Duluuuuuu sekali ada Jusfiq, urang awak yg suka bikin gerah dgn komentar2nya. Walau pun kalo dikaji, komentar dia kerapkali benar. Sekarang ada Saut, dgn gaya Batak teriak2 terdengar dari Sabang sampai Merauke.
Nah, karena Indonesia ini heterogen, cobalah Anda perlunak gaya Anda. Sebagian besar kritik Anda, menurut saya benar. Tapi kalo caranya kayak gitu, siapa yg mau dengar. Ayu Utami itu, saya kenal orangnya, sangat Njawani, jangan tertipu dgn isi novelnya. Cewe Jawa banget, wong di rumah dipanggil Yayuk. Orang Jawa pasti ngambek (utamanya Jawa Tengah), tapi lebih memilih diam. Mungkin itu sebabnya Ayu Utami diam seribu bahasa menghadapi kritik Anda. Anda bilang kita harus menghargai budaya bangsa sendiri, tidak dijajah hegemoni Barat. Dengan sendirinya, Anda harus menghargai budaya suku-suku lain di Indonesia. Di Medan mungkin biasa begitu. Saya bbrp kali ke Medan, sudah biasa kalo jengkel di jalan, orang Medan tidak cukup menyalakan klakson, tapi buka kaca lalu memaki-maki. Pernah juga saya mendengar dua orang teriak-teriak, kirain lagi berkelahi, ternyata tidak. Mereka sedang tawar-menawar harga. Semua etnis di Medan, gak peduli Cina, Melayu, India, Batak, mulutnya boros banget, sembarangan, tapi tidak pernah berujung pada perkelahian fisik. Mungkin karena udah puas nyemprot ya? Dan mungkin "keterbukaan" itu juga yg membuat penduduk Medan relatif rukun. Masalahnya, lingkup internet, bukan Medan saja. Ini BUKAN Medan, Bung. Jadi kalo Anda tidak mau ditendang dari berbagai milis, yaa jaga sikaplah. Sayang kan kritik2 Anda akhirnya malah tidak dipedulikan sama sekali. Wassalam, Tri K. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, irwank <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Maaf Bang Saut.. > > Sebaiknya "ribut-ribut" anda dengan pihak tertentu diselesaikan secara > pribadi saja.. > Tidak perlu lewat berbagai milis begini.. malu ah.. sudah bukan anak" lagi..