseskan peraturan daerah yang berbau syariat terjadi di Aceh,
Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat, yang dulu menjadi basis Darul Islam. "Ini
untuk jadi bahan pemikiran kita, ada apa dengan semua ini," katanya. Semangat 
keagamaan yang berlebihan, kata dia, akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan RI.
   
  Sedangkan Constant M. Ponggawa, Ketua Fraksi Partai Damai Sejahtera,
menegaskan tidak punya fobia terhadap Islam ataupun anti terhadap perda
bernapaskan syariat Islam. Hanya, dia berharap pembuatan perda itu sesuai
dengan otonomi daerah dan konstitusi 1945. "Islamofobia timbul dari luar
negeri. Sedangkan kami sudah hidup bersama dengan muslim dari lahir", katanya 
dalam diskusi bertajuk "Islamophobia dan Perda Syariah" dua hari lalu.
   
  Mengenai kekhawatiran adanya proses islamisasi dalam peraturan itu, Constant 
menekankan, pembuatan peraturan daerah adalah untuk sebuah tujuan yang mulia. 
Tapi, untuk mencapai tujuan mulia tersebut, tidak semata-mata dibutuhkan 
peraturan baru. Sebab, dengan beragam peraturan yang sudah ada, asalkan 
penegakan hukum dijalankan dengan baik, hasilnya akan memadai.

  Constant, yang pernah mengajukan petisi agar Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono membatalkan berbagai perda bernapaskan syariat, menyebutkan
menurunnya tingkat perjudian di Jakarta bukan karena munculnya perda-perda
baru, "Tapi karena penegakan hukum."
   
  Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi mengatakan perda 
syariat Islam tidak perlu ada, asalkan aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum 
Pidana dipertegas dan diperjelas. "Tidak perlu ada perda syariat karena aturan 
itu sudah ada di dalam KUHP. Yang perlu dilakukan adalah perbaikan KUHP-nya," 
kata dia sebelum melantik pemimpin pusat Muslimat NU periode 2006-2011 di 
Istora Senayan kemarin.
   
  ROFIQI HASAN | RIEKA RAHADIANA | EKO ARI WIBOWO
   

                
---------------------------------
Lelah menerima spam? Surat Yahoo! mempunyai perlindungan terbaik terhadap spam. 
 http://id.mail.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke