Quote:
"..
> Ketika SBY terpilih menjadi presiden ke VI menggantikan bu Megawati,
> nampak sekali SBY ingin mengakhiri kebiasaan tidak menghormati mantan
> Presiden. Beliau menunggu ucapan selamat dari Bu Mega agar bangsa ini
> tercerahkan oleh sikap legowo pemimpin yang kalah dalam pemilihan,
> tapi Bu Mega tidak hadir, bahkan hingga hari ini beliau tak pernah
> berkenan menghadiri upacara 17 Agustus di istana.
.."

AFAIK, Mega 'dendam' pada Pak Susilo karena beliau berbohong sewaktu
ditanyakan akan berkampanye/maju sebagai capres atau tidak, dijawabnya
tidak.. tetapi pada kenyataannya beliau menggunakan posisi sebagai
Menko Polkam untuk berkampanye (masih pada ingat iklan Menko Polkam
soal pemilu?)..

Belajar dari situ, keduanya salah.. yang satu berbohong/tidak jujur..
yang satunya dendam-an..  Beginilah penguasa Indonesia (saat ini)..

Satu hal lagi, kritik bukanlah melecehkan penguasa.. dan orba menjadi
contoh bagaimana kekuasaan menjadi anti kritik.. dan membungkam
bentuk" pemikiran yang kritis.. termasuk menghambat munculnya tokoh
alternatif.. sehingga stok kepemimpinan nasional jadinya L4.. lu lagi lu
lagi..

CMIIW..

Wassalam,

Irwan.K
http://irwank.blogspot.com

Pada 8 Juli 2008 14:10, Lina Dahlan <[EMAIL PROTECTED]> menulis:

>   Hmm..good..good..good.
>
> Rakyat gimana pemimpinnya ato pemimpin gimana rakyatnya? Saling kali
> ya?
>
> Pemimpin kan juga mesti peka ama kehendak rakyat. Tapi lagi-lagi
> rakyat yang mana? ya patokannya lembaga-lembaga wakil rakyat lah.
>
> Nah orang2 yang ada di lembaga itu yang seringnya sontoloyo. Trus aja
> menjadi pembisik yang salah..eh pembusuk ketelinga presiden. Katanya
> kan orang sekitar presiden yang syahwat politiknya lebih tinggi krn
> takut kedudukannya tergeser pula!. Ah udah ah enakan golput aja lagi.
> Jadi, gak perlu cemooh sana cemooh sini...:-)
>
> Ngomong2 guru spiritual, saya inget saya juga punya teman yang suka
> ngomong pake bahasa spiritual meski bukan seorang guru spiritual,
> tapi saya banyak gak ngertinya. Sama banyak gak ngertinya waktu
> membaca bukunya ustadz Chodjim yang Siti Jenar...:-)). Payah deh. Mo
> nyufi, tapi gak mudeng2. Kurang bertapa kali ye?
>
> Mo nyufi ato mo bisnis ye?...:-)))
>
> wassalam,
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>,
> "agussyafii" <[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
>
> >
> > Pemimpin : Pilar Budaya Masyarakat Bermartabat
> >
> >
> >
> > sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com
> >
> > Saya pernah mengantar seorang guru spiritual dari Siprus,yaitu Syeh
> > Nazim `Adil al Qubrusy menemui Presiden Abdurrahman Wahid pada
> > bulan-bulan terakhir masa kepresidenannya. Banyak sekali joke yang
> > disampaikan oleh Gus Dur, panggilan akrab Presiden- di depan tokoh
> > spiritual itu. Sesekali Syekh Nazim memang terkekeh mendengar joke
> > itu, tetapi nampak sekali sorot mata keprihatinan beliau dalam
> > bercanda dengan Presiden Gus Dur itu. <span class="fullpost">
> >
> > Ketika keluar dari istana, rombongan kami berpapasan dengan demo
> > mahasiswa dalam jumlah yang cukup besar. Dalam demo itu mahasiswa
> > menyanyikan lagu-lagu yang liriknya menuntut Gus Dur munduuuur
> untuk
> > cukup menjadi gubernuuuur di Jawa Timuuuur. Yaahh mahasiswa
> melagukan
> > kalimat itu dengan penuh cemooh. Seperti kita ketahui Jawa Timur
> > memang basis dukungan fanatic kepada Presiden Gus Dur hingga Gus
> > Fawaaid dari Pesantren Asembagus Situbondo ke Jakarta memimpin
> sendiri
> > demo dukungan untuk Presiden Gus Dur. Syekh Nazim bertanya apa arti
> > lagu-lagu yang diteriakkan oleh demontran mahasiswa. Tapi yang
> sangat
> > beliau perhatikan adalah ketika demonstran mengerek patung kertas
> > Presiden Gus Dur dan kemudian membakarnya. Secara spontan Syekh
> Nazim
> > berkata dalam bahasa Inggris yang sangat fasih. Bangsa yang
> menurunkan
> > pemimpinnya secara tidak terhormat dijamin pemimpin yang
> > menggantikannya tidak akan lebih baik dibanding pemimpin yang
> diganti.
> > Ketika itu kami mendengarkan tetapi sekedar mendengar tanpa sempat
> > merenungkan kedalaman maknanya..
> >
> > Belakangan ketika carut marut negeri tak kunjung berakhir barulah
> > kata-kata guru spiritrual itu seperti terngiang-ngiang di telinga.
> > Benar juga, kita semua sudah tahu kualitas pengganti Presiden Gus
> Dur.
> > Bukan hanya itu, yang sangat memprihatinkan adalah pelecehan kepada
> > pemimpin di semua tingkatan terus berlangsung hingga hari ini,bukan
> > hanya dilakukan oleh demonstran mahasiswa, tetapi juga oleh
> > orang-orang yang sesungguhnya sudah masuk dalam deretan pemimpin
> > nasional. Mereka tidak sadar bahwa seorang pemimpin politik yang
> > melecehkan pemimpin negara, pada gilirannya nanti sang pemimpin
> > politik menjadi pemimpin negara juga akan dilecehkan oleh lawan-
> lawan
> > politiknya. Mahasiswa yang suka melecehkan pemimpin pun nanti ketika
> > menjadi ketua BEM akan dilecehkan oleh sesama mahasiswa.
> >
> > Melakukan pelecehan kepada pemimpin negara yang sedang menjabat,
> > bukanlah perbuatan orang terhormat apalagi jika pemimpin negara itu
> > produk dari sistem konstitusi yang sah, Kehormatan seorang pemimpin
> > melekat pada dirinya, baik ketika ia sedang menjabat (karena
> > terpilih),maupun ketika menjadi oposisi (karena tidak terpilih).
> > Memang tidak semua pemimpin yang kita hormati adalah orang
> terhormat.
> > Sebaliknya seorang pemimpin yang terhormat, ia tetap terhormat
> > meskipun tidak dihormati.
> >
> > Jika kita tengok sejarah pemimpin puncak negeri kita, hati menjadi
> > masygul ketika melihat nasib semua Presiden kita setelah tidak
> > menjabat. Ketika bencana tsunami melanda Aceh, Amerika yang sering
> > dituduh sebagai masyarakat sekuler mengirim dua mantan
> > Presidennya,Clinton dan Carter ke Aceh sebagai wakil resmi dari
> negara
> > dan bangsa Amerika. Sungguh satu apresiasi yang sangat bermartabat
> > dari bangsa Amerika kepada pemimpinnya, meski sudah tidak menjabat.
> > Bangsa Indonesia yang sering disebut sebagai bangsa yang beragama
> > ternyata tidak bisa mengapresiasi pempimpin bangsanya secara
> > bermartabat.
> >
> > Lihat saja,Bung Karno diturunkan secara emosional oleh MPR, Pak
> Harto
> > yang ketika naik dielu-elukan juga disikapi secara emosional oleh
> > MPR yang mengangkatnya, hingga jatuh. Baik Bung Karno maupun
> > Suharto,keduanya setelah tidak menjabat sebagai presiden tidak lagi
> > menerima penghormatan. Mereka berdua "dikurung" secara politik dan
> > sosial hingga akhir hayatnya. Pak Habibi pun diturunkan secara
> > emosional oleh MPR, dan setelah tidak menjabat,beliau membutuhkan
> > beberapa tahun untuk "bersembunyi" di Jerman. Hanya Presiden Gus
> Dur
> > yang meski juga diturunkan secara emosional oleh MPR yang
> > mengankatnya, ia tetap tidak berubah,baik ketika menjadi Presiden
> > maupun setelah menjadi mantan, karena beliau selalu mensikapi dengan
> > kalimat cuek; Gitu aja kok repot.
> >
> > Ketika SBY terpilih menjadi presiden ke VI menggantikan bu Megawati,
> > nampak sekali SBY ingin mengakhiri kebiasaan tidak menghormati
> mantan
> > Presiden. Beliau menunggu ucapan selamat dari Bu Mega agar bangsa
> ini
> > tercerahkan oleh sikap legowo pemimpin yang kalah dalam pemilihan,
> > tapi Bu Mega tidak hadir, bahkan hingga hari ini beliau tak pernah
> > berkenan menghadiri upacara 17 Agustus di istana. Pak Hamzah Haz,
> > mantan wakil presidennya Bu Mega yang diingatkan oleh wartawan untuk
> > mengucapkan selamat kepada Presiden terpilihpun lebih memilih
> > solidaritas kepada bu Mega daripada memulai dengan sikap elegan. Pak
> > Hamzah Haz malah menjawab, kan tidak ada aturannya yang kalah harus
> > mengucapkan selamat kepada yang menang.
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke