Catatan Bantimurung:
   
   
   
  MENEGASKAN   KEPULAUAN DAN DAERAH  SEBAGAI GAGASAN BUDAYA 
   
   
  Mulai hari ini, tanggal 02 Mei sampai dengan 04 Mei di Barru, Sulawesi 
Selatan, dilangsungkan Temu Sastra Kepulauan. Temu Sastra Kepulauan ini 
bukanlah hanya kali ini  diselenggarakan. 
   
   
    Temu Sastra Kepulauan yang pertama telah dilangsungkan pada tahun  1999 di 
kota Makassar. Dan pada tahun 2000 Temu Sastra Kepulauan II masih 
diselenggarakan di kota serupa dengan meninggalkan serangkaian masalah masih 
patut dijawab diseputar pertanyaan: "Mau kemana arah program ini?" yang 
sesungguhnya bersarikan "Apa gerangan sastra-seni kepulauan itu, bagaimana 
mengujudkannya dan mengembangkannya secara nyata? Temu Sastra Kepulauan yang 
berlangsung di Baru mulai hari ini merupakan Temu Sastra Kepulauan [TSK] yang 
ke-III.
   
   
  Dilihat dari segi jangka waktu, maka Temu Sastra Kepulauan [TSK] ini 
penyelenggaraannya tidak periodik.  TSK III baru bisa dilangsungkan kembali 
selang 8 tahun kemudian. Selang panjang ini tidak bisa lain hanya 
memperlihatkan adanya kesulitan-kesulitan, barangkali terutama kesulitan 
finansial dalam menyelenggarakannya.  Sedangkan dari apa yang dikatakan oleh 
penyelenggaranya  bahwa sampai pada TSK II,  yang baru dirumuskan hanyalah 
persoalan-persolanan di seputur "Mau ke mana arah program ini?". TSK I dan II 
belum memberikan jawaban-jawaban jelas mengenai apa-bagaimana TSK itu.  Hal ini 
lebih ditegaskan lagi oleh yang dikatakan oleh think tank TSK III bahwa "Temu 
Sastra Kepulauan adalah semacam forum gagasan yang berorientasi ke 
masalah-masalah geo-cultural di Indonesia, berarti adalah pembebasan sastra 
dari gen yang mendominasinya, berarti adalah perluasan praktek sastra ke dalam 
berbagai bentuk pengucapan yang masih berlangsung".  
   
   
  Dari keterangan ini nampak,  bahwa sebagai "gagasan" pun yang dimaksudkan 
dengan sastra kepulauan ini agaknya masih belum samppai ke tingkat yang matang 
dan rampung.  Jika pemahaman demikian benar, maka jika secara gagasan saja 
belum rampung tuntas lalu bisakah diharapkan apa-bagaimana pengejawantahannya. 
Apa-bagaimana ujud nyatanya. Masalah konsepsional belum selesai tuntas 
dirumluskan,  belum terjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditinggalkan oleh TSK I 
dan II, tiba-tiba  TSK III mengangkat masalah baru yang aktual yaitu masalah 
lingkungan, cq. pemanasan global planet kita. Sehingga nampak bahwa TSK III 
sebagai "forum gagasan" menjadi  menjadi fokus alias menjurus ke "nggladrah".  
Dengan mengatakan hal ini, saya tidak bermaksud mengabaikan arti masalah 
penting membicarakan soal lingkungan, khususnya masalah memanasnya bumi kita 
secara global. 
   
   
  Hanya saja yang jelas dari cuplikan  Term of Reference [TOR] di atas, bahwa 
dalam konsep sastra, masalah komitmen, keberpihakan merupakan salah satu ciri 
utamanya.  Sastra Kepulauan bukanlah sastra yang mandul atau banci. ". "Sastra 
kepulauan adalah sebuah komitment terhadap keberagaman, geokultural Indonesia 
yang khas". Orientasi keberpihakan ini, merupakan hal yang sangat positif.    
   
   
  Titik penting kedua dari TOR di atas adalah tekananya pada kenyataan 
Indonesia yang majemuk yang dikandung pada kata Indonesia itu sendiri sebagai 
suatu rangkaian nilai. Sayangnya penggagas TOR tidak menggarisbawahi bahwa kata 
Indonesia itu sendiri sebenarnya adalah suatu rangkaian nilai. Suatu konsepsi 
yang selama ini diabaikan. Kurang diindahkan bahkan selama  beberapa dasawarsa 
konsep agung dan mulia serta sangat tanggap dan apsiratif ini dilanggar bahkan 
diinjak-injak oleh sepatu boot militerisme, termasuk rumusan UUD 1945 tentang 
apa  kebudayaan Indonesia itu.   Padakah "bhinneka  Tunggal Ika" itu  pada 
dasarnya tidak lain dari sari Indonesia sebagai gagasan.  
   
   
  Secara gagasan pula, belum selesai dijawab apakah gagasan kepulauan itu 
sebatas sastra saja? Mengapa hanya dibatasi pada sastra dan tidak diluaskan 
pada seni atau budaya?  
   
  TOR berbicara tentang "pembebasan sastra dari gen yang mendominasinya, 
berarti adalah perluasan praktek sastra ke dalam berbagai bentuk pengucapan 
yang masih berlangsung".  
   
   
  Sangat tidak jelas, atau mungkin karena keterbatasan saya, maka saya menjadi 
tidak jelas tentang apa yang dimaksudkan dengan "gens yang mendominasinya". 
Apakah kalimat atau istilah ini sebuah cara berkelit dari penggunaan  kata 
politik? Cara untuk mengelak dari praktek Jawanisasi sebagai politik budaya 
terapan selama berdasawarsa dalam sejarah Republik Indonesia [RI]? Padalah 
ketika berbicara tentang sastra-seni kepulauan sebenarnya kita sedang berbicara 
tentang politik kebudayaan. Politik sastra-seni yang ingin diterapkan dan 
dikembangkan sebagai suatu perspektif yang tanggap dan aspiratif untuk bangsa 
dan negeri ini.  Apa lalu yang disebut sebagai "dominasi" bagi budaya 
pulau-pulau dan daerah di pandangan penggagas TSK III? 
   
   
  Ketika TOR berbicara tentang  "perluasan praktek sastra ke dalam berbagai 
bentuk pengucapan yang masih berlangsung", saya kira gagasan ini pun suatu 
gagasan yang tak berkesenimabungan.  Alasan saya: budaya pulau dan daerah 
niscayanya mengakarpada daerah. Membatasi diri pada pelestarian tidak mendorong 
penciptaan budaya baru yang tanggap zaman dan aspiratif. Budaya akar adalah 
sangu kita dalam berdialog dengan budaya luar dan mengembangkan diri sebagai 
warga bumi yang majemuk dan di mana pun selalu majemuk.   Ini adalah suatu 
gagasan pengembangan sastra-seni atau budaya lokal. Gagasan menjadi diri 
sendiri agar tidak menjadi epigon tanpa kreatifitas dan lepas akar. Budaya itu 
majemuk, kemanusiaan itu tunggal, ujar Paul Ricoeur, filosof Perancis, varian 
kekininan dari  Utus Itah, Rengan Tingang Nyanak Jata [Anak Enggang 
Putera-Puteri Naga", konsep manusia  Dayak dahoeloe.
   
   
  Ketidak jelasan gagasan  TOR TSK III menjadi lebih nampak lagi jika kita 
memperhatikan rancangan acaranya sebagai berikut:
   
   
  Jenis Kegiatan: 
  1.       Orasi Kebudayaan
  2.       Seminar
  3.       Pertunjukkan Seni
  4.       Perkemahan yang akan diisi dengna berbagai kegiatan sastra al:
  a.       Workshop senirupa ilustrasi pada karya sastra
  b.      Workshop penulisan puisi dan cerpen
  c.       Workshop seni pertunjukkan
  d.      Lomba penulisan puisi
  e.      Lomba pembacaan puisi
  f.        Bursa buku
  g.       Pasar Rakyat
  h.      Focus Group Discussion tentang gagasan sastra kepulauan dan kampung 
budaya selanjutnya.
   
   

  Walau pun pada titik "h" tercantum adanya "Focus Group Discussion tentang 
gagasan sastra kepulauan dan kampung budaya selanjutnya" tapi tetap tidak 
menghilang kesan bahwa TSK III ini  lebih bersifat suatu pertunjukkan yang 
kurang menjamin bakal terjawabnya pertanyaan-pertanyaan tinggalan TSK I dan II.
   
   
  Sementara TSK I, II dan III sekarang masih berlangsung di Sulawesi Selatan, 
mengesankan juga bahwa sosialiasi gagasan mulia, indah, tanggap zaman dan 
aspiratif ini masih sangat minim sehingga pendukungnya pun belum merata. 
Sedangkan Kongres Cerpen Nasional dan atau pembacaan puisi "Lima Kota" saja 
diselenggarakan diberbagai tempat. Penyelenggaraannya di Makassar dan di Barru 
memang sekaligus memperlihatkan bahwa Makassar sedang tumbuh menjadi salah satu 
pusat kegiatan sastra-seni baru di negeri kita.
   
   
  Pendapat-pendapat di atas sama sekali tidak mengurangi penghargaan dan 
dukungan saya atas sastra-seni kepulauan dan penyelenggaraan TSK. Justru 
sebaliknya,  pendapat-pendapat ini saya tulis sebagai ungkapan penggabungan 
diri kepada kegiatan strategis ini.
   
   
  TSK III ini agaknya dihadiri juga antara lain oleh Rendra, Zawawi Improin, 
Afrizal Maulana, Luna Vidya, dan Halim HD budayawan Solo asal Banten yang sejak 
bertahun-tahun bolak-balik ke Makassar dan berbagai daerah dengan konsep 
"sastra-seni kepulauan". Tidak terlalu berkelebihan, bahkan seniscayanya,   
kiranya berharap dari mereka dan siapa saja yang hadir muncul pikiran-pikiran 
yang mengkongkretkan apa-bagaimana sastra-seni kepulauan dan daerah itu.
   
   
  Paris, 2008.
  ----------------
  JJ. Kusni, pekerja biasa pada Koperasi Restoran Indonesia di Paris, Perancis.
   
   
  [Bersambung...]

       
---------------------------------
Tired of visiting multiple sites for showtimes? 
  Yahoo! Movies is all you need


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke