Masih ingat ketika almarhum Nurcholis Madjid menerima caci-maki dan hinaan dari orang-orang yang dangkal; ketika menerjemahkan "Laa Ilaha Ilallah" menjadi "Tiada Tuhan selain Tuhan"?
Padahal menurut teman-teman yang jebolan pesantren (pesantren beneran lho, bukan pesantren kilat yang ecek-ecek itu...), terjemahannya memang seperti itu. Bahasa Indonesia tidak mengenal artikel semacam "the" dalam Bhs Inggris atau "al" dalam Bhs Arab, juga tidak mengenal jenis kelamin kata ganti dan kata benda, sehingga kerapkali terjemahan Arab ke Indonesia, kurang mengena maknanya. Berikut kutipan dari Ensiklopedi Islam halaman 124: Secara kebahasaan, kata Allah sangat mungkin berasal dari kata al-Ilah. Kata itu mungkin pula berasal dari bahasa Aramea, Alaha yang artinya Allah. Kata Ilah (Tuhan yang disembah) dipakai untuk semua yang dianggap sebagai Tuhan atau Yang Maha Kuasa. Dengan penambahan huruf alif lam di depannya sebagai kata sandang tertentu, maka kata Allah dari kata al-Ilah dimaksudkan sebagai nama Zat Yang Maha Esa, Maka Kuasa dan Pencipta Alam Semesta. Kata Allah sudah dikenal oleh masyarakat Arab sebelum Islam. Itu terlihat dari nama mereka yang mengandung kata tsb, seperti nama Abdullah (Abd Allah). Sejarah menunjukkan bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW terdapat orang-orang yang menganut agama wahyu sebelum Islam, yang hanya menyembah Allah SWT, sebagaimana yang dilakukan kaum Hanif. Konsep masyarakat pra-Islam, khususnya penduduk Mekah, mengenai Allah SWT dapat diketahui melalui Al Quran. Allah SWT bagi mereka adalah pencipta langit dan bumi, yang memudahlan peredaran matahari dan bulan, yang menurunkan air dari langit, tempat menggantungkan harapan (QS.29:61,63; QS.31:25; QS.39:38; QS.43:9,87; QS.13:17; QS.16:53; dan QS.29:65). Mereka merendahkan diri dan bersumpah pun atas nama Allah SWT (QS.6:109; QS.16:38; dan QS.35:42). Semoga kutipan di atas bisa memberi sedikit pencerahan. Wassalam, Rafina Harahap