Mohon di Sebar Luaskan.

PERNYATAAN SIKAP BERSAMA

Merespon Pengesahan Rancangan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana 
Perdagangan Orang (RUU PTPPO)

Saat ini Indonesia dinilai masih belum serius dalam menangani dan mencegah 
terjadinya perdagangan manusia. Hal itu
menyusul menurunnya peringkat Indonesia dari Tier 2 menjadi Tier 2 Watch List 
(Tingkat 2 Daftar Pengamatan Khusus). Selain
itu Indonesia juga dianggap gagal meningkatkan upaya untuk memerangi praktek 
perdagangan manusia, salah satunya disebabkan
belum adanya perangkat hukum yang bisa menjerat pelaku.

Jaringan kerja prolegnas pro perempuan (JKP3) mengikuti secara intensif dan 
konsisten seluruh proses legislasi RUU
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RUU PTPPO). Selama proses 
legislasi sampai disepakati untuk dibawa pada
rapat paripurna proses pembahasan RUU PTPPO dilakukan secara terbuka. Oleh 
karena itu kami dapat dengan instens mengikuti
rapat-rapat PANJA membahas RUU PTPPO dan melakukan lobby-lobby dengan anggota 
PANJA serta audiensi dengan beberapa fraksi.
Kami mencatat bahwa PANJA pembahasan RUU PTPPO inilah yang paling akomodatif 
dan terbuka terhadap masukan.

Hal ini menunjukkan political will yang baik di kalangan para anggota PANJA dan 
PANSUS. Dengan adanya proses yang
partisipatif tersebut beberapa prioritas usulan JKP3 yaitu definisi jeratan 
hutan, definisi eksploitasi seksual,
kepentingan korban trafiking di luar negeri dan hak impunitas korban diakomodir 
oleh PANSUS. 

Dengan adanya definisi jeratan hutang dan juga definisi tentang eksploitasi 
seksual maka tidak ada lagi celah hukum bagi
pelaku untuk lari dari proses hukum karena sudah ada kepastian hukum sehingga 
tidak bisa lagi ditafsirkan sesuai dengan
kepentingan pelaku. Kepentingan korban diluar negeri untuk menentukan 
pilihannya juga diakomodir dalam undang-undang ini
dengan adanya klausul kepentingan terbaik bagi korban di luar negeri. Terobosan 
hukum yang cukup signifikan dalam UU PTPPO
ini adalah adanya hak bagi korban trafiking untuk tidak dijerat hukuman bila 
melakukan tindak pidana dimana posisinya
sebagai korban (misalnya PSK dan pengedaran narkoba). 

Namun demikian UU PTPPO belum sepenuhnya mengakomodir perdagangan anak 
melainkan hanya memuat perdagangan orang dengan
korban anak bukan perdagangan anak karena tidak mencantumkan definisi 
perdagangan anak yang secara substansi sangat
berbeda dengan perdagangan orang. Karena perdagangan anak tidak memasukkan 
unsur ”cara” sebagai salah satu unsur
trafiking, sehingga apapun caranya selama memenuhi unsur ”proses” dan ”tujuan” 
maka termasuk trafiking sesuai dengan
Protocol Palermo. 

Konsorsium Indonesia ACT (Againts Child Trafficking) juga melihat bahwa UU 
PTPPO hanya merupakan salah satu contoh dimana
anak belum mendapat perlindungan yang semestinya mereka dapatkan. anggota DPR 
dari Fraksi PDIP, Eva Sundari sempat
menyampaikan kekurangan yang ada dalam RUU ini termasuk definisi perdagangan 
anak. Ini bisa jadi masalah karena harusnya
menurut prinsip definisi perdagangan anak seperti yang dimaksud dalam Konvensi 
Palermo, cara apapun tidak boleh digunakan
untuk menentukan apakah seorang anak merupakan korban perdagangan atau bukan. 
Ketika anak sudah mengalami proses
rekrutmen, transportasi, transfer, penyembunyian, atau penerimaan seorang anak 
untuk maksud eksploitasi, anak sudah harus
dianggap sebagai korban perdagangan. 
Karenanya dalam strategi ke depan konsorsium ini terus berupaya menyebarluaskan 
informasi pada komunitas guna menentang
perdagangan anak, melobi pemangku kepentingan untuk hukum nasional dan 
menerapkan RAN anti perdagangan anak, dan
menerjemahkannya pada tingkatan lokal serta mendorong sistem rujukan dan 
menyediakan pelayanan/intervensi bagi anak yang
diperdagangkan. 
Lebih lanjut, dengan disahkannya UU PTPPO maka seharusnya tidak ada lagi korban 
trafiking yang masuk penjara karena
dianggap melakukan tindak pidana. Tidak boleh ada lagi PSK yang dirazia, 
dikejar-kejar dan dipidanakan baik oleh satpol PP
maupun oleh polisi. Tidak boleh ada lagi korban trafiking yang dipenjarakan 
dengan tuduhan pemalsuan identitas, pengedaran
narkoba, model pornografi, maupun bentuk eksploitasi seksual lainnya. UU PTPPO 
akan menjadi payung hukum bagi para aparat
penegak hukum untuk segera dan tidak menunda-nunda lagi menindaklanjuti 
kasus-kasus trafiking karena trafiking termasuk
dalam kategori seriuos crime. 

Selain itu UU PTPPO ini juga harus menjadi payung hukum bagi 
peraturan-peraturan daerah yang terkait dengan pemberantasan
dan penanganan korban trafiking. Maka peraturan daerah yang selama ini telah 
berjalan dan tidak sesuai dengan mandat UU
PTPPO harus segera direvisi atau dicabut agar terjadi harmonisasi dalam sistem 
peraturan perundangan di Indonesia. Pelaku
jeratan hutang yang selama ini paling banyak menjadi modus trafiking tidak bisa 
lagi lepas dari tuntutan hukum dengan
adanya definisi jeratan hutang yang memberikan kepastian hukum bagi korban. 
Solusi dari korban trafiking yang berada di
luar negeri tidak selama pemulangan, namun harus berdasarkan pada kepentingan 
terbaik korban termasuk hak korban untuk
mendapatkan pekerjaan di luar negeri atau mengikuti proses hukum yang 
dilaksanakan di luar negeri. 

Upaya perlindungan bagi saksi dan korban trafiking harus secepatnya 
diimplementasikan oleh pemerintah tidak hanya
berdasar pada UU perlindungan saksi dan korban tapi juga UU PTPPO yang juga 
mengatur tentang perlindungan dan hak saksi
dan korban trafiking yang tidak diakomodir dalam UU Perlindungan saksi dan 
korban. Hal ini bertujuan untuk menjamin
keselamatan dan pemenuhan hak-hak saksi dan korban trafiking yang selama ini 
berada dalam kondisi terancam keselamatannya,
karena trafiking termasuk organized crime dan seringkali pelaku merupakan 
orang-orang terdekat korban. 

Berdasarkan beberapa catatan tersebut diatas maka kami menghimbau agar

1.      Pemerintah dengan melibatkan DPR dan juga masyarakat merumuskan PP 
untuk implementasi Undang-undang PTPPO yang
        baru disahkan dengan juga mengakomodir definisi perdagangan anak yang 
belum termaktub dalam UU PTPO yang baru disahkan
        tersebut.
2.      Sesegera mungkin membentuk gugus tugas yang dimandatkan dalam 
Undang-undang PTPPO agar pemberantasan terhadap
        tindak pidana trafiking dapat segera dilaksanakan.
3.      Pihak-pihak yang terlibat dalam KATMAGATRIPOL (Kesepakatan Bersama Tiga 
Menteri dan Mabes POLRI) segera merespon
        dan menindaklanjuti pelaksanaan dari undang-undang ini.

Pernyataan ini disampaikan oleh:

1.      Jaringan Kerja Program Legislasi Nasional Pro Perempuan (JKP3) yang 
terdiri dari: Aliansi Pelangi Antar Bangsa
        (APAB), Bandungwangi, Bupera FSPSI Reformasi, CETRO, Derap Warapsari, 
ICMC, ICRP, Insitut Perempuan, Kakilima,
        Kalyanamitra, Kapal Perempuan, KePPaK Perempuan, Koalisi Perempuan 
Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI)-Jabotabek,
        KOHATI PB HMI, LBH APIK Jakarta, LBH Jakarta, LKBH PeKa, Mitra 
Perempuan, Perempuan Mahardika, Perwati, PKT RSCM, PP
        Fatayat NU, PP Muslimat NU, PSHK Indonesia, Puan Amal Hayati, Rahima, 
Rumpun Gema Perempuan, Rumah Kita, Seknas KPI,
        Senjata Kartini (SEKAR), SIKAP,  The Asia Foundation (TAF),  Yayasan 
Kesehatan Perempuan (YKP), Yayasan Pulih, YATRIWI,
        AJI, LSPP, ELSAM, Solidaritas Perempuan (SP), Solidaritas Buruh Migran 
Karawang (SBMK), Solidaritas Buruh Migran Indonesia
        (SBMI), YAPPIKA dan YLBHI.
2.      Jaringan Kerja Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak 
(JAKER PKTP)
3.      Konsorsium Indonesia ACT (Againts Child Trafficking) yang terdiri dari: 
Yayasan Jurnal Perempuan dan Tim
        Fasilitator 21 DKI Jakarta, Yayasan Samin-Yogyakarta, Yayasan 
Kakak-Solo, Yayasan Setara-Semarang, Yayasan Sari-Solo,
        Rifkah Annisa-Yogyakarta, YMKK- Batam, YLBH-PIK Pontianak, LRC KJ-HAM 
Semarang, Yayasan Kusuma Buana (Jakarta &
        Indramayu), KKSP Medan, Yayasan Anak dan Perempuan, Institut 
Perempuan-Bandung, Perkumpulan Panca Karsa- Mataram, Rumah
        Perempuan-Kupang dan Yayasan Kawan Kami-Surabaya.


Jakarta 23 Maret 2007,

Ratna Batara Munti                              Emmy Lucy Smith
Koordinator JKP3                                Koordinator Presidium Indonesia 
ACT



=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke