Perlu diketahui bahwa AHMADIYAH tidaklah SALAH menganggap MGA sebagai
penyempurnaan janji RASULULLAH saw akan kedatangan NABIULLAH ISA as yang
kedua kali.

Karena AHMADIYAH PERCAYA NABI ISA as Israili telah WAFAT lebih kurang 2000
tahun yang lalu maka landasan TAFSIR AHMADIYAH mempercayai MGA adalah
berdasarkan keyakinan akan KEWAFATAN ISA as. Konsekuensinya AHMADIYAH tidak
akan mengakui NABI ISA yang sudah wafat itu akan bangkit lagi dari kubur
atau turun dari langit terbang ke bumi.

Jika ISA AS Israili sudah wafat maka kedatangan NABIULLAH ISA yang
dijanjikan Rasulullah saw itu harus ditakwilkan karena ISA AS ISRAILI yang
sudah WAFAT tidak akan bangkit lagi dari kubur atau menurut AHMADIYAH tidak
naik ke langit sehingga tidak akan turun dari langit terbang bersama
malaikat dan dilihat oleh seluruh umat.

Dari sisi ini ada PERSAMAAN di antara AHMADIYAH dan SUNNI maupun SYIAH bahwa
sebenarnya Mereka mengenal ADANYA NABI SEKUNDER yang akan datang setelah
RASULULLAH saw yaitu NABI ISA as.

Dari segi FUNGSI kedatangan seorang NABI, kita bisa mengatakan sebenarnya
TIDAK ADA yang BERBEDA FUNGSINYA baik NABI ISA as itu turun dari langit
maupun datang dari UMAT ISLAM. Fungsi KENABIAN itu adalah meneruskan misi
dan risalah yang dibawa RASULULLAH SAW. Dan Kenabian itu TIDAK membatalkan
KEPAMUNGKASAN KENABIAN RASULULLAH SAW.

PERBEDAAN besar SUNI dan AHMADIYAH bukan terletak dari AKAN DATANG atau
TIDAKNYA NABI sekunder setelah RASULULLAH SAW tetapi dari cara datangnya.

MAYORITAS SUNNI menunggu kedatangan NABI ISA as yang dijanjikan RASULULLAH
saw yaitu NABI ISA as ISRAILI yang dulu dianggap naik ke langit dan masih
hidup lebih dari 2000 tahun yang lalu dan nanti katanya akan turun lagi
terbang ke bumi.

SEDANGKAN AHMADIYAH karena percaya NABI ISA AS menurut QURAN dan HADITS
sudah WAFAT dan menurut AKAL serta ILMU pengetahuan ANTARIKSA juga
mendukungnya, maka konsekuensinya janji Rasulullah akan datangnya NABIULLAH
ISA as itu harus ditakwilkan dan datang dari antara UMAT ISLAM sendiri. HAL
ini juga menurut AHMADIYAH selaras dengan sejarah kenabian, dimana KAUM
YAHUDI gagal mengenali NABI ELIA yang dinubuatkan akan turun dari langit
untuk menjadi pembuka jalan BAGI AL MASIH tetapi ternyata kedatangan ELIA
yang dijanjikan itu sempurna dari KAUM YAHUDI  yaitu pada WUJUD NABI YAHYA
yang dikuatkan oleh AL MASIH ISA ibnu MARYAM Sendiri.

Kesimpulannya :  sebenarnya KONSEP NABi sekunder yang akan meneruskan
risalah NABI MUHAMMAD saw bukanlah hal yang tidak DIKENAL bahkan boleh
dikatakan menjadi bagian dari kepercayaan SUNNI maupun SYIAH jauh sebelum
AHMADIYAH hadir.

Saya pikir Luthfi juga mengetahui Keyakinan yang dipegang oleh Kaum Sunni
maupun Syiah bahwa ada NABI sekunder yang akan mengikuti ajaran ISLAM,
ajaran Rasulullah saw yang akan datang setelah Rasulullah saw wafat yaitu
NABIULLAH ISA.

Jadi sebenarnya SUNNI, SYIAH dan AHMADIYAH SAMA dalam hal ini meyakini
adanya NABI sekunder yang akan datang setelah Rasulullah saw. Bedanya
hanyalah pada perwujudannya saja. Jadi dalam kasus AHMADIYAH di Indonesia
yang SALAH dan keliru adalah kaum SUNI yang menolak dan melupakan keyakinan
ADA NABI sekunder yang akan datang sesudah NABI MUHAMAD saw yang tidak
membatalkan KEPAMUNGKASAN NABI MUHAMMAD SAW. Keyakinan ini bahkan sudah
menjadi bagian dari ISLAM ribuan tahun lamanya jauh sebelum AHMADIYAH
berdiri.

Kita sendiri mau percaya yang mana ?

Percaya NABI ISA as masih hidup di langit sudah lebih dari 2000 tahun yang
lalu dan kemudian Menunggu NABI ISA as turun dari langit terbang ke bumi
untuk nanti diimani oleh umat manusia sebagai NABi dan hakim yang ADIL?

Percaya Nabi Isa as sudah wafat sebagaimana manusia dan nabi-nabi lainnya
dan terkubur di bumi. Dengan demikian karena ISA as sudah wafat maka NABI
ISA as tidak akan pernah akan datang lagi. Kepercayaan akan datangnya nabi
ISA as kedua kali harus ditinggalkan?

Atau menurut AHMADIYAH.
NABI Isa as sudah wafat sehingga janji kedatangan NABIULLAH Isa as yang
kedua kali harus ditakwilkan sebagaimana NABI ISA as sendiri menakwilkan
Kedatangan Elia yang kedua dalam wujud NABI YAHYA?

Untuk hal ini saya rasa semua dipersilahkan untuk memilih dan tidak perlu
ada satu pihak ingin MEMAKSAKAN KEHENDAKNYA kepada yang lain apalagi ingin
menghancurkan dan Membubarkan yang lain yang BERBEDA PENAFSIRANNYA.......


On 1/29/08, ahmadbadrudduja <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Tempo, Edisi. 49/XXXVI/28 Januari - 03 Februari 2008
>
> Nabi Pamungkas dan Nabi Sekunder
>
> Luthfi Assyaukanie
>
> Peneliti Freedom Institute dan Koordinator Jaringan Islam Liberal, Jakarta
>
> Salah satu doktrin utama yang dijunjung tinggi kaum muslim adalah
> keyakinan tentang Muhammad sebagai nabi pamungkas (khatam
> al-nabiyyin). Begitu sucinya doktrin ini, para ulama berpandangan
> bahwa siapa saja yang melanggarnya dapat dianggap murtad atau keluar
> dari Islam. Menurut hukum Islam (fikih), seorang yang murtad haruslah
> dibunuh. Para ahli fikih sepakat bahwa pemerintahlah yang harus
> menjalankan hukuman, namun seorang ulama dari mazhab Syafi'i
> berpendapat bahwa hukuman itu bisa dilaksanakan secara individual jika
> pemerintah tak mampu melaksanakannya.
>
> Mungkin karena doktrin fikih yang kaku itu, kaum muslim memusuhi dan
> menyerang Ahmadiyah, sebuah aliran yang meyakini Mirza Ghulam Ahmad
> sebagai nabi. Baik di Pakistan (negara asal Ahmadiyah) maupun
> Indonesia, anggota Ahmadiyah dikecam, dikejar-kejar, dan properti
> mereka dirusak dan dibakar. Tanpa mau mengerti persoalan kompleks
> tentang konsep kenabian, kaum muslim meminta pemerintah membubarkan
> Ahmadiyah dan melarang sekte ini hidup di Indonesia.
>
> Doktrin khatam al-nabiyyin bukanlah milik kaum muslim saja, tapi ia
> juga milik semua agama. Setiap agama besar memiliki doktrin nabi
> pamungkas. Agama Yahudi menganggap Musa sebagai nabi pamungkas; Agama
> Kristen menganggap Isa sebagai nabi pamungkas; dan agama Buddha
> menganggap Siddharta Gautama sebagai nabi pamungkas. Masing-masing
> agama ini menjunjung tinggi doktrin khatam al-nabiyyin, dan akan
> menganggap siapa saja yang melanggarnya telah tersesat.
>
> Pada awal-awal kemunculan agama Kristen, kaum Yahudi menganggap
> pengikut Isa (Yesus) sebagai kaum heretik, karena mendaulat Isa (bukan
> Musa) sebagai nabi pamungkas dan bahkan menganggapnya sebagai anak
> Tuhan. Begitu juga, pada masa-masa awal kemunculan Islam, kaum Kristen
> di kawasan Bizantium (Kekristenan Timur) menganggap pengikut Muhammad
> sebagai "sekte Kristen" yang sesat dan menyesatkan. Islam dianggap
> sekte sesat karena memperkenalkan nabi baru selain Isa, yakni
> Muhammad, sebagai nabi pamungkas.
>
> Sesat menyesatkan terhadap siapa saja yang menolak doktrin nabi
> pamungkas dalam suatu agama bukanlah unik milik Islam. Setiap agama
> baru selalu melewati proses semacam ini. Saya menyebutnya "proses
> heretisasi", yakni upaya menjauh dari pemahaman ortodoks. Jika proses
> heretisasi berlangsung mulus, sebuah agama baru bakal muncul; jika
> tidak, konflik dan ketegangan akan terjadi.
>
> Proses heretisasi terjadi sepanjang sejarah. Orang-orang Yahudi
> menganggap Kristen sebagai agama heretis yang menyempal dari agama
> Yahudi. Begitu juga, kaum Kristen memandang Islam sebagai sekte sesat
> yang menyempal dari agama Kristen. Pada gilirannya, kaum muslim
> menganggap Baha'i sebagai agama yang menyempal dari Islam. Baha'i
> tidak lagi dianggap sebagai bagian dari Islam karena para pemeluknya
> tak mau menganggap Muhammad sebagai nabi pamungkas, tapi malah
> menjadikan pemimpin mereka, Baha'ullah, seorang alim dari Persia,
> sebagai gantinya.
>
> l l l
>
> Ahmadiyah, menurut saya, belum bisa dianggap sebagai agama baru,
> karena proses heretisasi dalam dirinya belum sempurna. Para pengikut
> Ahmadiyah masih terbelah antara menerima Muhammad sebagai nabi
> pamungkas dan menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru. Kecuali
> jika mereka sendiri yang mendeklarasikan Ahmadiyah sebagai agama baru,
> tak seorang pun berhak menganggapnya demikian.
>
> Saya tidak tahu apakah ada anggota Ahmadiyah yang benar-benar
> menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi pamungkas. Setahu saya,
> dari sejumlah literatur tentang Ahmadiyah yang pernah saya baca,
> seluruh anggota Ahmadiyah di Indonesia tetap menganggap Muhammad
> sebagai nabi pamungkas, sedangkan Mirza Ghulam Ahmad dianggap sebagai
> nabi sekunder yang kedudukannya lebih rendah daripada Nabi Muhammad.
>
> Konsep nabi sekunder memang tidak dikenal dalam teologi Sunni. Tapi,
> konsep itu dikenal secara luas dalam agama-agama lain, khususnya
> Yahudi dan Kristen. Orang-orang Yahudi, misalnya, menganggap Musa
> sebagai nabi pamungkas, tapi pada saat yang sama meyakini Isaiah,
> Jeremiah, Ezekiel, dan Daniel sebagai nabi juga, namun bersifat
> sekunder. Orang-orang Kristen menganggap Isa sebagai nabi pamungkas,
> tapi pada saat yang sama bisa menerima Simon, James, Matius, dan
> Thomas sebagai nabi (rasul).
>
> Islam tidak mengadopsi teologi semacam itu, tapi mengembangkan
> doktrinnya sendiri tentang nabi sekunder. Kaum Syiah menyebutnya
> "imam", sedangkan kaum Sunni memiliki istilah yang beragam, seperti
> "wali", "ulama", dan "mujaddid" (pembaru). Baik imam maupun wali (dan
> istilah lain dalam dunia Sunni) sesungguhnya memiliki posisi yang
> kurang-lebih sama dengan nabi sekunder dalam teologi Yahudi dan
> Kristen. Para imam dua belas (itsna asy'ariyah) bagi kaum Syi'ah
> memiliki kharisma dan posisi yang tak bisa disejajarkan dengan kaum
> muslim biasa. Kedudukan mereka hanya bisa dikalahkan oleh Muhammad,
> sang nabi pamungkas.
>
> Begitu juga, dalam dunia Sunni, para awliya (bentuk jamak dari wali),
> ulama, maupun mujaddid memiliki kedudukan yang tinggi, disanjung,
> dihormati, dan didengar pandangan-pandangannya. Abdul Qadir
> al-Jailani, misalnya, adalah salah satu wali yang sangat dimuliakan
> kaum muslim Sunni. Begitu juga, Abu Hamid al-Ghazali merupakan ulama
> yang menempati posisi sangat khusus di kalangan umat Islam. Begitu
> uniknya posisi Al-Ghazali sehingga Montgomery Watt, seorang orientalis
> Inggris, menganggapnya sebagai muslim terbesar kedua setelah Nabi
> Muhammad.
>
> Mujaddid juga memiliki posisi unik yang bisa disejajarkan dengan
> konsep nabi sekunder dalam teologi Yahudi dan Kristen. Istilah
> mujaddid diperkenalkan oleh Nabi Muhammad sendiri dalam sebuah
> sabdanya: "Setiap 100 tahun Allah mengutus seorang mujaddid yang akan
> memperbarui ajaran agama (Islam)." Tokoh Islam seperti Muhammad Abduh
> (1849–1905), Ali Abd al-Raziq (1888–1966), dan Fazlur Rahman
> (1919–1988), adalah para pembaru Muslim yang dimaksudkan Nabi. Tentu
> saja, istilah "100 tahun" tidak harus diartikan secara literal, karena
> "100 tahun" yang dimaksud dalam hadis itu adalah masa yang dibutuhkan
> suatu doktrin untuk menjadi kedaluwarsa. Dan itu harus diperbarui
> dalam setiap kurun waktu tertentu agar tetap segar.
>
> l l l
>
> Para teolog Sunni memang tidak menganggap wali atau ulama atau
> mujaddid sebagai nabi, tapi mereka memandang posisi mereka begitu
> tinggi, dan bahkan meletakkannya setingkat di bawah nabi. Ulama,
> misalnya, dianggap sebagai ahli waris para nabi (al-ulama waratsat
> al-anbiya).
>
> Sebenarnya, jika para pengikut Ahmadiyah menyebut Mirza Ghulam Ahmad
> sebagai wali, atau ulama, atau mujaddid, pasti tidak akan ada masalah.
> Sayangnya, mereka lebih memilih bersitegang dengan ortodoksi Sunni
> dengan tetap menggunakan istilah "nabi" untuk pemimpin mereka.
> Padahal, yang mereka maksudkan dengan nabi ketika menyebut Mirza
> Ghulam Ahmad sebetulnya adalah "wali" atau "mujaddid" dalam pengertian
> kaum Sunni.
>
> Hal ini bisa dilihat, misalnya, dari cara mereka membeda-bedakan tiga
> istilah, yakni "nabi independen" (naby mustaqill), "nabi tidak
> independen" (naby ghayr mustaqill), dan "nabi bayangan" (naby
> al-dzill). Nabi independen adalah pemuka agama yang membawa risalah
> murni, seperti Musa, Isa, dan Muhammad. Nabi tidak independen adalah
> pemuka agama yang meneruskan risalah nabi independen, seperti Harun
> (dalam kasus Musa) dan Paulus (dalam kasus Isa). Sementara nabi
> bayangan adalah pemuka agama yang menyebarluaskan risalah itu.
>
> Para pengikut Ahmadiyah Qadiyan memandang Mirza Ghulam Ahmad sebagai
> naby ghayr mustaqill, sementara pengikut Ahmadiyah Lahore menganggap
> Mirza sebagai naby al-dzill. Kedua sekte ini tetap menganggap Muhammad
> sebagai nabi pamungkas (naby mustaqill) yang kedudukannya tak bisa
> digantikan oleh siapa pun.
>
> Ketegangan yang terjadi dalam menyikapi Ahmadiyah selama ini
> sesungguhnya dipicu oleh kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah
> "nabi". Baik Ahmadiyah maupun Sunni sama-sama bersalah. Ahmadiyah
> bersalah karena menggunakan istilah yang tak bisa diterima dalam
> teologi Sunni. Kaum Sunni bersalah karena tak mau mengerti bahwa
> istilah nabi bisa dimaknai dengan beragam arti, tidak mesti hanya satu
> makna saja seperti yang mereka pahami secara keliru selama ini.*****
>
> 
>


[Non-text portions of this message have been removed]



=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED]

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke