Hmm..good..good..good.

Rakyat gimana pemimpinnya ato pemimpin gimana rakyatnya? Saling kali 
ya?

Pemimpin kan juga mesti peka ama kehendak rakyat. Tapi lagi-lagi 
rakyat yang mana? ya patokannya lembaga-lembaga wakil rakyat lah.

Nah orang2 yang ada di lembaga itu yang seringnya sontoloyo. Trus aja 
menjadi pembisik yang salah..eh pembusuk ketelinga presiden. Katanya 
kan orang sekitar presiden yang syahwat politiknya lebih tinggi krn 
takut kedudukannya tergeser pula!. Ah udah ah enakan golput aja lagi. 
Jadi, gak perlu cemooh sana cemooh sini...:-)

Ngomong2 guru spiritual, saya inget saya juga punya teman yang suka 
ngomong pake bahasa spiritual meski bukan seorang guru spiritual, 
tapi saya banyak gak ngertinya. Sama banyak gak ngertinya waktu 
membaca bukunya ustadz Chodjim yang Siti Jenar...:-)). Payah deh. Mo 
nyufi, tapi gak mudeng2. Kurang bertapa kali ye? 

Mo nyufi ato mo bisnis ye?...:-)))

wassalam,
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "agussyafii" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Pemimpin : Pilar Budaya Masyarakat Bermartabat
> 
> 
> 
> sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com
> 
> Saya pernah mengantar seorang guru spiritual dari Siprus,yaitu Syeh
> Nazim `Adil al Qubrusy menemui Presiden Abdurrahman Wahid pada
> bulan-bulan terakhir masa kepresidenannya. Banyak sekali joke yang
> disampaikan oleh Gus Dur, panggilan akrab Presiden- di depan tokoh
> spiritual itu. Sesekali Syekh Nazim memang terkekeh mendengar joke
> itu, tetapi nampak sekali sorot mata keprihatinan beliau dalam
> bercanda dengan Presiden Gus Dur itu. <span class="fullpost">
> 
> Ketika keluar dari istana, rombongan kami berpapasan dengan  demo
> mahasiswa dalam jumlah yang cukup besar. Dalam demo itu mahasiswa
> menyanyikan lagu-lagu yang liriknya menuntut Gus Dur munduuuur  
untuk
> cukup menjadi gubernuuuur di Jawa Timuuuur. Yaahh mahasiswa 
melagukan
> kalimat itu dengan penuh cemooh. Seperti kita ketahui Jawa Timur
> memang basis dukungan fanatic kepada Presiden Gus Dur hingga Gus
> Fawaaid dari Pesantren Asembagus Situbondo ke Jakarta memimpin 
sendiri
> demo dukungan untuk Presiden Gus Dur. Syekh Nazim bertanya apa arti
> lagu-lagu yang diteriakkan oleh demontran mahasiswa.  Tapi yang 
sangat
> beliau perhatikan adalah ketika demonstran mengerek patung kertas
> Presiden Gus Dur dan kemudian membakarnya.  Secara spontan Syekh 
Nazim
> berkata dalam bahasa Inggris yang sangat fasih. Bangsa yang 
menurunkan
> pemimpinnya secara tidak terhormat dijamin pemimpin yang
> menggantikannya tidak akan lebih baik dibanding pemimpin yang 
diganti.
> Ketika itu kami mendengarkan tetapi sekedar mendengar tanpa sempat
> merenungkan kedalaman maknanya.. 
> 
> Belakangan ketika carut marut negeri tak kunjung berakhir barulah
> kata-kata guru spiritrual itu seperti terngiang-ngiang di telinga.
> Benar juga, kita semua sudah tahu kualitas pengganti Presiden Gus 
Dur.
> Bukan hanya itu, yang sangat memprihatinkan adalah pelecehan kepada
> pemimpin di semua tingkatan terus berlangsung hingga hari ini,bukan
> hanya dilakukan oleh demonstran mahasiswa, tetapi juga oleh
> orang-orang yang sesungguhnya sudah masuk dalam deretan pemimpin
> nasional. Mereka tidak sadar bahwa seorang pemimpin  politik yang
> melecehkan pemimpin negara, pada gilirannya nanti sang pemimpin
> politik menjadi pemimpin negara juga akan dilecehkan oleh lawan-
lawan
> politiknya. Mahasiswa yang suka melecehkan pemimpin pun nanti ketika
> menjadi ketua BEM akan dilecehkan oleh sesama mahasiswa.
> 
> Melakukan pelecehan kepada pemimpin negara yang sedang menjabat,
> bukanlah perbuatan orang terhormat apalagi jika pemimpin negara itu
> produk dari sistem konstitusi yang sah, Kehormatan seorang pemimpin
> melekat pada dirinya, baik ketika ia sedang menjabat (karena
> terpilih),maupun ketika menjadi oposisi (karena tidak terpilih).
> Memang tidak semua pemimpin yang kita hormati adalah orang 
terhormat.
>  Sebaliknya seorang pemimpin yang terhormat, ia tetap terhormat
> meskipun tidak dihormati.
> 
> Jika kita tengok sejarah pemimpin puncak negeri kita,  hati menjadi
> masygul ketika melihat nasib semua Presiden kita setelah tidak
> menjabat. Ketika bencana tsunami melanda Aceh, Amerika yang sering
> dituduh sebagai masyarakat sekuler mengirim dua mantan
> Presidennya,Clinton dan Carter ke Aceh sebagai wakil resmi dari 
negara
> dan bangsa Amerika. Sungguh satu apresiasi yang sangat bermartabat
> dari bangsa Amerika kepada pemimpinnya, meski sudah tidak menjabat. 
> Bangsa Indonesia yang sering disebut sebagai bangsa yang beragama
> ternyata tidak bisa mengapresiasi pempimpin bangsanya secara
> bermartabat.  
> 
> Lihat saja,Bung Karno diturunkan secara emosional oleh MPR, Pak 
Harto
> yang ketika naik dielu-elukan   juga disikapi secara emosional oleh
> MPR yang mengangkatnya, hingga jatuh. Baik Bung Karno maupun
> Suharto,keduanya setelah tidak menjabat sebagai presiden tidak lagi
> menerima penghormatan. Mereka berdua "dikurung" secara politik dan
> sosial hingga akhir hayatnya. Pak Habibi pun diturunkan secara
> emosional oleh MPR, dan setelah tidak menjabat,beliau membutuhkan
> beberapa tahun untuk  "bersembunyi" di Jerman. Hanya Presiden Gus 
Dur
> yang meski juga diturunkan secara emosional oleh MPR yang
> mengankatnya, ia tetap tidak berubah,baik ketika menjadi Presiden
> maupun setelah menjadi mantan, karena beliau selalu mensikapi dengan
> kalimat cuek; Gitu aja kok repot.
> 
> Ketika SBY terpilih menjadi presiden ke VI menggantikan bu Megawati,
> nampak sekali SBY ingin mengakhiri kebiasaan tidak menghormati 
mantan
> Presiden. Beliau menunggu ucapan selamat dari Bu Mega agar bangsa 
ini
> tercerahkan oleh sikap legowo pemimpin yang kalah dalam pemilihan,
> tapi Bu Mega tidak hadir, bahkan hingga hari ini beliau tak pernah
> berkenan menghadiri upacara 17 Agustus di istana. Pak Hamzah Haz,
> mantan wakil presidennya Bu Mega yang diingatkan oleh wartawan untuk
> mengucapkan selamat kepada Presiden terpilihpun lebih memilih
> solidaritas kepada bu Mega daripada memulai dengan sikap elegan. Pak
> Hamzah Haz malah menjawab, kan tidak ada aturannya yang kalah harus
> mengucapkan selamat kepada yang menang. 
> 
> Ketika  TV setiap hari  menayangkan berita pelecehan kepada
> pemimpin,baik di daerah maupun di pusat,bahkan mahasiswa yang dalam
> demonya selalu mengusung issue kepentingan rakyat kecil juga 
melakukan
> tindak anarkis dan melecehkan pemimpin termasuk membakar foto 
Presiden
> dan Wakil Presiden (SBY-JK) pilihan rakyat langsung dan  masih
> menjabat. Bagaimana jadinya nanti setelah tidak menjabat ? 
> Keprihatinan ini kembali mengingatkan saya kepada Syekh Nazim, guru
> spiritual dari Siprus. 
> 
> Malam hari setelah kunjungan ke Presiden Abdurrahman Wahid, ketika
> beliau beristtirahat setelah mengikuti zikir khataman Khawajagan
> jamaah Tarikat Naqsyabandi Haqqani di Jl. Brawijaya, di depan
> kami-kami yang duduk disekelilingnya,beliau berkata; Pilar budaya
> masyarakat bermartabat itu ada tiga, menghormati orang tua,
> menghormati guru dan menghormati pemimpin. Jika yang satu 
dilecehkan,
> maka ketiganya akan terlecehkan. Ternyata kata-kata Syeh Nazim 
benar.
> Kini ketika semua pemimpin dilecehkan, gurupun sudah tidak bisa
> dipercaya untuk mengawasi Ujian Nasional murid-muridnya sehingga 
harus
> dikawal polisi. Betapa sedihnya kita semua, ketika nanti tiba 
giliran
> orang tuapun sudah tidak didengar nasehatnya oleh anak-anaknya,
> apalagi oleh cucunya. 
> 
> Sungguh sangat menarik apa yang sedang berlangsung sekarang di
> Amerika, Hillary Clinton dan Barack Obama bersaing dengan amat 
sangat
> sengit, terkadang tak terhindar keluarnya kata-kata yang saling
> merendahkan. Tetapi begitu sampai finish bahwa Barack Obamalah yang
> menang sebagai kandidat,langsung Hillary berteriak mendukung Obama,
> menyatu untuk tujuan bersama yang lebih besar. Nah.... pemimpin2
> kita....?, selama lima tahun masa kepresidenan , yang kalah tak 
pernah
> memberi dukungan kepada presiden terpilih demi untuk tujuan yang 
lebih
> besar yaitu tujuan nasional. Sepanjang lima tahun para pemimpin yang
> kalah tetap konsisten melecehkan yang menang, seperti persaingan
> abadi, dan tak mengingat tujuan bersama hidup berbangsa dan 
bernegara.
>   Sungguh.... perlu segera ada gagasan terobosan untuk mengembalikan
> martabat bangsa ini dengan menempatkan orang tua, guru dan pemimpin
> pada tempat yang dijamin terhormat dan dihormati dalam sistem hidup
> berbangsa dan bernegara. 
> 
> sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com
> 
> 
> 
> Salam Cinta,
> agussyafii
> 
> Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
> [EMAIL PROTECTED] atau http://mubarok-institute.blogspot.com
>


Kirim email ke