salam,

bu aishah,

menarik juga hal-hal yang ibu coba angkat di sini, kaitan antara poligami --
sebuah bentuk hubungan antara manusia beda kelamin yang bukan dalam
pertalian darah dan bernilai mulia di mata agama -- dengan selingkuh dan
free-sex -- bentuk hubungan antara manusia beda kelamin (atau sama?) yang
dilakukan atas dasar suka-sama-suka alias nafsu, baik melibatkan nilai
ekonomis atau semata kepuasan fisik-emosi sesaat dan dipandang hina di mata
agama dan mayoritas penduduk bumi yang waras.

jujur saya sendiri tidak bisa melihat bedanya pernikahan yang monogami dan
poligami dalam perspektif islam -- dan ini tentu yang jadi pokok masalah,
bukan dalam perspektif selain islam, yang tentu saya tidak bisa banyak
komentar. yang jelas membedakan antara monogami dan poligami (tepatnya
poligini, beristri lebih dari satu; dalam islam poliandri, bersuami lebih
dari satu, jelas haram) hanya jumlah istri. dan tentu konsekuensi logisnya
yaitu memenej hubungan antara suami-istri dan istri-istri. dan enaknya
(convenient/comforting) adalah hubungan tripartit atau maksimal pentapartit
ini berlangsung terbuka dan transparan, kecuali di balik pintu kamar tidur
(orgy dalam islam setahu saya jelas haram!).

bagaimana dengan selingkuh dan free-sex? kita batasi dulu bahwa kedua
aktifitas fisik-emosi ini hanya antara 2 manusia atau lebih yang berlawanan
jenis kelamin. dua kegiatan ini tidak jauh beda bila kita bandingkan dengan
poligami, tapi hanya dalam konteks 'di balik pintu kamar tidur' saja. tidak
lebih. mengapa? poligami jelas menunjukkan sikap kematangan menyikapi hidup
dengan tanggung-jawab. tujuannya pun jelas sama dengan (pernikahan) monogami
yaitu memenuhi kebutuhan biologis (kepuasan fisik-emosi dari jima' dan
kegiatan2 terkaitnya -- satu hal yang membedakan manusia dari hewan krn pada
manusia ini adalah salah satu perwujudan ikatan emosi), fisik (suami mencari
nafkah fisik untuk bisa memastikan kelangsungan hidup keluarga, sandang,
pangan dan papan -- sedikit beririsan dengan biologis memang), psikologis
(saling mengungakapkan rasa kasih-sayang, cinta, perlindungan, rasa aman dan
nyaman, dst -- juga sedikit beririsan dengan biologis) dan prokreasi
(meneruskan keturunan). jelas dalam selingkuh hampir dipastikan tidak semua
elemen pernikahan ini ada. seringkali malah hanya biologis saja. kec tentu
dalam 'samen laven' yang merupakan bentuk lain ikatan ekstra-marital.
apalagi free-sex!

sejauh ini jelas bedanya antara poligami dan selingkuh dan free-sex. bahkan
tidak jarang ciri utama selingkuh dan free-sex adalah anti prokreasi dan
pro-rekreasi untuk konteks biologis! artinya dari sisi ini, selingkuh dan
free-sex secara diametral sangat bertolak belakang dengan poligami
(=pernikahan). menarik untuk menyinggung ilustrasi pertama ibu yaitu pasutri
yang lama tidak dikaruniai keturunan krn trnyata istrinya mandul. saya serta
merta ingat kisah nabi ibrahim dengan istrinya sarah dan hajar (yang konon
adalah pembantunya) yang atas permintaan sarah, karena tidak kunjung
mendapat anak, dinikahi oleh suaminya. mirip kan? bedanya, setelah hajar
dikaruniai anak, sarah pun dapat mengandung dan melahirkan anak. dipancing,
katanya.

saya ko menangkap kesan adanya sentimen pribadi ibu aisha dalam mengisahkan
pasutri ini dengan kata-kata "Jadi istri kedua hanya jadi "pembuat anak".
..." yang meski bisa dibenarkan asumsi ini, apalagi dengan tanda kutip, tapi
tidak menghilangkan kesan sentimen ini. apakah ibu yang konon melihat hal
ini tahu persis bahwa memang demikian faktanya langsung dari ketiga orang
ini? apapun juga, saya kira sah-sah saja tindakan mereka, karean nothing
wrong. hanya kesannya saja yang 'salah' dengan kaca-mata tertentu. tapi ibu
tidak menyalahkan mereka ko as you said so yourself ... :-)

justru yang patut dipertanyakan, antara poligami dengan selingkuh dan
free-sex, mana yang akan lebih terjamin melahirkan generasi berakhlak? :-)

untuk ilustrasi kedua, justru patut dipertanyakan apakah tercapai tujuan
memperoleh keturunan dengan mengangkat anak? sebagaimana dicontohkan
rasulullah, ketika beliau menikahi janda Zaid ibn harith, anak angkatnya,
yaitu zaynab bint jahsy, sepupu rasulullah sendiri. kala itu 'haram'
seseorang menikahi janda anak angkatnya krn dalam budaya jahiliah, anak
angkat statusnya sama dengan anak biologis. tradisi jahil ini didobrak
rasulullah! artinya, tetap saja jalan keluar memungut anak, apalagi masih
famili, jelas tidak sama dengan 'meneruskan keturunan' sebagai salah satu
tujuan pernikahan. tapi, saya pribadi salut dengan sikap si istri yang tidak
meminta cerai setelah tahu suaminya mandul. tidak banyak yang bisa demikian,
terutama ketika pernikahan masih seumur jagung. pasti untuk pasanga muda
yang tahu suaminya mandul mudah untuk minta cerai. allaahu a'lam.

soal membandingkan poligami dengan selingkuh dan free-sex yang dilandasi
oleh premis dorongan sex atau 'pikiran kotor' ... meminjam opini uda akmal,
ini adalah generalisasi tak layak yang didasari pada praduga yang jelas tak
berdasar. dari mana ada sata akurat bahwa para pelaku poligami pasti
'ngeres' atau mereka yang 'ngeres' pasti pelaku atau minimal pendukung
poligami? justru mereka yang 'ngeres' dan ingin cara mudah dan 'murah' akan
lari ke selingkuh dan free-sex, dan bukan poligami yang sarat nilai dan
penuh tanggung-jawab. buat apa susah-susah menanggung perempuan lain jika
sekadar 'ngere' padahal potensial selingkuhan dan mitra free-sex lebih mudah
dijangkau, tanpa atau dengan ikatan finansial. justru yang harus
dibandingkan dengan selingkuh dan free-sex adalah nikah sirri (bawah tangan,
tidak resmi, simpanan) dan nikah muthah/kawin kontrak, yang walau merupakan
bentuk pernikahan, tapi sangat disangsikan 'tujuannya' sebagai sebuah
pernikahan normal monogami dan poligami.

sebagaimana sudah diutarakan teman-teman lain, jika memang menolak poligami
semata karena pernikahan poligami rawan 'masalah', tentu monogami juga
berpotensi masalah juga. apakah lalu monogami pun ditolak? mana ada di dunia
ini hal yang sempurna, termasuk dalam pernikahan. tapi tidak berarti adanya
cacat dalam poligami, misalnya, membuat poligami cacat!

soal 'pikiran kotor', saya kira yang jelas pasti seperti ini adalah mereka
yang penggemar pornographic materials (baik konsumen maupun produsennya!),
para pekerja seks (walau secara klise bersembunyi di balik alasan ekonomi!),
atau mereka yang bahkan tidak melakukan selingkuh dan free-sex semacam
lelaki hidung belang, gigolo, tante girang, escort services, strip tease
dancer, dst, dsb, dll ... fenomena yang sangat dikuasai Moamar MK!
poligami = pikiran kotor? masa kakek-nenek, buyut kita 'ngeres' semua?
cappee deehhh ... :-)

salam,
satriyo


2008/3/26 A. Yasmina [EMAIL PROTECTED]:

>   Temans,
> Tadinya tulisan ini dari thread di milis WM tentang poligami dan takdir,
> dan ketika obrolan beralih kepada poligami "ditabrakkan" dengan selingkuh
> dan free sex, saya jadi ingin membahas lebih tajam masalah ini di milis WM
> dan KS, cocok kan karena masalah ini cocok dibicarakan di milis
> wanita-muslimah maupun di milis keluarga-sejahtera, ini kan masalah wanita
> dan masalah keluarga juga ya.
>
> Betulkah poligami itu dilakukan daripada selingkuh dan free sex? Jika
> betul, apakah umat Islam itu otaknya hanya dipenuhi oleh pikiran untuk
> berselingkuh dan untuk free sex saja? menyeramkan juga ya, karena setahu
> saya Islam itu dibawa Nabi untuk memperbaiki akhlak manusia, dan tentu saja
> bukan akhlak yang dipenuhi dengan nafsu yang hanya mengarah ke masalah
> hubungan sex saja. Jika memang otak umat Islam hanya mikirian urusan esek2
> melulu sehingga heboh untuk mengkampanyekan poligami sebagai solusinya, bisa
> disimpulkan bahwa Islam sudah gagal mendidik umatnya untuk mengendalikan
> hawa nafsu atau lebih spesifik lagi nafsu syahwat atau libidonya.
>
> Tentang selingkuh dan free sex, apakah betul solusinya hanya poligami?
> Setahu saya dalam Islam ada ayat untuk wanita dan juga laki-laki supaya
> menjaga pandangannya, juga ada ayat supaya umat Islam menjauhi zinah.
> Artinya pandangan mata harus dijaga dan juga jangan melakukan sesuatu yang
> mengarah ke perzinahan (free sex). Jadi kalau sampai selingkuh dan free sex,
> itu artinya pelakunya sudah keblablasan atau sudah jadi umat yang gak bener
> akhlaknya. Terus supaya jadi bener, apa harus poligami? Itu solusinya? Saya
> pikir, yang bener sih kalau memang kita umat Islam yang bener, harus jaga
> diri, harus jaga pandangan mata supaya tidak jadi selingkuh dan jadi pelaku
> free sex, tapi kalau poligami, sssttt.... nanti dulu..:)
>
> Saya pernah melihat pasangan suami istri teman orang tua yang tidak
> mempunyai anak setelah menikah 20 tahun, lalu mereka berdua memeriksakan
> diri ke dokter. Ternyata istrinya yang mandul. Si suami ingin punya anak,
> lalu bicara dengan istrinya. Mereka saling mencintai dan si istri
> mengijinkan suaminya menikah lagi terjadi poligami (tepatnya poligini ya
> karena 1 suami 2 istri). Istri kedua melahirkan bayi. Bayinya diambil istri
> pertama dan dirawat bersama suaminya. Jadi istri kedua hanya jadi "pembuat
> anak". Apakah poligami seperti itu yang diinginkan Islam supaya umatnya
> berakhlak baik?
>
> Sementara ada kasus lainnya, suami istri tidak punya anak padahal sudah
> puluhan tahun menikah. Saat diperiksa, suaminya yang mandul. Hebatnya si
> istri tidak minta cerai supaya dia bisa menikah lagi dengan laki-laki yang
> bisa membuat dia hamil. Istri ini tetap setia ke suaminya dan mereka
> mengadopsi anak sepupunya. Melihat 2 kasus ini, saya sih angkat jempol untuk
> istri di kasus kedua walaupun tidak menyalahkan suami di kasus pertama, hak
> dia untuk mendapatkan anak kandung tapi alangkah mulianya, akhlaknya
> jempolan jika suami ini juga tidak melakukan poligami dan mengangkat
> anak-anak yang terlantar untuk dirawat mereka. Itu kasus poligami karena
> menginginkan keturunan. Kalau kasusnya hanya supaya tidak selingkuh dan
> tidak free sex saja, aduh... rendah sekali ya alasannya. Manusia seperti
> binatang saja, hanya mikir esek2. Lalu dimana pengaruh ibadah yang
> dilakukannya? Misalnya, puasa, apakah ibadah ini tidak membuat pelakunya
> jadi lebih bisa mengendalikan dirinya untuk
> melakukan hubungan seks? Selama puasa, hubungan suami istri yang halal
> saja kan tidak boleh selain tidak boleh makan minum dan perbuatan buruk
> lainnya. Apakah umat Islam itu setelah bertahun-tahun puasa (wajib, sunat)
> tetap saja tidak bisa mengontrol nafsu seksnya, malah membebaskan hasrat
> seksnya ke wanita-wanita lainnya yang bukan istrinya lalu beralasan
> "daripada selingkuh atau free sex lebih baik menikah lagi"? Apakah otak atau
> energi umat Islam hanya dihabiskan untuk hanya memikirkan urusan seks saja?
> pantesan kalau begitu, mayoritas umat Islam itu banyak yang miskin dan di
> tingkat dunia hanya jadi konsumen, yang mikir teknologi yang bermanfaat
> untuk manusia (teknologi komunikasi, kedokteran, dll) diserahkan ke non
> muslim saja?
>
> Apakah di Indonesia, poligami itu tidak menghancurkan? Apakah semua
> poligami tidak diawali selingkuh atau free sex? Dan seperti pertanyaan pak
> Wikan di bawah ini, bagaimana kasus selingkuh yang dilegalisasi dengan
> poligami dan pergaulan bebas yang dibungkus dengan nikah siri?
>
> salam
> Aisha
> ----------------
> From : Rye Woo
> Subject : [wanita-muslimah] Re: Apakah poligami itu takdir?
>
> Kalo menurut Ayee Poligami tetap suatu hal yag di bolehkan dalam Islam
> .
>
> 
>



-- 
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke