iya sih, emang banyak yang menggunakan dalil-dalil agama untuk
kepentingannya sendiri. kalau orang lain yang menggunakan dibilang gak
valid lah. aneh emang ...
kembali ke soal guru ngaji, kalau dibilang merusak pasaran, berarti
ada pasarnya dong :))
saya sih menduga itu soal kecemburuan dari temen2 si guru ngaji karena
si guru ngaji dapet gaji lebih tinggi daripada mereka2. terus dengan
dalil2 berbungkus agama, misal soal keikhlasan, mereka "menyerang" si
guru ngaji itu.
emang susah orang indonesia itu, gak bisa ngeliat orang lain senang :(
penginnya semua diajak susah. padahal kalau mau berpikir positif, bisa
aja dipikirkan rame-rame, bagaimana kira2 sistem penarifan yang pas.
lah jaman Rasulullah SAW saja, ngaji bisa buat bayar mahar (berarti
senilai uang kan?) bisa juga buat mbebasin budak. Jaman
khalifah-khalifah juga guru2 agama digaji sama negara. Makanya omong
kosong yang ngomong soal "keikhlasan" itu.

salam,
--
wikan
http://wikan.multiply.com

On 3/23/07, Aisha <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Itu dia, mas Wikan. Saudara saya ini melihat guru ngaji ini punya ilmu yang 
> berkaitan dengan membaca Al Quran, kondisi ekonominya sama buruknya dengan 
> guru bahasa Inggris anaknya yang punya ilmu bahasa Inggris. Jika guru bahasa 
> Inggris ini memang mengatakan upahnya setiap kali datang dengan jelas, guru 
> ngaji ini hanya mengatakan, "saya ikhlas, lillahi ta'ala", tapi dia juga 
> perlu hidup dan sudah menyisihkan waktunya untuk mengajar mengaji, apa 
> salahnya diberi imbalan yang sama dengan guru lainnya? Ikhlas itu kan tidak 
> berkaitan dengan dibayar atau tidaknya, tapi yang mendapat kebaikan dari 
> orang yang ikhlas ini yang harus tahu diri, apakah orang ikhlas ini hidupnya 
> sudah berkecukupan atau tidak. Menurut orang-orang yang protes itu, agama 
> bukan untuk didagangkan - dikasih imbalan jika melakukannya. Bagaimana dengan 
> parpol yang jualan agama? Bagaimana dengan bisnis yang pakai istilah-istilah 
> agama?

Kirim email ke