Matur kasuwun, Mas Afiff. Wah, kalau saya teringat nama "Afiff", saya teringat nama tersebut disandang oleh salah satu putra Buya HAMKA. Saya mengenalnya ketika saya duduk sebagai adik kelasnya di Ponpes.....
Masalah maaf-memaafkan, itu sudah menjadi kewajiban dalam diri saya. Mengapa? Lantaran, saya ini cuma manusia. Dan, memaafkan itu salah satu jalan yang paling dekat dengan KETAKWAAN (QS 2:237). Jalan yang lain adalah menegakkan keadilan (QS 5:8). Dan, itulah yang sebenarnya menjadi landasan SYARIAT ISLAM, dan bukan perda syariah. :) Nah, di bawah ini saya kirimkan kopian bab "ma'rifat" yang saya sampaikan pada salah satu jamaah pengajian yang saya asuh pada 2006 yang lalu. Bagian yang keempat dari 7 bab, tentang fuad. Wassalam, chodjim ======================================================= Al-salâmu 'alaykum wa rahmat Allâh wa barakâtuh, MA'RIFAT ALLAH Mengenal Diri-4 Qalb menjadi titik pusat dari dunia eksternal dan internal. Fungsinya sebagai penimbang alam di luar qalb dan di dalamnya. Bila kita berhenti di qalb, maka perilaku kita lebih banyak digerakkan oleh emosi. Manusia harus meningkatkan kualitas spiritualnya dengan memberdayakan organ batinnya yang lebih dalam yaitu fuad. Di dalam Alquran baik qalb maupun fuad disebut sendiri-sendiri. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri. Keduanya tidak saling dipertukarkan. Misalnya, kalau kata "syukur" yang disebut, maka fungsi fuad yang dikedepankan. Syukur bukan fungsi qalb tapi fungsi fuad. Yang menjadi masalah dalam penerjemahan Alquran adalah kedua kata itu sama-sama diterjemahkan hati. Dengan menyamakan maknanya umat Islam di dunia menjadi mandek, berhenti, perkembangan spiritualnya. Fuad merupakan bentuk kata benda tunggal, sedangkan jamaknya af'idah. Dalam kosa kata Jawa, fuad tidak diterjemahkan tapi diserap dan diucapkan pungat. Secara posisi, fuad berada di lapisan batin yang lebih dalam. Sehingga, dalam implementasinya pada kehidupan manusia lebih belakangan daripada qalb atau yang sehari-hari disebut hati. Apakah fuad? Kalau kita memerhatikan beberapa ayat Alquran, seperti QS 16:78, 23:78, 32:9 dan 67:23, maka kata af'idah (bentuk jamak dari fuad) dikaitkan dengan kata syukur. Jika melihat rangkaian kata al-sam'a, al-abshâr dan af'idah, yang bentuk pluralnya pada abshar dan af'idah, maka yang tercakup pada kata af'idah adalah semua organ dari fuad hingga organ-organ yang lebih halus yang ada di dalamnya, yaitu syaghaf, lub dan sirr. Dengan menggerakkan atau memberdayakan organ yang namanya fuad maka fungsi akal akan semakin tampak. Oleh karena itu, jangan heran bila di dalam Alquran kata akal sama sekali tidak disebut. Jadi, akal merupakan proses pemberdayaan organ-organ yang halus, yang lebih halus daripada hati, qalb. Meski yang dirujuk untuk memahami (ya'qilu) itu hati atau qalb, tapi yang dituju adalah yang ada di dalamnya atau yang lebih halus dari hati itu sendiri. Kesyukuran terkait dengan penggunaan fu'ad. Bila kita memerhatikan rangkaian ayat QS 16:10-14, kita akan menyadari bahwa syukur akan dapat kita lakukan setelah kita melakukan proses berpikir, pemahaman, dan pembelajaran yang terus-menerus. Syukur ternyata bukanlah hasil spontanitas atau ungkapan kegembiraan. Dengan fungsinya yang luar biasa itu, maka dalam kehidupan ini, yang dimintai pertanggungjawaban adalah fuad (QS 17:36). Ini sebenarnya merupakan personifikasi dari organ fuad, yang seolah-olah berdiri sendiri. Padahal, sebenarnya yang dimintai pertanggungjawaban ya diri kita. Sama halnya kalau kita makan, yang berperanan aktif adalah tangan dan mulut. Tapi, sebenarnya yang berkehendak makan adalah diri manusia yang hidup itu. Mungkin kita bertanya, bagaimana caranya memberdayakan atau menggerakkan potensi fuad yang ada di dalam diri kita. Banyak sekali orang yang merasa kesulitan cara mengoperasikan fuad. Katanya, fuad kan lebih halus daripada hati? Bagaimana kita dapat menjalankannya bila kita tidak melihatnya? Ya, memang benar bahwa fuad itu organ batin yang tak kasat mata. Fuad itu lain dengan telinga dan mata. Telinga dan mata ada pada jasmani, sehingga kalau kita memerhatikan sesuatu, kita tinggal mengarahkannya dengan menggerakkan kepala dan bola mata. Lha, bagaimana dengan fuad? Tentu saja ada perbedaan antara menjalankan organ yang sifatnya lahiriah dan yang batiniah. Namun, juga ada persamaan. Persamaannya itu sama-sama memerlukan latihan atau riyadhah. Kalau kita hendak memberdayakan fuad, maka kita terlebih dahulu harus meningkatkan kualitas emosi kita yang digerakkan oleh qalb. Emosi harus dimatangkan dan ditenangkan terlebih dahulu. Yaitu, dengan melatih kesabaran di segenap aspek kehidupan. Lihat kembali ajaran tentang sabar yang diberikan sebelumnya atau pahami dari buku Rahasia 10 Malam. Setelah itu, kita lanjutkan dengan latihan penggunaan rasio dan logika. Pelajaran berhitung, fisika, dan biologi yang diajarkan sejak di sekolah dasar sebenarnya alat untuk melatih pemberdayaan fuad. Karena, dengan pelatihan untuk memecahkan soal-soal pada ketiga pelajaran itu; itu berarti kita melatih emosi kita, rasio dan logika kita. Marilah kita baca kembali 5 ayat dalam surah al-Nahl tersebut. Kita tidak bisa bersyukur bila kita tidak mau menggunakan pikiran, pemahaman terhadap ayat-ayat Allah, dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah. Fuad juga merupakan mata ketiga, dalam bahasa Inggris the third eye. Artinya, dengan fuad kita bisa melihat atau mendengar kejadian yang tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita. Bukankah dalam hidup ini banyak hal yang tidak bisa kita lihat atau kita dengar dengan indra ragawi kita? Ketidak-mampuan melihat atau mendengar itu bisa disebabkan jauhnya peristiwa yang kita saksikan, terhalangnya peristiwa itu oleh objek di sekitar kita, atau saking halusnya objek yang hendak kita saksikan. Selain itu, banyak peristiwa-peristiwa spiritual yang tidak pernah bisa disaksikan dengan indra jasmani. Hal ini disebabkan banyak kenyataan yang tidak berupa materi fisikal yang bisa diamati dengan indra ragawi. Bahkan materi yang berupa sub-partikel tidak dapat dilihat dengan menggunakan alat pembesar (mikroskop). Hal tersebut hanya bisa diketahui melalui efek-efeknya. Misalnya bau wangi kita tak pernah bisa melihat zatnya. Kita bisa mengamati secara kimia proses keluarnya bau wangi, tapi kita tak bisa melihat zat bau wangi. Warna juga demikian. Kalau kita menyaksikan warna, maka yang kita saksikan sebenarnya benda yang berwarna atau memantulkan warna. Pada tingkat keheningan tertentu, kita dapat melihat warna yang tak terjangkau oleh mata, dapat mendengarkan bunyi-bunyian yang tak tertangkap telinga, dan kita bisa merasakan bau tertentu tanpa ada zat yang bisa kita indrawi. Nah, penglihatan, pendengaran, dan penciuman yang bisa dialami tanpa melalui indra jasmani ini sebenarnya dilakukan oleh fuad. Ketika Kanjeng Nabi menjalankan mi'raj, maka fuadnya yang menanggapi segala peristiwa yang ada di luar dirinya. Hal ini ditegaskan dalam QS 53:11, "Mâ kadzaba fuadu mâ raâ," fuadnya tidaklah mendustakan apa yang dilihatnya. Mengacu pada ayat tersebut menunjukkan bahwa mi'raj adalah peristiwa spiritual dan bukan jasmani. Jika kita ingin teguh pendirian, maka qalb harus diteguhkan atau dikokohkan terlebih dahulu. Qalb harus ditenangkan dulu, baru fuad akan menjadi bebas dari kerisauan, ketakutan, dan kegelisahan. Qalb adalah dudukan bagi fuad, maka jika qalb terus berguncang, fuad pun tak akan bisa bekerja dengan benar. Ini sama dengan kalau kita ingin memotret sebuah pemandangan. Hasil potretan itu akan jelas apabila kamera yang digunakan tidak bergoyang. Untuk maksud ini, tentunya kita harus melatih diri terlebih dahulu. Ada suatu riwayat, yaitu ketika penindasan terhadap keturunan Bani Israel oleh Fir'aun di Mesir sedang kejam-kejamnya. Waktu itu, bayi tertentu yang dicurigai akan menjadi musuh Fir'aun di kemudian hari, malah dibantai. Pada waktu itu pula Musa dilahirkan. Tentu saja ibu Musa merasa amat sangat takutnya. Ia takut bila bayi yang dilahirkannya itu akan dibantai oleh kekuasann Fir'aun. Agar tidak ketahuan oleh tentara kerajaan, maka bayi Musa itu dihanyutkan di Sungai Nil. Sebagai seorang ibu, meskipun anaknya sudah dimasukkan dalam peti dan dihanyutkan di sungai, pasti hatinya merasakan ketir-ketir atau was-was. Jika goyangan hati ini amat kuat, akhirnya ya bocor juga. Paling tidak ia akan memberitahu orang-orang yang dianggap dapat dipercayainya. Tapi, ini bisa menimbulkan risiko, membahayakan nasib si anak yang dihayutkan itu. Sebab, siapa tahu dari sedikit orang yang dicurhati itu malah membocorkan rahasia. Agar tidak goyah hatinya itulah Allah meneguhkan hati atau qalb ibu Musa. Sang Ibu bisa menutup rapat rahasianya. Ini terjadi setelah fuadnya sudah terbebas dari kegelisahan. Baca QS 28:10. Namun terjemahan resmi Depag justru tidak sesuai dengan makna ayat. Di situ disebutkan bahwa hati ibu Musa menjadi kosong. Seharusnya, ayat "wa ashbaha fuâdu ummi mûsâ fârighâ", dan fuad ibu Musa menjadi kosong -dari kekhawatiran dan kegelisahan (sebagaimana yang diterangkan pada QS 28:7-9). Bagi siapa yang menyenangi tantangan, fuadnya harus diteguhkan terlebih dahulu. Tentu saja qalb diteguhkan, baru giliran selanjutnya fuad yang diteguhkan. Namun, meski tak ada tantangan nyata dalam hidup ini, banyak orang yang sering mengalami kegelisahan yang disebabkan oleh faktor-faktor khayali. Misalnya, banyak orang yang takut mati karena merasa tak sanggup menghadapi apa yang ada di balik kematian. Banyak orang yang dihantui siksa kubur meskipun itu lebih banyak disebabkan oleh spekulasi pikirannya daripada kenyataannya. Untuk mengusir berbagai macam kegelisahan yang ada di dalam fuad, maka kisah-kisah yang positif diperlukan. Dalam QS 11:120 disebutkan bahwa kisah-kisah para rasul yang disampaikan kepada Nabi Muhammad itu, tidak lain, agar fuad Nabi Muhammad menjadi teguh dan kokoh. Jika fuad sudah teguh, maka semua hal akan terlihat jelas dan pikiran tak akan menghantui lagi. Kecondongan atau kecenderungan terhadap sesuatu merupakan kerja fuad. Ini searah dengan kerja fuad yang lain yang sifatnya rasional logis. Memang di sini ada beda tipis antara kekuatan emosi yang tumbuh dari hati, dan daya tarik atau kecenderungan yang terbit dari fuad. Setipis apa pun perbedaannya, tetap saja semua yang rasional logis itu berasal dari fuad. Cobalah simak kembali ayat tentang Nabi Ibrahim. Di surah Ibrahim (14):37 disebutkan bahwa Ibrahim berdoa kepada Tuhan agar fuad manusia tertarik pada anak turun Ibrahim yang ditinggalkan di Mekah. Agar orang lain tertarik pada anak turunnya, tentu Nabi Ibrahim bertindak secara logis. Bukankah dalam mengenal Tuhan saja Ibrahim itu seorang yang amat rasional dan logis? Nah, yang terakhir dari peran fuad ialah perannya dalam merasakan kebahagiaan dan yang menanggung derita. Orang yang menderita sebenarnya yang menderita itu fuadnya. Surah Humazah menggambarkan bagaimana kepedihan yang akan dialami oleh orang yang suka mengumpat. Disebutkan dalam surah ke-104 bahwa api menyala-nyala hingga ke fuad. Ya.... akhirnya kita harus bisa menjaga dan melatih fuad kita agar kita tetap menjadi orang yang berguna. Mari kita berlatih zikir. · Istighfar 33 x · Baca surah Alfatihah · Baca selawat kepada Nabi. · Baca kalimat tauhid lâ ilâha illâllâh, lâ maqsuda illallâh, lâ masyhuda illâllâh, lâ ma'buda illâllâh, lâ mawjuda illâllâh. Mari kita lakukan zikir sir. Wa bi Allâh al-taufiq wa al-hidâyah. Wa al-salâmu 'alaykum wa rahmat Allâh wa barakâtuh. [Non-text portions of this message have been removed]