--- In [EMAIL PROTECTED], "la_luta" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Gempar Soekarno Putra (Bagian-I)

(Tulisan ini adalah copy-paste dari www.kartini-online.com 6 tahun
yang lalu, berhubung yang bersangkutan telah almarhumah, saya hanya
ingin agar kabar ini tidak mati juga)

Belum banyak yang tahu, bahwa Bung Karno punya seorang putra hasil
pernikahannya dengan Ny Jetje Langelo (70 tahun), putri petani kopra
Desa Lembean, Manado, Sulawesi Utara.

Sesuai amanat Bung Karno, anak yang diberi nama Mohammad Fatahillah
Gempar Soekarno Putra tersebut (kini berusia 44 tahun),
`disembunyikan' ibunya pada sebuah keluarga, kemudian diberi nama
lain, yakni Charles Christofel.


Hampir 40 tahun Ny Jetje memendam rahasia, siapa Gempar sebenarnya.
Selama itu pula Gempar menjalani hidup yang pahit dan getir. Mulai
dari menjadi pembantu rumah tangga, tidur di emperan toko, jadi preman
pasar atau tukang panjat kelapa, pernah ia lakoni...

Selanjutnya, silahkan klick:
http://migontor.wordpress.com/2008/04/27/gempar-soekarno-putra-bagian-l/

***

Gempar (Bagian-II)

DIDIKAN PREMAN TERMINAL
Oleh: (Y.CHANDRA MUAS)
2002-04-02 10:50:52


(Pengantar Redaksi : Pada bagian-I Gempar menceritakan pertemuan
ibunya ,Ny Jetje Langelo dengan Bung Karno di Manado.Dari perkawinan
mereka lahirlah Gempar yang sejak kecil harus berpisah dengan sang
ibu.Ia pun menjalani kehidupan yang penuh penderitaan akibat janji
sang ibu untuk memegang amanat Bung Karno. Dan foto diatas adalah
Gempar itu sendiri, bukan penulis.)

Saat remaja Gempar tumbuh menjadi pemuda kekar, gagah dan cerdas.
Iapun mulai dilirik para gadis. Namun ia lebih suka bergaul dengan
preman pasar atau berkutat di laboratorium sekolah."Saya minder
bertemu lawan jenis," ujar Gempar yang percobaannya menggemparkan
sekolahnya dan urung menjadi mahasiswa kedokteran ini.

Sejak Gempar berusia 10 tahun, ibunya , Ny Jetje mulai sering
berkunjung ke rumah ibu Mince, tempat Gempar dititipkan. Minimal tiga
bulan sekali, sekedar menengok anaknya. Pada kunjungannya Jetje
sesekali memberi uang untuk bayar SPP dan uang jajan seadanya.Namun ia
tidak pernah bermalam. Pagi datang, sorenya kembali lagi ke kampung.

"Dalam pertemuan itu, sebenarnya saya ingin protes, kenapa saya
dibiarkan menderita, hidup dengan ibu angkat yang memperlakukan saya
seperti babu. Hampir tiap hari menerima siksaan lahir batin. Namun,
setiap kali saya akan bicara, mulut saya sepertinya terkunci. Saya
tidak akan tega menyaksikan ibu bersedih bila mendengar pengaduan
saya. Apalagi setiap kali bertemu wajah dan tatapan ibu selalu sendu.
Seolah menyimpan sesuatu yang tersembunyi jauh di lubuk hatinya.
Akibatnya, saya cuma bisa menangis. Namun tak berani bersuara. Airmata
mengalir dalam tangisan yang tertahan. Ibu pun sering tak kuasa
menahan airmatanya. Sering kami berdua saling bertangisan dalam setiap
kali pertemuan itu. Saat akan berpisah, ibu pasti memeluk saya dan
mengusap rambut saya sambil berkata, kamu harus tabah, jalan hidup
akan jadi guru yang sangat berharga bagimu kelak. Untuk itu, jika kamu
ingin jadi orang, kamu harus tekun belajar dan jangan nakal," tutur
Gempar mengenang masa kecilnya...

Selanjutnya, silahkan klick:
http://migontor.wordpress.com/2008/04/29/gempar-bagian-ii/

***

Gempar, Pengakuan Satrio Piningit
GEMPAR SOEKARNO PUTRA (Bagian-III/Habis)
Oleh: (Y.CHANDRA MUAS)
2002-04-02 10:50:52

(Pada Bagian-II Gempar mengisahkan perjalanan hidupnya di saat remaja
yang penuh kegetiran. Walau begitu ia mengukir prestasi yang cukup
gemilang. Nasib malang masih mengikuti Gempar sampai ke Jakarta.Di
ibukota berbagai perlakuan kejam dialaminya. Namun semua ini
membuatnya tumbuh menjadi lebih tegar. Bahkan ia meraih berbagai
kesuksesan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.)

Di pagi hari Februari 1978, Gempar menapakkan kakinya di Pelabuhan
Bitung. Cuaca tenang, panas pun tidak begitu menyengat. "Saya harus
tetap ke Jakarta untuk merubah nasib,"tekad Gempar yang hanya berbekal
uang Rp 25 ribu, sementara harga tiket kapal ke Jakarta Rp 75 ribu. Di
pelabuhan kapal Pelni yang akan ditumpanginya sedang memuat barang.
Waktu itu, kapal untuk penumpang, disatukan dengan barang.

Saat petugas lengah Gempar berhasil menyelinap naik kapal, dengan
berpura-pura sebagai anak buah kapal (ABK). Satu setel pakaian yang
terbungkus kantong plastik, diselipkannya di pinggang celana bagian
belakang. Sedang ijazah sebagai modal utama merantau disimpannya dalam
sepotong buluh (bambu) kecil, agar tidak rusak....

Selanjutnya, silahkan klick:
http://migontor.wordpress.com/2008/05/05/gempar-pengakuan-satrio-piningit/


Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke