Pengertian saya mungkin berbeda, tapi mungkin ada kesamaan dengan apa
yang prof tuliskan di bawah. Saya setuju bahwa hukum itu harus dinamis,
dalam artian hukum itu harus selalu bisa menjawab persoalan yang terjadi
di masyarakat. Demikian pula dengan hukum Islam. Tidak seharusnya hukum
itu "tidak berkembang", dalam artian "tidak dapat menjawab permasalahan
yang (mungkin) baru". Karenanya, pintu ijtihad harus terbuka bagi hukum
Islam. Tentunya dengan menggunakan metodology yang benar. Bukan
menggunakan metodology "rasa-rasa", atau dengan mengikuti apa kata orang
banyak. Jadi dalam hal ini, yang saya maksudkan bahwa hukum Islam harus
berkembang, BUKANLAH mengubah hukum-hukum yang sudah ada, kemudian
disesuaikan dengan zaman. TETAPI hal-hal atau fakta-fakta baru yang
berkembang itu dicari rujukannya dalam Islam. 
 
Yang penting lagi, menurut pemahaman saya, fakta tidak boleh dijadikan
hukum. Maksudnya, kita tidak bisa membuat hukum yang tujuannya
mempertahankan fakta yang ada. Hukum lah yang harusnya men-shape
masyarakat ke bentukan yang seharusnya. Tentu memang untuk itu
diperlukan konsistensi dalam penegakkan hukum-hukum tersebut. Tanpa ada
konsistensi tersebut, hukum tidak ada artinya, karena hanya berhenti di
atas kertas saja. 
 
Begitu menurut pandangan saya.
Wallahu'alam bishowab.
Wassalaam,
-Ning
 
________________________________

From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Dan
Sent: Friday, March 23, 2007 5:39 PM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Re: A women's right to wear, or not to wear,
the veil - Global Warming



Hukum harus dinamis kalau mau tetap relevan dan oleh karenanya harus 
mengikuti perkembangan jaman oleh karena itu harus bisa berubah. Tapi 
bukan berarti penegakkannya boleh enggak konsisten.

Harus dibedakan antara konsistensi penegakan hukum dan perubahan 
nilai2 yg membawahi suatu hukum. Hukum di Barat berubah terus tetapi 
begitu berubah konsistensi penegakannya tegar sesuai dg hukum yg baru.

Ketidakberubahan hukum tidak menjamin konsistensi penegakannya. Ini 
sudah dibuktikan dalam sejarah. Ketidakberubahan hukum itu 
memandegkan kemajuan persis spt yg terjadi di dunia Islam. Makanya 
saya tidak setuju dg ini karena pemikiran manusia itu berkembang. 
Justru penyebab kemandegan dunia Islam antara lain karena hukumnya 
tidak berkembang dg jaman tetapi konsistensi penegakannya tidak 
seragam.

Bedakan antara konsistensi penegakan hukum dan berubahnya nilai2 yg 
mendasari suatu hukum.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
<mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> , "Tri Budi Lestyaningsih 
\(Ning\)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> Mbak,
> Kalau hukum yang untuk masing-masing (tidak berimpact pada orang 
lain),
> misalnya sholat, puasa dll saya rasa OK saja setiap agama untuk
> menjalankan atau meng-govern-nya masing-masing untuk para 
pemeluknya. 
> 
> Kalau sudah ke hubungan antar manusia, atau aturan yang menyangkut 
lebih
> dari satu orang, tentu perlu ada satu hukum yang dipakai (diadopt) 
untuk
> diimplementasikan bersama-sama. Nah, untuk aturan seperti ini, ada 2
> pilihan :
> 1/ Sekuler, yang pada dasarnya adalah terserah manusia, atau manusia
> membuat hukum sesuai kemauannya, atau berdasarkan demokrasi.
> 2/ Islam, yaitu menggunakan hukum yang digali dari syariat Islam. 
Kenapa
> bukan aturan agama lain ? Karena agama lain tidak memiliki aturan 
yang
> menyeluruh seperti Islam. Islam itu ideologi, yang dari situ kita 
bisa
> menggali hukum-hukum kemasyarakatan, sebagaimana pernah tegak dan
> diterapkan di masa kekhalifahan dulu. Dan aturan-aturan itu 
applicable
> dan membawa maslahat untuk orang Islam dan non-Islam, termasuk
> perlindungan bagi orang-orang beragama lain untuk menjalankan ibadah
> sesuai agamanya masing-masing, dan perlindungan atas keselamatan
> orang-orang non muslim yang tidak memerangi Islam.
> 
> Sebagai orang Islam yang menginginkan untuk menjalankan hukum Islam
> secara kaffah, seharusnya kita menginginkan pilihan ke-2: Islam 
sebagai
> aturan. Saya rasa itu adalah keinginan yang sangat logis bagi umat
> Islam. 
> 
> Bagaimana dengan Pancasila ? Inget ngga jaman Sukarno dulu. Kan 
pake-nya
> Pancasila ya. Jaman pak Harto, sama juga pake Pancasila. Kenapa 
aturan
> secara praktis (tataran implementasi)-nya berbeda ? Ya karena 
Pancasila
> bisa diinterpretasikan secara berbeda. Pada jaman pak Karno, 
Pancasila
> diinterpretasikan dengan kacamata orla. Jaman pak Harto, dengan 
kacamata
> orba. Ya kalau mbak tanya apa yang mesti diubah, mungkin : Hayu kita
> interpretasikan Pancasila dengan kacamata Islam. Bukankah mayoritas
> penduduk di Indonesia juga Islam? Kenapa ragu mengambil sumber hukum
> dari Islam ?
> 
> Mungkin itu dari saya, mbak. Prof DP kemungkinan akan menganjurkan 
untuk
> ambil pilihan pertama (sekuler). Kalau memang demikian, memang saya 
dan
> beliau memiliki pendapat dan pandangan yang berseberangan. 
> 
> Wallahu'alam
> Wassalaam,
> -Ning
> 
> -----Original Message-----
> From: wanita-muslimah@yahoogroups.com
<mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
<mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> ] On Behalf Of Mia
> Sent: Friday, March 23, 2007 12:06 PM
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
<mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> Subject: [wanita-muslimah] Re: A women's right to wear, or not to 
wear,
> the veil - Global Warming
> 
> Pak Dana, mba Ning negara plural Pancasila dengan parlemen sekarang 
dan
> yang mengakui semua 'hukum agama', apakah cukup memadai?
> 
> Kalau nggak, apa yang mesti diubah?
> 
> salam
> Mia
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
<mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> , "Dan" <dana.pamilih@>
> wrote:
> >
> > Asumsi di sini ialah bahwa agama itu terpisah dari negara. Hukum 
> > negara berkedudukan di atas hukum agama karena hukum negara itu
> adalah
> > hasil kontrak sosial warganegara tsb. Hukum negara itu lebih
> mengikat
> > karena tidak membedakan agama dan perangkat penegakannya ada, 
resmi 
> > dan berfungsi.
> > 
> > Hukum agama selama belum jadi hukum negara barulah kontrak antara
> si
> > individu dg Tuhan. Kontrak ini tidak ada saksinya dan tidak ada
> bukti
> > hitam di atas putih. Kontrak ini tidak ada perangkat penegakan 
yg 
> > resmi. Yg ada itu model FPI yg seenaknya saja melakukan 
vandalisme 
> > atas nama agama.
> > 
> > Sumber hukum negara bisa dari Allah, bisa dari mana saja. Tetapi
> utk
> > menjadi hukum harus melalui prosedur resmi dan mengikat bagi 
semua 
> > warganegara, tanpa kecuali.
> > 
> > Agama itu bagi saya adalah pengalaman spiritual pribadi yg selain 
> > tidak dapat diterapkan kpd orang lain karena sangat individu
> apalagi
> > tidak mungkin diterapkan oleh gerombolan anarkis yg bermodal cuma 
> > jubah putih dan berlafaz Arab. Ini bukan agama.
> > 
> > Agama itu bisa juga sbg way of life yg artinya bagian dari 
budaya. 
> > Penegakan 'hukum' ini bisa melalui persuasi budaya.
> > 
> > Nah keduanya itu sebelum menjadi hukum positif suatu negara 
adalah 
> > pilihan sesuka hati bagi penganutnya. Selama tidak melanggar 
hukum 
> > negara.
> > 
> > Selama hukum itu belum diratifikasi oleh DPR maka belum jadi hukum
> yg
> > dapat ditegakkan di Indonesia. Inilah esensi dari NKRI, yaitu
> negara
> > sekuler modern.
> > 
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com
<mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> , "Tri Budi Lestyaningsih 
> > \(Ning\)" <ninghdw@> wrote:
> > >
> > > 
> > > Nimbrung, prof.
> > > 
> > > Saya tertarik dengan statement prof di bawah. "Konsumen berhak
> memilih
> > > apa yang DISUKAINYA selama TIDAK MELANGGAR HUKUM". 
> > > 
> > > Artinya :
> > > 1/ Bila ada yang DIA SUKAI tapi MELANGGAR HUKUM --> Tidak bisa /
> tidak
> > > boleh dilakukan
> > > 2/ Bila ada yang DIA TIDAK SUKAI tapi bila TIDAK DILAKUKAN akan 
> > > MELANGGAR HUKUM --> Harus dilakukan (regardless dia suka atau
> tidak)
> > > 
> > > Betul kan ?
> > > 
> > > Jadi Key word di sini adalah : MELANGGAR HUKUM atau TIDAK.
> > > 
> > > Artinya : Tidak ada lagi yang namanya KEBEBASAN itu. Karena kita
> akan
> > > DIPAKSA tidak melakukan apa yang kita sukai atau DIPAKSA
> melakukan apa
> > > yang tidak kita sukai, demi menaati HUKUM itu sendiri.
> > > 
> > > Sampai sini saya rasa saya masih aligned, Prof.
> > > 
> > > Selanjutnya, Hukum yang dimaksud itu hukum yang mana ? Apakah
> hukum yang
> > > menyenangkan orang banyak ? Atau hukum yang mana ? Nah, di sini
> mungkin
> > > kita berbeda pendapat. Saya berpendapat bahwa hukum yang
> dimaksud di
> > > atas, yang menjadi acuan bagi segala gerak-gerik kita itu,
> haruslah
> > > bersumber dari Allah SWT, dan bukan bersumber dari maunya orang
> banyak
> > > (based on democracy). Mengapa demikian ? Karena belum tentu
> orang yang
> > > banyak itu pasti benar. Kalau kebetulan maunya orang banyak
> aligned
> > > dengan hukum Allah, fine. Kalau tidak ? Gimana ?
> > > 
> > > Kalau kemudian kita sudah sepakat bahwa hukum yang harus ditaati
> itu
> > > adalah hukum dari Allah, mungkin diskusi bisa dilanjutkan
> dengan :
> > > Bagaimana kita mengetahui hukum yang mana yang bersumber dari
> Allah itu,
> > > bagaimana kriterianya, dan seterusnya. Saya rasa kalau kita 
mulai 
> > > diskusinya dari point ini, mungkin akan lebih clear (setidaknya
> buat
> > > saya )
> > > 
> > > Wassalaam,
> > > -Ning
> > > 
> 
> 
> 
> 
> =======================
> Milis Wanita Muslimah
> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun 
masyarakat.
> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
<http://www.wanita-muslimah.com>  ARSIP DISKUSI :
> http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
<http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages> 
> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
<mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com> 
> Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
<mailto:wanita-muslimah-unsubscribe%40yahoogroups.com> 
> Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
<mailto:keluarga-sejahtera%40yahoogroups.com> 
> Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
<mailto:majelismuda%40yahoogroups.com> 
> 
> This mailing list has a special spell casted to reject any 
attachment
> .... 
> Yahoo! Groups Links
>



 


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to