Ma'afkan saya sekali lagi Pak Irwan;) bukan hendak melecehkan bentuk Mahar yang umumnya ada dimasyarakat kita bahkan saya setuju dengan bentuk Mahar yang dipilih Pak Irwan karena bentuk seperti itulah Mahar yang ada didalam masyarakat kita.
Mahar dalam masyarakat kita hanya sebuah bentuk simbolik saja, karena ada perbedaan bentuk hubungan/relasi suami istri antara masyarakat kita dengan masyarakat arab. Dalam masyarakat kita hubungan suami-istri dalam kedudukan yang setara dan sejajar, kalau saya tidak salah arti dari garwa/garwo, pamajikan, istri adalah suatu ungkapan kesejajaran dalam suami-istri. Dalam bentuknya hubungan suami-istri yang ada didalam masyarakat kita inilah yang menggambarkan kesetaraan yang di ungkapkan didalam Qur'an dimana dgn kiasan Qur'an menyatakan bahwa Istri adalah baju untuk suami dan suami adalah baju untuk istri. Artinya bahwa suami-istri saling bekerja sama membentuk sebuah team, dan didalam team tersebut tidak ada pihak-pihak yang lebih harus melindungi, harus lebih bertanggung jawab, harus lebih memimpin atau ada pihak yang lebih harus di lindungi, harus lebih diayomi, lebih harus dipimpin dll Maka dari itu mitos bahwa suami pemimpin rumah tangga sebaiknya di hilangkan dalam konteks hubungan suami-istri didalam masyarakat kita karena konotasi pemimpin bisa memberikan pemahaman bahwa kedudukan suami "lebih" daripada istri...lebih bertanggung jawab, lebih melindungi, lebih, mengayomi, lebih membimbing dll Padahal dalam konsep ..."mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.".. (QS. 2:187) tidak pihak yang lebih memimpin, lebih bertanggung jawa, lebih melindungi...karena istripun mempunyai keharusan dan hak yang sama yaitu melindungi suami, bertanggung jawab terhadap suaminya, mengayomi suaminya dan juga membimbing suaminya...itulah fungsi dari relasi suami istri yang digambarkan sebagaimana pakaian dalam Qs.2:187 Dengan demikian perlindungan lebih kepada pihak istri berupa Mahar menjadi tidak perlu/bisa dihilangkan dengan demikian menjadikan mahar sebagai sesuatu yang hanya simbol ritual memang sesuai dengan kondisi dan keadaan masyarakat kita. Yang saya pikir salah adalah, menempatkan Mahar sebagai sesuatu yang berupa simbol ritual semata (ngasih mahar ala kadarnya, istilah cuman bisa buat beli bakso plus gerobaknya) tapi menetapkan hubungan suami-istri atau bentuk relasi suami istri seperti pada masyarakat arab dizaman Nabi maupun masyarakat arab sekarang ini. Dimana istri di tempatkan sebagai pihak yang berada dibawah kepemimpinan suami, berada di bahwa komando suami. Dalam hal ini terciptalah ketidak seimbangan yang membawa ketidakadilan sehingga istri menjadi pihak yang tertindas dan terzalimi. seperti yang dikatakan dalam dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, (QS. 53:39) Artinya begini, jika suami dalam masyarakat arab memberikan besarnya perlindungan jaminan kesejahteraan kepada istri maka dengan sendirinya dia mendapatkan hak-hak yang besar pula terhadap istri, berbeda dengan para suami di dalam masyarakat kita. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, IrwanK <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Saya maafkan Mbak Chae.. :-) Btw, kalau mahar (khususnya uang) tidak besar > memangnya kenapa ya? > > Waktu saya menikah, hanya mampu memberi Rp 113.000 saja (11 Maret).. > Saya sendiri gak yakin uang segitu bisa dapat untuk membeli > bakso+gerobaknya.. > Kalau pake tahunnya, bisa jadi 10x lipat tuh.. > > Waktu itu mana sanggup saya, sebagai anak tertua & Bapak juga sudah > meninggal.. > Modalnya cuma bondo nekat.. Lah wong biaya nikah aja ngandelin (ikut) arisan > > keluarga + ngutang ke Kaka' Ipar (ngandelin dari hasil undangan).. :-P > > Alhamdulillah akhirnya ketutup juga, gak sampe ngutang.. ya meskipun gak > bisa > banyak 'babawaan'.. salah satunya cuma TV 14".. Itupun tv waktu masih ngekos > > (bukan baru).. :-p > > FYI, semasa hidupnya, Alm. Mamah saya mengatakan agar saya jangan minta > bagian dari rumah yang ditinggalkan.. karena saya dianggap 'paling sukses' > di antara anak"nya.. Itu untuk adik" kamu, kata beliau sambil tersenyum.. > Tapi tetap saja, yang ngurus tuh rumah, kita juga.. :-) > > Soalnya yang satu milih ngontrak dekat mertuanya (ada yang masih 'ogohan' > atau > 'keras'?).. yang bontot belum nikah meskipun sekarang sudah punya usaha > sendiri.. > Mudah"an sebelum Q3 tahun ini bakal nikah, setelah ceweknya lulus kuliah.. > > Bersyukurlah bagi yang mampu memberikan mahar yang besar sejak awal dan > kesuksesannya juga semakin meningkat.. :D > CMIIW.. > > Wassalam, > > Irwan.K > > On 2/23/07, Chae <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > he..he..he.. boleh-boleh mau bayar pake apa nich kuliahanya??;) > > > > Pertama laki-laki mendapatkan 2:1 warisan daripada perempuan karena: > > > > 2. Mahar yang dibayarkan menjadi jaminan bagi kesejahteraan perempuan; > > Nabi aja bayar Mahar itu sekitar 100 unta (coba di convert ke bentuk > > uang dgn mengalikan 100 x harga unta Rp.7,000,000 maka Mahar Nabi > > sekitar Rp.700,000,000) > > > > Ma'af2 kata yach...disini mah Mahar teh enggak jauh dari seperangkat > > alat sholat dan duit yang cukup cuman buat beli bakso plus gerobaknya:)) > > . > > > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] >