Mba Ning, kita di sini bicara fenomena relasi perempuan-laki2 dan hubungannya dengan fiqh atau hukum fiqh yang dijadikan hukum negara atau perda. Jadi bukan ttg: "Kalau saya sih merasa nyaman kalau dianter kemana-mana oleh suami. Malah kalau dia ngga bisa nganter, saya yang menuntut dia he..he..he.. Kalau mbak Mia, kayaknya akan menolak mentah-mentah kalau suaminya berbaik hati mau mengantar."
Bukan pula soal 'muhrim melindung atau menguasai perempuan'. Semua orang harus saling melindungi sesuai kapasitas masing-masing. Seorang perempuan bisa melindungi nama baik suaminya. Perempuan yang ahli bela diri juga bisa melindungi keselamatan fisik suaminya, dan vice versa. Iya kan? Kita kan bicara ttg fiqh yang (mungkin) dikukuhkan sebagai aturan negara/perda, dimana dampaknya nanti bisa membatasi ruang gerak perempuan, dan bukannya memaksimalkan manfaat. salam Mia --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Tri Budi Lestyaningsih (Ning)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Hahaha... Memang persepsinya beda ya mba ? Biarpun faktanya bisa sama. > > Fakta : Wanita didampingi muhrim. > > Persepsi saya : Muhrim itu melindungi si wanita. Jadi hubungannya adalah > perlindungan. > Persepsi mbak Mia : Muhrim itu menguasai si wanita. Jadi hubungannya > adalah kekuasaan. > > Makanya response kita juga bisa jadi berbeda. Kalau saya sih merasa > nyaman kalau dianter kemana-mana oleh suami. Malah kalau dia ngga bisa > nganter, saya yang menuntut dia he..he..he.. Kalau mbak Mia, kayaknya > akan menolak mentah-mentah kalau suaminya berbaik hati mau mengantar. > Gitu ya mba ? > > Maaf nih, kalau menyinggung. Mudah-mudahan tidak mengurangi pahala puasa > saya dan kita semua. > > Saya pulang kampung insya Allah ke Bandung, nanti menjelang lebaran, > Insya Allah. > > Selamat meneruskan ibadah puasa. Mudah-mudahan puasa ini yang terbaik > dibandingkan puasa-puasa kita sebelumnya. Amiin. > Wass, > -Ning